Mohon tunggu...
Prajna Dewi
Prajna Dewi Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang terus berjuang untuk menjadi pendidik

Humaniora, parenting, edukasi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Emak Demo Berujung Anarkis

12 April 2022   18:59 Diperbarui: 13 April 2022   12:47 327
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beredar photo dengan tag "Emak ini provokator"tampak seorang emak berpakaian warna jingga lembut, kontras dengan ekspresinya yang garang,  pada aksi demo berujung penganiayaan terhadap Ade Armando.

Emak, seorang ibu, wanita, identik dengan kasih sayang dan kehalusan. Kok bisa tetiba berubah garang?  Mengapa? Ini kan acara demo mahasiswa, siapa emak-emak ini? Dosen yang menjaga keselamatan mahasiswanya kah?  Ataukah emak ini orang yang mau menemani anaknya berdemo?  Kenapa ekspresinya begitu garang?

Berbagai pertanyaan ini mendorong jari tanganku berselancar mencari jawaban. Nah, di bawah ini ada beberapa penjelasan yang mungkin bisa menjawab keheranan pembaca kalau ada di antara pembaca ikut heran sepertiku. (Baca#kepo)

1.  Konformitas

Mataku mampir pada sebuah  teori yang sepertinya mampu menjelaskan fenomena ini, yaitu konformitas

David Myers, ahli Psikologi Sosial dalam bukunya mengemukakan bahwa tekanan kelompok dapat menimbulkan  perubahan perilaku pada individu, yang disebut dengan konformitas.

Jadi kalau di sosmed kita bisa melihat photo si emak tampil manis, tersenyum lembut di samping suaminya lalu tahu-tahu wajahnya berubah garang di antara para pendemo, itu bisa jadi merupakan fenomena konformitas. 

Mengubah sikap, perilaku agar sama dengan kelompok yang ada.

Mengikuti  kelompok mayoritas adalah hal yang umum terjadi dengan beragam alasan dibaliknya. Mulai dari takut terkucil, berharap diakui, ingin mendompleng keuntungan, ingin dianggap hebat, ingin mengejar kebenaran yang ia yakini, dan berbagai keinginan lainnya. 

Apa alasan si emak? Hanya dia dan Tuhan yang tahu.

2. Merasa "Klik"

Sebuah tulisan dari Ni Luh Anggela, berjudul "Begini Tanda Seseorang Merasa Klik dengan Orang Lain” menjadi perhatianku berikutnya. 

Artikelnya membahas penelitian yang dilakukan oleh  sebuah universitas bernama  Dartmouth College, di Hanover. 

Dari penelitian itu terungkap tanda orang “Klik”, cocok,  bisa dilihat dari kecepatan dalam memberi respon saat berbicara satu sama lain.

Jadi tidak perlu ngomong panjang lebar, mungkin baru pembukaan “Eee…”  lawan bicara sudah tahu maksudnya apa.

Semacam “telepati”, komunikasi tanpa perlu gunakan indra, baru tatapan mata sudah nyambung. 

Mungkin emak tersebut  klik dengan para mahasiswa  (maupun bukan mahasiswa)  yang berdemo. Sehingga tanpa komunikasi panjang lebar langsung mengikuti style para pendemo.

3. Bandwagon Effect

Pernah ingin ganti potongan rambut sehabis menonton film yang pemeran utamanya begitu menghipnotis? Atau tetiba memutuskan ganti panci sehabis arisan dengan emak-emak yang membahas piranti masak beracun?

Inilah yang dinamakan Bandwagon Effect dalam dunia psikologi.  

Dorongan  meniru gaya, sikap, serta perilaku orang lain. Hati-hati dengan fenomena satu ini, konon dapat menimbulkan kesalahan dalam berpikir dan mengolah informasi, yang disebut bias kognitif. Kemampuan nalar jadi terdistorsi.  Yang ujung-ujungnya memengaruhi cara menilai serta mengambil keputusan.

4 Fenomena Osilasi

Nah, ini pemikiran saya sendiri. Maaf kalau agak “maksa”, berangkat dari ilmu “cocoklogi” yang saya miliki turun temurun. 

Osilasi sendiri dalam ilmu Fisika,  secara sederhana diartikan  vibrasi/getaran, atau gerakan. 

Dalam sebuah percobaan osilasi terlihat  pendulum yang digantung dengan panjang tali yang sama dengan pendulum yang pertama digerakkan, paling cepat memberi respon, ikut bergerak dengan gerakan yang sama.

Konon terjadi disebabkan oleh perpindahan maksimum energi gerak dari satu pendulum ke yang lain dengan panjang yang sama.

Artinya, orang-orang yang memiliki pola pikir yang sama,   nilai yang sama, akan sama caranya dalam bereaksi dan menyikapi sesuatu. Sama gerak dan tindakannya karena mereka memiliki energi dan gelombang yang sama pula.

Bagaimana dengan pendulum yang berbeda panjangnya dengan pendulum pertama? Lambat laun ikut juga bergerak. Akhirnya memberikan reaksi yang sama. 

Artinya kita harus sangat berhati-hati dalam memilih kelompok, getaran energinya cepat atau lambat akan mempengaruhi cara kita berpikir dan bertindak.

Sumber:

Myers, G. D. (2010). Social Psychology. Teen Edition: McGraw-Hill Publication.

https://www.sehatq.com/artikel/bandwagon-effect#apa-itu-bandwagon-effect

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun