Mohon tunggu...
Syarif Hidayat
Syarif Hidayat Mohon Tunggu... Dosen - Pegiat Kebudayaan

Pencinta Literasi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menohok Dinasti Politik Pilkada Serentak di Banjar

17 Desember 2017   05:19 Diperbarui: 10 Februari 2018   09:35 2634
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Foto TheTanjungpuraTimes

Ini pun cukup menarik perhatian saya saat munculnya isu dinasti politik . Isu ini sengaja dimunculkan untuk menggiring opini masyarakat sebagai cara untuk melawan petahana dalam Pilkada Serentak tahun 2018.

Sebut saja di Kota Banjar, Jawa Barat. Isu dinasti politik  seakan tengah menjadi perbincangan dari para politisi untuk mendongrak popularitas menarik simpati masyarakat agar mengetahui bila telah terjadi dikotomi politik di daerah yang memiliki empat kecamatan ini.

Adalah petahana Wali Kota Banjar yang berasal dari keluarga mantan Wali Kota Banjar dua periode menjadi buah bibir dari sudut kota hingga pusat. Nama ini muncul, ketika petahana masuk pada daftar kontestasi calon Wali Kota, yang kini berstatus sebagai pemimpin daerah Banjar. Ini digadang-gadang akan menjadi calon kuat di Pilkada Serentak mendatang.

Ada yang beranggapan bahwa politik dinasti ini sangat kentara dengan tindakan melawan hukum. Ada pula ini hanya siasat melawan petahana akibat ketidakberdayaan elit politik di Banjar untuk berkonsolidasi demokrasi yang mengalami kebuntuan. Akan tetapi, dipandang dari presfektif sejarah, fenomena politik dinasti ini bukan sebuah produk baru di balantika politik Indonesia.

Ya, boleh jadi anggapan dinasti politik ini berkaitan dengan tindakan melawan hukum, mengingatkan kita lahirnya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, tanggal 19 Mei 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Setelah runtuhnya era Orde Baru, istilah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) ini menjadi model baru politik Indonesia. Mengulang pada masa itu, ketika  masa pemerintahan transisi Presiden BJ Habiebie, KKN ini kemudian dijadikan sebuah produk hukum.

Pada Bab 1 pasal 1 (Satu), pengertian dari masing-masing istilah dimaksud diketahui;

  • Korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang undangan yang mengatur tentang tindak pidana korupsi.
  •  Kolusi adalah permufakatan atau kerja sama secara melawan hukum antar Penyelenggara Negara atau antara Penyelenggara Negara dan pihak lain yang merugikan orang lain, masyarakat, dan atau Negara.
  • Nepotisme adalah setiap perbuatan Penyelenggara Negara secara melawan hukum yang menguntungkan kepentingan keluarganya dan atau kroninya di atas kepentingan masyarakat, bangsa, dan Negara.

Fenomena Politik dinasti ini muncul pada level politik lokal seiring dengan diberlakukannya Pemilukada langsung kali pertama di Indonesia pada tahun 2005 setelah adanya implementasi otonomi daerah tahun 2001. Ini dimanfaatkan oleh elit politik setelah Orde Baru yang terkurung pada kebijakan pusat yang secara langsung menunjuk pada tingkat daerah.

Beranjak dari itu, masa transisi ini dimanfaatkan untuk menguasai kekuasaan secara kuat. Maka ini kerap disebut dengan reorganisasi kekuasaan. Politik dinasti pun disebut sebagai praktik politik predator, dimana tumbuhnya model ini justru terjadi karena adanya kolusi bisnis-politik di tingkat lokal sehingga terjadi sebuah rasa ketergantungan terhadap keluarga elit poltik yang berkuasa pada masanya.

