Mohon tunggu...
Prajna Dewi
Prajna Dewi Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang terus berjuang untuk menjadi pendidik

Humaniora, parenting, edukasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hidup Menyediakan Pilihan, Ajarkan Anak Membuat Pilihan Tepat

29 Mei 2022   05:30 Diperbarui: 29 Mei 2022   09:06 1728
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orangtua mengajarkan anak menentukan pilihan (Sumber: shuttsrstock via lifestyle.kompas.com)

Sejak kecil, makanan Eko dipilihkan oleh mama, begitu juga pakaian, buku bacaan, sepatu. Sampai saat Eko harus menentukan jurusan saat kuliah, mama pun tetap bersuara keras ikut memilih. Bagaimana kalau tiba saatnya Eko berkeluarga? 

Dijamin pasti mama juga yang akan pilihkan. Mama lupa bahwa yang akan menjalani hidup berkeluarga adalah Eko, bukan mama, namun Eko sudah terlanjur kehilangan daya pilih.

Pernah dengar kata bahwa “hidup adalah pilihan?” Maksudnya bagaimana? Kita bisa pilih gitu? Mau hidup atau mau tidak hidup?" Eh ngeri kali.

Sesungguhnya kita harus pandai memilih kalau mau hidup.

Istilah kerennya decision making skill/kemampuan pengambilan keputusan, yaitu kemampuan untuk memilih satu yang terbaik dari dua atau lebih pilihan untuk mendapatkan hasil yang terbaik. 

Ketika anak masih kecil, ruang lingkup kegiatan memilihnya hanya sebatas memilih menu makanan, memilih warna pakaian, dan hal-hal ringan lainnya yang tidak akan membawa dampak negatif jika terjadi salah pilih.

Namun ketika anak beranjak dewasa, kemampuan memilih akan sangat menentukan kehidupannya. Bayangkan jika anak terpaksa kuliah pada jurusan yang tidak dia sukai akibat salah pilih. 

Begitu juga saat masuk dunia kerja, banyak keputusan-keputusan  yang harus diambilnya yang mempengaruhi perusahaan ataupun tim kerja. Apa nasibnya kalau keputusan yang dia ambil selalu salah.

Orang hidup tidak terlepas dari namanya masalah, kemampuan memecahkan masalah/problem solving skill, ditunjang oleh kemampuan memilih. 

Untuk menyelesaikan suatu masalah, terdapat beberapa alternatif cara, setiap cara memiliki implikasi masing-masing. 

Decision making skill menetukan apakah langkah yang diambil tepat, dan akan mampu mengatasi masalah atau sebaliknya, menambah keruwetan masalah.

Ooo… berarti harus ya melatih anak agar berdaya pilih. Harus! Kudu! Wajib! Tapi bagaimana caranya? Anak kecil kalau dikasih kesempatan milih kadang ngawur, semaunya sendiri mumpung diizinkan memilih. Bikin repot.

Berikut beberapa tips yang dapat diterapkan!

1. Pertegas Ruang Lingkup Pilihan

Anak perlu dijelaskan, apa yang harus dia pilih, apa batasannya. 

Jika kita mau mengajak anak membeli pakaian, pertegas jenis pakaian apa yang memang harus dia cari. Misal, “Dek, baju tidurnya sudah kekecilan semua, ayo kita cari baju tidur."

Dengan kalimat seperti ini, maka anak tahu bahwa yang harus dia pilih adalah jenis baju tidur, bukan yang lainnya, bukan baju bola, bukan pula baju pesta.

Ilustrasi mengajarkan anak membuat pilihan (Sumbe: Freepik)
Ilustrasi mengajarkan anak membuat pilihan (Sumbe: Freepik)

Membeli buah juga bisa dijadikan ajang bagi anak berlatih membuat keputusan, "Adek pilih mau beli buah apa, asal jangan pepaya karena kita sudah makan pepaya kemarin."

2. Beri Alternatif

Ada yang pernah mengeluh, “Anakku kalo di restoran disuruh milih menu, mie lagi, mie lagi. Padahal tadi pagi di rumah sudah makan mie instan."

Nah, sekarang kita izinkan dia memilih dari alternatif yang kita sediakan. “Dek, tadi pagi sudah makan mie, mama mau kita pesan makanan yang ada sayurnya. Adek mau kangkung tumis atau  capcay atau oseng buncis ?”

Dengan meminta anak memilih dari alternatif yang kita sediakan, kejadian selalu memilih mie dapat dicegah.

3. Hargai Pilihan Anak

Ketika ruang lingkup pilihan sudah disepakati, alternatif pilihan sudah disodorkan pada anak, hargai hak pilihnya, jangan diintervensi.

“Dek mau minum panas atau dingin?’, saat anak memilih es teh manis, “Eh.. jangan, Mama baru ingat, kamu semalam bilang sakit perut kan?”

Atau Saat anak memilih, “Mau, baju tidurnya yang ini” sambil menyodorkan warna kuning terang. “Aduhh Dek, itu kuningnya gonjreng amat, yang biru aja ya, lebih cakep.”

Kebiasaan kita mengintervensi membuat anak akhirnya menyerah dan bilang “terserah Mama deh”.  Maka kita sebagai orang tua juga perlu berpikir saat menawarkan pilihan.

4. Ajarkan Konsekuensi dari Pilihan

Sangat wajar jika anak kecil memilihnya sesuka hati. Kita yang perlu menjelaskan sejak awal, apa konsekuensi dari alternatif pilihan yang ada.

“Dek, ke Bogornya naik kereta atau dengan mobil ?"

“Kalau naik kereta nanti kita mesti jalan kaki dari stasiun mencari angkot untuk ke Kebun Raya."

"Kalau mobil bisa langsung parkir di Kebun Raya, tapi kita mesti balik lebih awal ke Jakartanya untuk hindari macet di tol”.

Biarkan anak mengajukan pertanyaan kalau masih belum jelas hingga dia benar paham apa konsekuensi dari pilihannya.

Sehingga jika nanti anak harus jalan mencari angkot, ataupun pulang lebih awal, dia sudah siap dan menerima kondisi itu sebagai pilihannya sendiri.

Nah, mudah bukan mengajak anak berlatih membuat pilihan?   

Tentunya tidak semua keputusan dalam keluarga perlu diserahkan kepada anak, namun keputusan tertentu dapat kita jadikan ajang berlatih bagi anak, sesuaikan dengan porsi dan kemampuan anak.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun