Dengan mendirikan persatuan kaum muda di kota-kota yang dianggap penting di Hindia. Dengan cara menduduki kota-kota penting di Hindia, maka gerakan perubahan berkemajuan akan sangat mengena pada jantung-jantung kota. Apalagi perkembangan pers pada saat itu menjadi corong aktivis muda menyerukan pada masyarakat agar terus mengembangkan kemampuan diri untuk sebuah harga diri sebagai pribumi.
Seorang pensiunan dokter Jawa yaitu Wahidin Soedirohoesodo tertarik dengan tulisan Rivai. Saat itu ia sebagai editor majalah berbahasa Jawa, Retnodhumillah dalam tulisan itu disarankan agar kaum lanjut usia dan kaum muda membentuk organisasi pendidikan yang bertujuan untuk memajukan masyarakat. Gagasan Wahidin akhirnya terwujud ketika para pelajar Stovia, sekolah dokter Jawa, mendirikan suatu organisasi bernama Boedi Oetomo pada 2 Mei 1908.
Mulai pesat perkembangan pers sejalan dengan bedirinya organisasi Boedi Oetomo, membuat ruh pergerakan nasional semakin menguat. Kaum intelektual tua maupun muda semua berada di organinasi Boedi Oetomo.Â
Setalah berdirinya Boedi Oetomo, beberapa surat kabar yang kemudian membawa kemajuan bagi kalangan pribumi yakni Medan Prijaji (1909-1917) dan juga terbitan wanita pertama yakni Poetri Hindia (1908-1913). Seorang editornya yang dikenal yaitu R.M Tirtoadisurya memuat tentang tulisanya bahwa untuk memperbaiki status dagang Islam kiranya perlu penaklukan organisasi kecil sehingga serikat dagang Islam kemudian didirikan dan berkembang menjadi Serikat Islam dengan pimpinan Haji Samanhudi.Â
Maka semangat nasionalisme tumbuh dengan dibangun melalui tulisan di media cetak dan menjalar ke Pulau Sumatera.Â
Gagasan untuk melawan imperalisme kolonial ditunjukan melalui surat  kabar Oetoesan Malajoe (1913) juga kemajuan kaum perempuan yang diterbitkan dalam media cetak Soenting Malajoe yang berisi tentang panggilan perempuan untuk memasuki dunia maju meninggalkan perananya sebagai sendiri kehidupan Minangkabau.Â
Sementara itu, anak-anak muda berpendidikan Barat di Padang menertbitkan majalah perempuan Soera perempuan (1918) dengan semboyanya kemerdekaan bagi anak perempuan untuk ikut dalam kemajuan tanpa hambatan adat yang mengekang.Â
Di Jawa pun terus bergerilya dengan menyuarankan semangat nasionalisme berkemajuan. Salah satu pelopornya yaitu pers Bumiputera dengan koranya  Sinar Djawa terus memberikan pemahaman tentang menuntut ilmu.
Dalam koran itu memuat dua kepentingan untuk menggugah rasa nasionalis dari bangsawan usul yang memiliki gelar Raden, Ajeung, Ayu, Raden mas, Ngabei dan Raden Ayu. Serta bangsawan pikiran yaitu Master, Magister dan Doktor.Â
Pers Melahirkan Pendidikan Nasional
Pada masa itu, pers yang mendapat perhatian serius pemerintah Kolonial Belanda yaitu Surat Kabar De Express. Koran ini memuat berita propaganda dengan ide radikal serta kritis terhadap sistem pemerintahan kolonial pada masa itu. Salah satu adanya tulisan dari tiga kaum terpelajar dari Komite Boemiputera, yaitu Cipto mangunkusumo, Suwardi Surjadiningrat atau kerap dikenal Ki Hajar Dewantara, dan Abdul Muis.Â