Dicontohkan, jejaring keluarga telah menguasai berbagai proyek pembangunan daerah yang kemudian dibagi-bagikan kepada kroninya. Dinasti politik berperan sebagai kreator dalam menjaga stabilitas kolusi tersebut dengan menempatkan sanak familinya ke dalam jajaran perusahaan maupun pemerintahan.

MENAKAR POWER POLITIK PETAHANA

Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjar, Jawa Barat, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) secara langsung di Banjar sudah dilaksanakan sejak tahun 2008. Karena pada tahun 2004 pemilihan kepala daerah masih dilakukan secara tidak langsung, karena status Kota Banjar sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB).

Herman Sutrisno suami Ade Uu Sukaesih ini ditatapkan sebagai Wali Kota Banjar pertama.

Pemilihan kepala daerah langsung terjadi tahun 2008, dangan dua kontestan pasangan calon yaitu Calon Wali Kota Banjar, H. Husin Munawar dan Wakilnya, Holis Rahman Sutiadi dan Calon Wali Kota Banjar  Herman Sutrisno dan Wakilnya Akhmad Dimiyati, dimenangkan oleh dirinya dengan perolehan suara 90.220, dan  perolehan suara 5673 dimenangkan Husin Munawar.

Perolehan suara tersebut dari 124.834 Daftar Pemilih Tetap (DPT), dengan jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS) 270 yang tersebara seluruh Kota Banjar.

Dengan jumlah perolehan suara diatas, menetapkan dr. H. Herman Sutrisno dan Wakilnya Akhmad Dimiyati sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjar periode 2008/2013.

Seiring waktu, masa kepemimpinan Herman Sutrisno selama lima tahun habis. Pilkada Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjar tahun 2013, lebih terasa dinamis. Ini dibuktikan dengan banyaknya calon yang berkompetisi dalam perhelatan demokrasi rakyat lima tahunan itu.

Sebanyak, lima calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Banjar yang berkompetisi menuju Banjar satu. Tidak ingin direbut tahtanya, Herman Sutrisno tokoh politik dari Partai Golkar tersebut memasang istrinya Ade Uu Sukaesih menjadi kandidat Calon Wali Kota Banjar. Kemudian, disandingkan dengan sahabat lamanya, yaitu  Darmadji Prawirasetia, sebagai calon Wakil Wali Kota Banjar.

Dalam perebutan tahta, kubu petahana keluarga Herman Sutrisno, mendapat perlawanan cukup menguras keringat. Hadirnya, tokoh pemuda dan purnawirawan militer serta petahana Wakil Wali Kota sebelumnya, menambah persaingan Pilkada tahun 2013 semakin ketat.

Adalah Maman Surayaman dan Wawan Ruswandi,  Ijun Judasah dan R. Mochamad Shoddiq, Kol. Czi (Purn) H. Herli Rusli Suyatin dan Wawan Gunawan, serta mantan Wakil Wali Kota Banjar periode 2008/2013, Akmad Dimiyati maju sebagai Calon Wali Kota Banjar dan Wakilnya KH. Muin Abdurrochim, sebagai penantang.

Faktaknya power politik keluarga Herman tidak bisa ditumbangkan.

Perolehan suara Calon Wali Kota Banjar, Ade Uu Sukaesih dan Darmadji Prawirasetia sangat jauh dari ketiga calon lainya, dengan perolehan suara 69.453, dari 306 TPS dan 13.8983 DPT. Sedangkan calon lainnya hanya mampu tembus angka suara 18.049 dari Paslon Maman Suryaman dan Wawan Ruswandi dari perseorangan.

Berdasarkan data di atas menyebutkan, petahana keluarga Herman Sutrisno masih dianggap memiliki elektabilitas dan popularitas baik di masyarakat.

Mendatang, tahta orang nomor satu di Kota Banjar akan jatuh pada siapa? 

Sumber:

Alim Bathoro, Perangkap Dinasti Politik Dalam Konsolidasi Demokrasi,Jurnal Universitas Maritim Raja Alli Haji

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Banjar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun