Tanaman hutan dengan ketiga pola kombinasi di atas akan berperan memperbaiki dan meningkatkan fungsi hutan lindung. Pembangunan food estate terintegrasi karena mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan dan perikanan. Ini disertai intervensi teknologi (benih, pemumpukan, tata air, mekanisasi, pemasaran dan lain-lain) dengan pola kerja hutan sosial.
Pernyataan Kepala Biro Humas KLHK ini tidak selaras dan sinkron serta tidak konsisten dengan pasal 24, bab V tentang tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan serta pemanfaatan hutan, kegiatan pemanfaatan kawasan hutan lindung pada RPP kehutanan diatas. Intervensi teknologi dengan menggunakan peralatan mekanis dan alat berat tidak diperbolehkan/diizinkan. Pengolahan tanah hanya dapat dilakukan secara terbatas.
Kesimpulan
Peraturan menteri LHK no. P. 24/2020, tentang penyediaan kawasan hutan untuk pembangunan food estate, terbit terlalu premature (dini) dan tergesa –gesa, tanpa menunggu proses disahkannya UU no. 11/2020 tentang Cipta Kerja berserta turunannya (PP dan Perpres), sehingga terdapat pasal penting (penggunaan HL untuk food estate) yang tidak konsisten dan sinkron dengan aturan regulasi diatasnya. Apabila RPP tentang kehutanan disetujui dan disahkan maka Permen LHK P.24/2020 sudah seharusnya direvisi, khususnya pasal –pasal yang menyangkut hutan lindung agar tidak terjadi kontradiksi dengan regulasi yang diatasnya.
Sebenarnya masih banyak regulasi yang dikeluarkan oleh menteri kehutanan maupun menteri LHK yang tidak mengacu dan mempedomani regulasi diatasnya (UU no. 41/1999 tentang kehutanan) dan nyelonong menjadi pedoman/acuan yang kurang ada dasarnya.Â
Sebut saja, peraturan Menteri Kehutanan no. 159/2004 tentang restorasi ekosistem dikawasan hutan produksi dan peraturan Menteri LHK no. P. 83/2016 tentang perhutanan sosial.Â
Dalam UU 41/1999 sebelum diubah beberapa pasal dalam UU Cipta Kerja, tak satupun pasal atau kalimat yang menyebut restorasi ekosistem di kawasan hutan produksi dan perhutanan sosial, termasuk food estate dalam UU 41/1999 sebelum dan sesudah diubah dalam UU Cipta Kerja.
Ada benarnya  juga apa kata kolega saya, Prof. Hariadi Kartodihardjo dalan tulisannya di Forest Digest ini, 11 Mei 2020 lalu, :Mengapa Kita Membuat  Peraturan Lalu Melanggarnya. Banyak aturan banyak juga pelanggaran. Mengapa kita tak kapok membuat aturan untuk dilanggar?. Entahlah.
PRAMONO DWI SUSETYO
Kompasiana, 16 Januari 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H