Mohon tunggu...
Pramono Dwi  Susetyo
Pramono Dwi Susetyo Mohon Tunggu... Insinyur - Pensiunan Rimbawan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hutan Akses Terbuka, Apa Solusinya?

5 November 2020   09:47 Diperbarui: 5 November 2020   10:01 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sumber daya kehutanan, melalui Hutan Tanaman Energi (HTE), dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan penggunaan energi terbarukan berbasis biomasa, dalam bentuk pelet kayu, serpih kayu atau serbuk gergajian. Apabila masing-masing perusahaan memanfaatkan lahan hutan seluas 200 ribu ha saja, maka 6,8 juta ha kawasan hutan produksi yang open akses dapat dimanfaatakan untuk kegiatan THE ini. 

Masih banyak lagi produk-produk kayu dari hutan tanaman untuk jenis kayu pertukangan (furniture), bubur kayu (pulp) yang masih dapat diperluas dan dikembangkan usahanya seiring dengan terbuka dan mudahnya iklim investasi di Indonesia.

Kedua, untuk penambahan dan peningkatan kegiatan IUPHHK-RE yang kuota ijin dan luasanya masih rendah. Berdasarkan data yang ada, dari sejak diperkenalkan kegiatan restorasi ekosistem dihutan produksi tahun 2004 sampai dengan tahun 2020, izin yang diterbitkan baru 16 unit dengan luas sekitar 600 ribu ha.

Di tengah ancaman pemanasan global, kini bisnis lebih didorong peduli lingkungan dengan mengubah teknologi dan menghasilkan penghasilan dengan menjaga lingkungan. Praktik ekonomi yang sejalan dengan proteksi lingkungan adalah usaha restorasi. "Tahun 2005-2019 nilai ekonomi restorasi ekosistem mencapai US$ 5,5 miliar.

Meskipun dalam pengelolaan restorasi ekosistem banyak dibayangi masalah seperti penyelesaian konflik tenurial, sosialisasi membuka lahan dengan tidak membakar membakar dan sebagainya yang menyebabkan usaha restorasi masih dianggap berbiaya tinggi, namun usaha restorasi masih sangat menjanjikan dimasa yang akan datang.

Penelitian de Groot et al (2013), modal restorasi di hutan tropis senilai US$ 86 atau Rp 1,3 juta per hektare per tahun. "Untuk restorasi gambut biayanya 3-4 kali lipat lebih banyak Dengan perhitungan seperti  itu, maka biaya merestorasi gambut Katingan-Mentaya provinsi Kalimantan Tengah seluas 157.000 hektare senilai membutuhkan investasi sebesar Rp 612,3 miliar per tahun. Kegiatan usaha restorasi ekositem ini masih dapat diperluas menjadi 1,5 -2 juta ha pada kawasan hutan produksi.

Ketiga, untuk penambahan dan peningkatan kegiatan perhutanan sosial.  Ikon program reforma agraria dibidang kehutanan yang menjadi perhatian serius presiden Jokowi adalah kegiatan perhutanan sosial.

Sayangnya, progres kegiatan perhutanan sosial sangat lambat. Dari periode pertama pemerintahan presiden Joko Widodo (2014-2019) hanya mampu terealisasi seluas 4,2 juta ha saja dari target 12,7 juta ha (32 %). Kondisi ini yang membuat presiden risau tentang kegiatan perhutanan sosial.

Belum lama ini, presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan kepada jajarannya supaya program perhutanan sosial bukan sekadar pemberian izin ke masyarakat. Menurut Jokowi, terpenting ialah pendampingan program lanjutannya. Jokowi ingin, masyarakat memiliki kemampuan mengelola izin yang diberikan untuk masuk ke bisnis perhutanan sosial. Menurut Jokowi, bisnis perhutanan sosial tidak hanya agroforestry, tapi bisa masuk ke bisnis ekowisata hingga bio energi.

"Saya juga ingin mengingatkan perhutanan sosial bukan hanya sebatas izin ke masyarakat, mengeluarkan SK kepada masyarakat, tapi yang paling penting pendampingan program lanjutan sehingga masyarakat di sekitar hutan itu memiliki kemampuan betul me-manage, manajemeni SK yang diberikan yaitu untuk masuk aspek bisnis perhutanan sosial," papar Jokowi membuka rapat terbatas, Selasa (3/11/2020).

"Yang tidak hanya agroforestry tetapi juga bisa masuk bisnis ekowisata, bisnis agro silvo pastoral, bisnis bioenergi, bisnis hasil hutan bukan kayu ini banyak sekali, bisnis industri kayu rakyat. Semuanya sebenarnya menghasilkan, bisa mensejahterakan. Tapi sekali lagi, pendampingan ini sangat diperlukan," sambungnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun