Mohon tunggu...
Syarif Hidayat
Syarif Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Kebudayaan

Pencinta Literasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Perjuangan Pers Cikal Bakal Bangsa Indonesia

19 April 2018   14:17 Diperbarui: 19 April 2018   14:45 3081
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: tulissastra.blogspot.co.id

Tentang Kami

Pers (Media Cetak, Online, Televisi) merupakan salah satu wadah informasi masyarakat yang mengantarkan berbagai berita Politik, Hukum, Sosial, Pendidikan, Ekonomi, Bisnis dan Hiburan. Pers Menurut Prof. Oemar Seno Adji, dapat diartikan sebagai penyiaran pikiran, gagasan atau berita dengan kata tertulis. Sebaliknya, pers dalam arti luas dikategorikan media massa communications yang menyampaikan pikiran dan perasaan seseorang baik dengan kata-kata tertulis maupun dengan lisan. 

Pers di Indonesia memiliki perjalanan panjang. Pada masa pra kemerdekaan Pers merupakan aktivis terpelajar kaum intelektual untuk menyerukan kemerdekaan dan persatuan. Masa kini, pers adalah sebagai pilar keempat merupakan wadah berdemokrasi ditempatkan pada barisan terdepan dalam mengawal serta kepanjangan tangan dari rakyat untuk menyampaikan aspirasi masyarakat. 

Pers bisa menjadi corong pemerintah untuk mencerdaskan masyarakat tentang pembangunan yang dilaksanakan pemerintah. Maka secara umum peranan pers sangat berpengaruh terhadap pembangunan yang membentuk peradaban manusia. 

Tugas pokok fungsi media memiliki tiga peran, yakni fungsi berita, hiburan, serta kontrol sosial berjalanya pembangunan negara. Maka tak heran, pers selalu ditempatkan sebagai bagian dari indikator penting maju dan mundurnya pembangunan bangsa. 

Dipandang dari sudut Sejarah, pers merupakan salah satu penggagas beridirinya bangsa Indonesia. Peristiwa Sumpah Pemuda, pers pada waktu itu sebagai alat pemersatu bangsa. Tentu ini memiliki nilai besar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. 

Seiring perkembangan zaman, pers saat ini selangkah lebih maju lagi sebagai bagian dari penyeru kemerdekaan Indonesia, bahkan mengawal dan mempertahankan kemerdekaan yang bediri tegak lurus menyuarakan kepentingan rakyat dan menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa.

Semangat patriotisme kebangsaan pers harus diberikan pada generasi bangsa, agar mereka mengenal bagaimana peran penting pers dalam kemerdekaan serta pasca kemerdekaan. Dengan itu, generasi masa akan datang bisa lebih pandai dan memiliki karakter untuk terus mengembangkan dan tumbuh mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) serta lebih menghargai apa yang telah dituangkan para pejuang pena di masa itu.

Pers Alat Perjuangan Bangsa

Pada awal abad ke- 20 para priyayi baru menunggakan gagasanya melalui pers (media cetak) mengenai isu-isu perubahan. Isu ini kemudian dipopulerkan dengan mengangkat isu status sosial masyarakat Bumiputra dan peningkatan kehidupan di bidang Sosial, Ekonomi, Budaya dan Politik. Arti dari kemajuan disini ialah merupakan suatu pencerahan dari pendidikan, perdaban, moderniasasi, dan kesuksesan hidup. Pers merupakan saran berpartisipasi dalam gerakan emansipasi, kemajuan dan pergerakan nasional. 

Pada dekade itu ditandai dengan jumlah penerbitan pertama surat kabar berbahasa Melayu. Orang Indo pertama yang aktif dalam dunia pers yakni H.C.O Clockener Brousson dari Bintang Hindia. E.F Wigger dari Bintang Biru dan G. Francis dari Pemberitaan Betawi. Di abad itulah penerbit Thionghoa mulai bermunculan dan dijadikan suatu sasaran pertumbuhan dan perkembangan surat kabar. 

Seiring dengan bermunculanya media cetak, kemudian diikuti oleh sejumlah junalis Bumiputera lainya. Mereka adalah R. Tritodanudja dan R. Mohammad Jusuf. Keduanya adalah Redaktur Sinar Djawa,  yang diterbitkan Honh Thaij & Co.Djojosudiro, Redaktur Thahadja Timoer yang diterbitkan di Malang.

