Hampir setiap hari selalu dijejali dengan tayangan yang mempertontonkan debat kusir. Perdebatan di muka umum yang nyatanya hanya beradu argumen mengedepankan ego dan terkadang penuh dengan arogansi. Saling mempertahankan pendapat demi golongannya demi kelompoknya.Â
Bahkan tak jarang berakhir dengan baku hantam. Ada yang berusia tua ada pula yang berusia muda, nilai-nilai sopan santun sepertinya sudah lupa seketika jika tak terima pendapat atau pernyataannya disanggah.
Di layar kaca televisi, hampir setiap stasiun televisi memiliki acara yang dikemas sedemikian rupa mempertontonkan beberapa pihak yang berseberangan untuk menyampaikan gagasan terkait topik yang sedang hangat.
Duduk santai saling berjumpa dalam studio, saling bertegur sapa, dan memberikan senyuman hangat. Namun tetap dalam keadaan siap untuk menyerang, bertahan, atau melakukan serangan balik melalui diksi-diksi ciamik yang akan dilontarkan.
Lalu di media sosial pun juga demikian keadaannya. Berbagai akun media sosial yang ditengarai merupakan akun dari pihak-pihak yang saling berseberangan tumbuh menjamur. Menyebarkan berbagai macam narasi. Ada narasi positif dan inspiratif, namun tak jarang pula narasi yang menyentil dan provokatif.
Postingan-postingan yang berseliweran mampu mendengungkan keberpihakan dan tak jarang mampu menggiring opini seseorang yang tak sengaja membacanya. Lalu bagaimana dengan yang benar-benar sengaja membacanya dengan penuh keyakinan serta fanatisme tinggi?Â
Si A mengkritik si B, si B tak terima lalu si A pun berkelit begitulah yang terjadi. Selalu saja dipertontonkan hal-hal yang tidak bermanfaat dan tidak berkemajuan untuk membangun bangsa yang lebih baik demi mewujudkan Indonesia Maju di tengah keberagaman yang ada. Perbedaan dan keberagaman adalah sebuah keniscayaan yang tentunya perlu disikapi dengan bijak dan suka cita.
Rasanya memang perlu mengedepankan nilai-nilai luhur dalam menyampaikan pendapat atau bahkan menkritisi sesuatu namun dengan tujuan yang nyata yaitu kemashlahatan dan kemajuan bangsa. Perlu ditekankan yaitu demi kemajuan bangsa dan negara bukan kemajuan dan kepentingan pribadi atau golongan tertentu saja.
Berpendidikan Tinggi Namun Penuh Arogansi
 "Mendidik pikiran tanpa mendidik hati adalah bukan pendidikan sama sekali." - Aristoteles
Fenomena memprihatinkan yang dapat disaksasikan jutaan pasang mata masyarakat Indonesia adalah ketika yang berdebat adalah sosok dengan titel yang sangat panjang di depat atau belakang namanya namun tidak menunjukkan kebesaran hati dan hanya mengedepankan emosi serta arogansi. Diberikan gambaran nyata untuk diperbaiki bersama namun tidak terima dan kembali menyalahkan satu sama lain. Bahkan ketika dibuktikan benar-benar salah masih saja berkelit, berputar-putar, dan tidak mau mengakui kesalahan.
Keharmonisan antaran mendidik pikiran dan hati adalah keutamaan dalam mewujudkan manusia yang beradab dan berhati nurani. Seperti apa yang dikatakan oleh Aristoteles, dengan begitu yakinlah maka manusia yang ada akan menjadi manusia.
Kemashlahatan adalah KeutamaanÂ
Bangsa ini sedang tidak baik-baik saja namun apakah masih harus saling menjatuhkan sesama saudara sebangsa dan setanah air?
Kondisi yang ada saat ini sungguh memprihatinkan, namun apakah masih tega untuk hanya mengedepankan isi perut pribadi dengan penuh keserakahan? Saling memberi masukan dengan cara yang baik serta saling menerima demi kebaikan dan kemashlahatan masyarakat.Â
Perdebatan yang terjadi sangat sering berkaitan dengan layanan publik yang tidak optimal. Tidak optimal dikarenakan banyak hal, contonhya birokrasi yang ruwet dan berbelit. Pendistribusian bantuan yang tidak merata dan tidak tepat sasaran. Lalu ditemukannya pungutan liar yang benar-benar meresahkan. Hal-hal tersebut merupakan wujud kelakuan oknum yang tidak memiliki integritas tinggi.Â
Permasalahan di Akar Rumput, Namun Hanya Menjadi Bahan Debat Kusir
Permasalahan yang di masyarakat nyatanya adalah permasalahan klasik yang tak kunjung diselesaikan dengan cepat. Permasalahan-permasalahan itu selalu menjadi bahan perbincangan dan perdebatan, namun hanya debat kusir belaka dan perubahannya belum dapat dirasakan secara nyata di masyarakat. Masih saja ditemui oknum yang tega tidak menyalurkan bantuan sosial dengan sebagaimana mestinya. Begitulah, keadaannya.
Mari Duduk Berembug !Â
Kalau sudah seperti ini sebaiknya memang harus berkumpul, duduk bersama, berembug mencapai mufakat dengan mengesampingkan ego serta kepentingan pribadi dan golongan. Mengedepankan nilai-nilai luhur Pancasila, musyawarah untuk mufakat demi memperbaiki kondisi negeri yang semakin memprihatinkan.
Menyampaikan kritik dibarengi dengan solusi serta mengedepankan etika dan juga menerima masukan serta kritik dengan lapang dada dan berjiwa besar mengakui kesalahan. Prinsi memanusiakan manusia dan demi kemashlahatan adalah keutamaan.
Sebuah kondisi yang sangat memprihatinkan melihat negeri ini yang sedang tidak baik-baik saja. Keprihatinan yang harapannya mampu dirasakan oleh seluruh masyarkat utamanya petinggi, pejabat, atau siapapun yang memiliki kewenangan dan bertanggungjawab atas kemakmuran dan kesejahteraan masyarakatnya. Mampu mewujudkan Indonesia Hebat dengan penerapan nilai-nilai Pancasila dalam berbangsa dan bernegara serta bagaimana menjadi manusia yang manusia. (prp)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H