PERSPEKTIF LAIN TENTANG HUTAN
Bagi orang Indonesia yang mempunyai kesempatan berkunjung ke benua Afrika atau negara-negara Timur Tengah seperti Arab Saudi Uni Emirat Arab, Yaman dan sekitarnya yang rata-rata mempunyai wilayah gurun pasir, tentu akan mempunyai kesan (image) yang sangat berbeda tentang pemandangan (view) dibandingkan dengan dit anah air.
Kita bangsa Indonesia patut bersyukur diberi anugerah Tuhan dengan hamparan hutan alam yang sangat luas (125,2 juta ha atau lebih dari 60 % luas daratan Indonesia) dari ujung utara P. Sumatera sampai ujung barat P. Papua.
Manfaat hutan khususnya hutan alam, sudah sangat dipahami oleh kalangan masyarakat luas dan lintas generasi dari mulai anak-anak sekolah, mahasiswa, para pekerja, ibu rumah tangga sampai pada generasi lansia. Undang-undang no.41/1999 tentang kehutananpun secara tersirat dan tersurat menjelaskan tentang manfaatkan hutan alam ini.
Manfaat langsung (tangable benefit) yang dapat diperoleh dari hutan produksi adalah hasil hutan berupa kayu yang dapat digunakan untuk berbagai macam produk lanjutan seperti furniture (perabotan rumah tangga/mebel), bubur kertas (pulp), kayu lapis (plywood), kayu keras (hardwood), handycraft (kerajinan tangan), dan lainnya.
Manfaat tidak langsung (intangible benefit) adalah pemanfaatan kawasan hutan yang tidak mengurangi fungsi utama hutan dan dengan tidak mengambil hasil hutan berupa kayu, seperti budidaya jamur, penangkaran satwa, dan budidaya tanaman obat dan tanaman hias.
Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung dan hutan konservasi adalah bentuk usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan mengurangi fungsi utamanya, seperti pemanfaatan untuk wisata alam, pemanfaatan air, dan pemanfaatan keindahan dan kenyamanan.
Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam hutan lindung dan hutan produksi adalah segala bentuk kegiatan untuk mengambil hasil hutan bukan kayu dengan tidak merusak fungsi utama kawasan, seperti mengambil rotan, mengambil madu, dan mengambil buah.
Jasa Lingkungan
Seiring dengan memudarnya hasil hutan kayu dan menurunnya kejayaan industri kayu dari hutan alam Indonesia di awal tahun 2005, maka manfaat langsung hutan secara perlahan-lahan tergerus pamornya.
Manfaat tidak langsung dari nilai keberadaan hutan alam, lambat tapi pasti mengambil peran dari manfaat langsung. Secara khusus manfaat dan potensi jasa lingkungan, terutama wisata alam (ecotourism) serta pemanfaatan keindahan (view benefit) makin lama naik daun kelasnya.
Sejak ditetapkannya taman nasional (TN) Komodo di kabupaten Manggarai Barat provinsi NTT sebagai destinasi wisata berkelas super premium (kelas dunia), selain selain Candi Borobudur di Jawa Tengah, Danau Toba di Sumatera Utara, Kawasan Mandalika di Nusa Tenggara Barat dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Likupang di Minahasa Utara, Sulawesi Utara oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, maka sejak itu pula kawasan konservasi terutama taman nasional menjadi magnit kuat bagi turis mancanegara maupun domestik sebagai destinasi wisata ecotourism.
Bagi para turis yang ingin memanjakan mata untuk melihat pemandangan yang indah, terdapat 10 taman nasional yang direkomendasi untuk dapat dikunjungi karena mempunyai potensi destinasi wisata berkelas premium dikemudian hari apabila digarap infrastrukturnya dengan baik.
Kesepuluh taman nasional tersebut adalah TN Gunung Leuser di provinsi NAD, TN Ujung Kulon di provinsi Banten, TN Kepulauan Seribu di provinsi DKI, TN Lorenz di provinsi Papua, TN Wakatobi di provinsi Sulawesi Tenggara, TN Bunaken di provinsi Sulawesi Utara, TN Teluk Cendrawasih di provinsi Papua Barat, TN Baluran di provinsi Jawa Timur, TN Kerinci Sebelat di provinsi Jambi dan TN Gunung Bromo Tengger di provinsi Jawa Timur.
Eye Catching
Terdapat suatu adagium dalam menjual jasa wisata khususnya ecotourism bahwa obyek yang dijual harus mempunyai nilai “eye catching” bagi pengunjung. Sebagai salah satu contoh, dalam kawasan TN Gunung Bromo Tengger terdapat obyek yang eye catching bagi mata pengunjung ataupun mata kamera tustel maupun ponsel pintar yaitu obyek yang disebut negeri di atas awan.
Dari lokasi pinggir jalan kita berdiri seolah olah kita berada diangkasa karena dikelilingi kabut awan putih yang menutupi puncak gunung/bukit yang hanya kelihatan spot-spot hijaunya karena ditutupi oleh hijaunya hutan pegunungan yang ada.
Obyek lain yang eye catching yang tak kalah indah adalah TN Kerinci Sebelat. Suatu saat tahun 2010, karena kepentingan tugas saya harus berkunjung kekantor Taman Nasional Kerinci Seblat, yang berkedudukan dikota Sungai Penuh, kabupaten Kerinci provinsi Jambi.
Info dari kawan, untuk berkunjung kesana lebih mudah ditempuh dari kota Padang (Sumatera Barat) dibanding lewat kota Jambi. Pilihan ini yang saya tempuh, dan ternyata tidak sia-sia.
Sebelum memasuki kota Sungai Penuh, harus melewati suatu daerah kecamatan bernama Kayu Aro yang sangat indah dan lebih indah dari daerah perkebunan teh di Puncak. Hamparan pekebunan teh, merayap dikaki gunung Kerinci, dengan pemadangan pabrik pengolah teh dan kantor administrator kebun yang nampak betengger diatas bukit. Indah sekali.
Pantas saja, dalam berita di harian Kompas beberapa tahun yang lalu, Prof. Rhenald Khasali guru besar ekonomi UI, pernah mengatakan sambil bergurau bahwa Kita jangan mati dulu sebelum melihat keindahan perkebunan teh Kayu Aro dikaki pegunungan Kerinci.
PRAMONO DWI SUSETYO
Kompasiana, 4 Desember 2020.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H