Keduan adalah jurnalis Bumiputra yang telah menjadi embrio kebangsaan melalui artikel dan komentar mereka dalam surat pembaca untuk mengungkapkan solidaritas diantara mereka dan para pembaca yang sebagian besar adalah kaum muda terpelajar. 

Pers Penggagas Persatuan Bangsa

Embrio kebangsaan merupakan bahasa ideologisasi nasionalisme. Kenapa jurnalis Bumiputera disebut sebagai pusatnya kemajuan, makna disampaikan dengan berpendidikan dan harus menjadi kaum intelektual. Oleh karena itu, bangsa akan menghasilkan satu sebuah perubahan yang berdampak besar pada peradaban dunia. 

Semangat kaum muda terpelajar mengangkat ruh aktivis kemerdekaan Indonesia. Bumiputera merupakan cikal bakal munculnya ide berdirinya Indonesia dengan adanya sumpah pemuda Boedi Utomo. 

Seiring dengan berkembangnya pergerakan kebudayaan, media cetak mulai masuk di beberapa kota Kolonial lain, seperti Surabaya, Padang dan Semarang. Kapitalisme cetak mempermudah kaum terdidik untuk memperoleh informasi. Para pelajar di kota Padang dengan guru-guru Belanda di sekolah Raja (kweekscholl) Bukit Tinggi terutama Van Ophusyen ahli bahasa Melayu. 

Ketua Redaksi Majalah itu adalah Dja Endar muda, seorang wartawan keturunan berbahasa Batak. Tapian Nauli, Majalah Insuilinde itu kemudian disebarkan keseluruh Sumatera dan Jawa. Majalah itu yang pertama memperkenalkan slogan kemajuan dan jaman maju. 

Artikel menarik yang menjadi contoh adalah kisah kemenangan Jepang. Sebuah negara kecil yang menang atas negara besar yakni Tiongkok. Tentu kemenangan Jepang itu disebabkan karena rakyatnya sudah memasuki jaman kemajuan. Maka dalam ulasan beritanya pun mengajak para masyarakat untuk hidup dalam dunia kemajuan.

Hidup dalam dunia kemajuan disini, memiliki makna dan manfaat agar bangsa Indonesia bangkit dari sebuah keterpurukan. Sehingga, surat kabar pada masa itu bersifat provokatif dengan tujuan menumbuhkan rasa nasionalisme bangsa untuk bangkit dan keluar dari zona kesengsaraan akibat tertidas oleh Kolonialisme Belanda. Maka pesan yang terkandung disetiap labirin-labirin media pada waktu itu membakar api semangat yang digelorakan oleh kaum intelektual untuk hidup bersama dan bersatu memutuskan mata rantai penjajah. 

Mengenal tokoh muda dr. Abdul Rivai yang baru datang dari Belanda kemudian menganjurkan pada tokoh muda di Hindia untuk membentuk sebuah organisasi. Dalam tulisan yang dimuat Bintang Hindia ia selalu menuliskan tentang kemajuan dunia maju. Dia menggolongkan masyarakat menjadi tiga golongan, yaitu kaum kolot, kaum kuno, dan kaum muda. 

Menurut Rivai, kaum muda adalah orang yang senantiasa ingin mendapatkan dan terwujudnya dunia pengetahuan dan ilmu. Lebih lanjut ia mengagas bahwa mencapai kemajuan dan terwujudnya dunia maju, Rivai menganjurkan agar ada organisasi bernama persatuan kaum muda didirikan dengan cabang di semua kota-kota penting di Hindia. Disinilah mulai adanya cikal bakal munculnya pergerakan kaum muda untuk mengubah situasi nasional. 

Dengan mendirikan persatuan kaum muda di kota-kota yang dianggap penting di Hindia. Dengan cara menduduki kota-kota penting di Hindia, maka gerakan perubahan berkemajuan akan sangat mengena pada jantung-jantung kota. Apalagi perkembangan pers pada saat itu menjadi corong aktivis muda menyerukan pada masyarakat agar terus mengembangkan kemampuan diri untuk sebuah harga diri sebagai pribumi.

