Konsekuensinya, resources finansial harus dipersiapkan dengan baik karena pasti biaya pendidikan dan hidup untuk anak yang terpisah akan bertambah besar. Bukankah orang tua bekerja banting tulang sampai merantau ditempat jauh demi masa depan dan pendidikan anak anaknya.
Namun demikian kami juga bersyukur karena dari 4 (empat) Provinsi diluar Jawa, rata rata kami bedomilisi di ibukota provinsi yaitu Manado,  Makassar, Kendari dan Palangkaraya. Sedangkan di Jawa Barat, berdomisili di Bogor hingga akhir purna tugas sebagai abdi negara  tahun 2016 sampai sekarang.
Bermula dari kota Manado, anak kami yang tertua dan kedua  bersekolah di SD Negeri  11 yang katanya favorit bagi anak anak yang orang tuanya pendatang dan sedang bertugas di kota Manado.Â
Dari perkembangan prestasi akademisnya anak tertua masuk rangking 3 besar pada saat kelas tiga SD, sedangkan anak kedua baru masuk kelas 1 SD pada sekolah yang sama.Â
Pada proses ini selaku orang tua kami selalu kawal setiap ada tugas PR (pekerjaan rumah), minimal untuk proses Calistung ( Baca Tulis Hitung) sampai kelas 2 dan 3 SD sudah sangat mahir dan masuk dalam lima besar dikelasnya.Â
Setiap malam, kami chek tugas tugas sekolah yang harus diselesaikan esok hari dan kesulitan apa saja yang dihadapi anak dalam pelajaran disekolah sehingga anak merasa tenang dan selalu bersukaria dalam bersekolah. Â Kami belajar memahami, pada level mana anak kami dikelas sehingga tahu kebutuhan apa yang diperlukannya.
Tiba saat kami mendapat tour of duty dan area di Ujung Pandang  Sulawesi Selatan. Kerepotan timbul karena yang pertama ibunya anak anak harus berhenti bekerja dan full sebagai ibu rumah tangga yang harus mengurus tetek bengek kebutuhan rumah dan anak anak dan yang kedua harus mencari sekolah baru dengan lingkungan yang baru pula.Â
Prinsip berikutnya yang kami pegang adalah mencari sekolah negeri yang favorit dan standar bagi anak anak yang orang tuanya  pendatang yaitu SDN Mangkura.
Persoalan pindah sekolah walaupun tingkat SD nampaknya tidaklah semudah yang dibayangkan. Sebagai orang tua, kami berjibaku untuk negoisasi dengan kepala sekolah SD yang bersangkutan. Â
Alasan kepala sekolah muridnya satu kelas sudah padat mencapai hampir 60 orang dan jarak rumah dari sekolah yang cukup jauh dapat kami patahkan dengan alibi yang menyakinkan sehingga kepala sekolah tak kuasa untuk menolaknya. Untungnya standar pendidikan dasar di Ujung Pandang tidak begitu jauh berbeda dengan di Manado sehingga proses adaptasi tidak memerlukan waktu yang lama.Â
Masalah yang muncul adalah anak anak kami lahir dari budaya dan etnis yang berbeda sehingga tidak mengenal bahasa ibu (daerah) sehingga bahasa sehari hari dirumah adalah bahasa Indonesia.Â