Di sebuah area makan pagi, hotel tempat saya menginap, terlihat pegawai resto sedang membuang sisa makanan ke dalam sebuah kantong besar.
“Selalu banyak ya Mbak yang terbuang?” tanya saya. Si mbak hanya mengangguk-anggukan kepala. “Iya Bu, sayang, dan tidak mungkin juga ditegur”, sahutnya lirih.
Beberapa hotel menyediakan sarapan pagi yang bervariasi, dan memberi kebebasan tamunya untuk memilih makanan yang dikehendaki. Mungkin karena perut lapar, atau karena lapar mata, tidak jarang tamu hotel mengambil begitu banyaknya makanan, dan berujung pada membuang makanan karena sudah terlalu kenyang.
Pemandangan yang sama juga bisa kita temui pada acara pesta yang menggunakan sistem prasmanan, tamu bisa memilih dan mengambil makanan sesukanya. Tumpukan piring berisi makanan yang digeletakkan begitu saja tersebar di area pesta.
Tidak terbatas pada pesta yang diselenggarakan secara sederhana di bawah tenda, tamu pesta di gedung besar dan hotel mewah pun kerap mempunyai kebiasaan yang sama. Mengambil sesukanya dan tidak dihabiskan.
Kita harus menghentikan kebiasaan buruk ini.
Membuang makanan mencerminkan sikap tidak bersyukur.
Nikmat dan rezeki yang kita terima, malah kita buang dan sia-siakan. Sementara di sisi lain, masih banyak orang yang tidak bisa makan kenyang setiap hari. Bahkan pegawai yang membersihkan sisa makanan kita, mungkin melakukannya sambil menangis dalam hati, melihat begitu banyak yang disia-siakan, sementara keluarganya mesti sangat berhemat urusan makan.
Mengambil makanan dengan kalap, tidak baik untuk kesehatan.
Ketika kita membiarkan mata memilih sesuka hati apa saja yang dilihatnya di meja saji, sesungguhnya tubuh kita sedang merasa cemas. Banyak makanan yang seharusnya tidak dikonsumsi karena alasan kesehatan, dimakan sesuka hati. “Ah, sekali-kali, tidak apa. Selama ini kan sudah pantang”. Dan sia-sialah usaha menjaga kesehatan selama ini, gula darah, tensi dan kolesterol naik dalam satu malam.
Makanan yang terbuang mencemari bumi.
Bumi dengan segala kemurahan hatinya, membiarkan semua benih tumbuh untuk kita konsumsi. Bumi menyediakan air untuk mengairi tanah pertanian. Tapi sebagai balasannya, kita malah meracuni bumi dengan sampah sisa makanan.
Anissa Ratna Putri, Consulting Manager dari Waste4change mengatakan 23-48 juta ton makanan terbuang di Indonesia setiap tahunnya. Sementara di sisi lain 8,34 % penduduk Indonesia kekurangan makanan.
Sampah sisa makanan yang membusuk menghasilkan gas metana yang berdampak buruk pada perubahan suhu bumi karena memerangkap panas di atmosfer, berimbas pada perubahan iklim.
Bagaimana supaya tidak kalap saat berada di tempat makan ataupun area pesta?
1. Ambil makanan sesuai porsi.
Ambillah makanan, habiskan dengan tenang. Kebiasaan membuang makanan terjadi karena orang mengambil berporsi-porsi makanan, bahkan sebelum menghabiskan porsi pertamanya.
Sesungguhnya saat kita menghabiskan dulu satu porsi dan menyadari bahwa perut mulai kenyang, keinginan untuk mengambil lagi bisa dikendalikan.
Ingat bahwa mulut mu harimau mu. Pepatah ini kerap dipakai menggambarkan orang yang celaka karena berbicara tanpa berpikir. Sesungguhnya saat kita membuka mulut menelan makanan tanpa berpikir, kita juga sedang mengundang harimau. Jangan sepelekan bahaya yang dapat terjadi karena kita memakan apa yang dilarang untuk alasan kesehatan.
2. Pandang wajah pegawai yang ada di sekitar.
Kita layak malu untuk sikap tidak bersyukur dan membuang-buang makanan. Walaupun tidak berani menegur, para pegawai yang bertugas melihat apa yang kita lakukan. Mereka mengumpulkan sisa makanan kita ke tempat pembuangan dengan rasa sayang dan sedih.
Jadilah minimalis bukan hanya sebatas gaya hidup, makanlah secukupnya, nikmati semua yang tersaji dengan penuh rasa syukur dan berterima kasih.
Bumi mampu memberi makan semua isinya, namun bumi tidak mampu bertahan dari keserakahan penghuninya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H