Seorang pensiunan dokter Jawa yaitu Wahidin Soedirohoesodo tertarik dengan tulisan Rivai. Saat itu ia sebagai editor majalah berbahasa Jawa, Retnodhumillah dalam tulisan itu disarankan agar kaum lanjut usia dan kaum muda membentuk organisasi pendidikan yang bertujuan untuk memajukan masyarakat. Gagasan Wahidin akhirnya terwujud ketika para pelajar Stovia, sekolah dokter Jawa, mendirikan suatu organisasi bernama Boedi Oetomo pada 2 Mei 1908.

Mulai pesat perkembangan pers sejalan dengan bedirinya organisasi Boedi Oetomo, membuat ruh pergerakan nasional semakin menguat. Kaum intelektual tua maupun muda semua berada di organinasi Boedi Oetomo. 

Setalah berdirinya Boedi Oetomo, beberapa surat kabar yang kemudian membawa kemajuan bagi kalangan pribumi yakni Medan Prijaji (1909-1917) dan juga terbitan wanita pertama yakni Poetri Hindia (1908-1913). Seorang editornya yang dikenal yaitu R.M Tirtoadisurya memuat tentang tulisanya bahwa untuk memperbaiki status dagang Islam kiranya perlu penaklukan organisasi kecil sehingga serikat dagang Islam kemudian didirikan dan berkembang menjadi Serikat Islam dengan pimpinan Haji Samanhudi. 

Maka semangat nasionalisme tumbuh dengan dibangun melalui tulisan di media cetak dan menjalar ke Pulau Sumatera. 

Gagasan untuk melawan imperalisme kolonial ditunjukan melalui surat  kabar Oetoesan Malajoe (1913) juga kemajuan kaum perempuan yang diterbitkan dalam media cetak Soenting Malajoe yang berisi tentang panggilan perempuan untuk memasuki dunia maju meninggalkan perananya sebagai sendiri kehidupan Minangkabau. 

Sementara itu, anak-anak muda berpendidikan Barat di Padang menertbitkan majalah perempuan Soera perempuan (1918) dengan semboyanya kemerdekaan bagi anak perempuan untuk ikut dalam kemajuan tanpa hambatan adat yang mengekang. 

Di Jawa pun terus bergerilya dengan menyuarankan semangat nasionalisme berkemajuan. Salah satu pelopornya yaitu pers Bumiputera dengan koranya  Sinar Djawa terus memberikan pemahaman tentang menuntut ilmu.

Dalam koran itu memuat dua kepentingan untuk menggugah rasa nasionalis dari bangsawan usul yang memiliki gelar Raden, Ajeung, Ayu, Raden mas, Ngabei dan Raden Ayu. Serta bangsawan pikiran yaitu Master, Magister dan Doktor. 

Pers Melahirkan Pendidikan Nasional

Pada masa itu, pers yang mendapat perhatian serius pemerintah Kolonial Belanda yaitu Surat Kabar De Express. Koran ini memuat berita propaganda dengan ide radikal serta kritis terhadap sistem pemerintahan kolonial pada masa itu. Salah satu adanya tulisan dari tiga kaum terpelajar dari Komite Boemiputera, yaitu Cipto mangunkusumo, Suwardi Surjadiningrat atau kerap dikenal Ki Hajar Dewantara, dan Abdul Muis. 

Kritikan yang ditulis oleh Suwardi dengan judul Als Ik Eens Nederlander (Andai Aku Seorang Belanda) ini mendapat perhatian serius kolonial Belanda. 

Karena tulisanya itu dianggap telah melakukan penghasutan untuk melawan Belanda buntut dari tulisanya itu, Suwardi dan kedua orang rekanya kemudian diasingkan ke pulau Bangka kemudian ke Belanda. Disinilah mereka merenung dan memunculkan gagasan cikal bakal dari lahirnya Pendidikan Nasional. 

Dari pembahasan di atas, ini merupakan sebuah perjalanan singkat perjuangan pers di Indonesia sebagai alat pergerakan nasional melawan razim kolonial Belanda. 

Pers ini berdiri atas gagasan kaum terpelajar yang merasa bahwa butuh ada sebuah perubahan kedepan demi keberlangsungan kebebasaan dalan kehidupan dan terlepas dari bayang-bayang penjajah.

Berbagai Sumber

Penulis: Syarif Hidayat
Anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Ciamis, Banjar, Pangandaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun