Mohon tunggu...
Prajna Delfina Dwayne
Prajna Delfina Dwayne Mohon Tunggu... Penulis - Lulus dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan tahun 2022. Saat ini bekerja sebagai Legal Manager and Government Relationship di Rekosistem, perusahaan pengelolaan sampah berbasis teknologi.

Tujuan publikasi di Kompasiana untuk menggali potensi sebagai penulis, melatih metode penelitian, dan memperdalam kemampuan analisis. "Learn, unlearn, relearn"

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kultur Kerja Gen Z: Tidak Seburuk yang Orang Pikirkan!

14 Juni 2024   23:53 Diperbarui: 16 Juni 2024   18:00 1886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kultur Kerja Gen Z | ILUSTRASI: Freepik/tirachardz via Kompas.com

Ia memberikan perumpamaan yang lucu, "kalau dulu saya kira masak mie instant itu sudah cepat, 12 menit dari kita mulai merebus air, telur, hingga memasukkan mie dan menunggu hingga matang. Ternyata generasi anak saya yang seumuran kalian lebih cepat lagi, cukup 2 menit untuk bisa merebus mie instant yang berada dalam cup. Mungkin generasi cucu saya langsung memasukkan mie instant dan air panas sekaligus ke mulut." Semua tertawa. 

Perumpamaan yang diberikan menggambarkan adanya perubahan jaman yang harus diakui dan diterima. Di masa kini, Gen Z mungkin tidak lagi tertarik dengan adanya 'jenjang karir' yang saklek seperti yang masih diterapkan di beberapa instansi negara. 

Bagi Gen Z kalau bisa naik jabatan dengan cepat, disusul dengan kenaikan gaji yang sesuai akan sangat dihargai. Tanpa harus menunggu dan bertahan dalam waktu yang lama di satu perusahaan untuk bisa masuk ke top management level. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa pasti ada saja yang merasa nyaman dengan kepastian dan selalu berada di zona aman. 

Tapi kenyataannya, banyak saya temui generasi seangkatan yang punya ambisi untuk terlibat lebih dalam proses bisnis perusahaan. Bahkan berani untuk menjual karyanya secara bebas tanpa khawatir tidak adanya jaminan kesehatan, tenaga kerja sebagaimana yang didapatkan oleh karyawan perusahaan (freelance). 

Hal ini selaras dengan opini menarik berjudul "Generasi 'Freelance' dan Perubahan Sosial" yang ditulis oleh Tantan Hermansah pada tanggal 21 Juni 2023. Hal ini juga merupakan salah satu dampak dari fenomena digitalisasi. 

3. Work Life Balance 

Bukan hanya bisa "Teng Go" atau kerja masuk jam 9 pulang jam 5 sore langsung tanpa adanya permintaan dari atasan untuk tetap berada di kantor untuk waktu yang agak lebih lama (lembur). 

Tapi generasi muda masa kini membutuhkan tempat mereka mendapatkan penghasilan tetap, mendukung kehidupan kami di luar jam kerja. Seperti menghargai waktu bersama keluarga; berolahraga sebelum atau sesudah bekerja, terlebih jika mendapatkan anggaran olahraga; dimudahkan untuk mengambil cuti (yang penting tidak meninggalkan tugas yang sifatnya penting begitu saja -- artinya semena-mena); dan yang saat ini paling umum ditemui sebagai warisan pandemi ialah fleksibilitas waktu dan tempat bekerja -- Work From Anywhere. 

Apabila hal ini terpenuhi, tenaga kerja pastinya lebih merasa dimanusiakan di tempat kerja. Tidak diperlakukan seperti robot atau mesin yang tidak mendapat kepedulian dan perhatian lebih dari sesama manusia. Dampaknya, tenaga kerja yang merasa lebih santai dalam bekerja, tidak tertekan akan memberikan perlakuan yang positif pula terhadap dirinya sendiri dan sekitarnya. 

Satu lagi ilmu yang saya kutip dari Pak Pambudi, "Tidak ada orang yang expert dalam bisnis hari ini. Semuanya harus siap belajar hal yang baru karena kita sedang menghadapi banyak ketidakpastian. Maka kita harus siap".  Untuk bisa siap, generasi muda menolak segala bentuk anarkisme, melainkan kami ingin menyembuhkan luka dan tidak melukai diri sendiri, luka sekitar, dan dunia ini (seperti lagunya Michael Jackson - Heal The World). 

Kami senang dengan desain kantor start-up yang menyenangkan dengan diadakannya video game dan sarana bermain lainnya; nyaman dengan diadakannya kursi malas hingga standing desk atau meja yang mengakomodasi kebutuhan pekerja sehingga dapat bekerja sambil berdiri; memiliki dapur yang lengkap dengan camilan dan kafein atau minuman ringan; gedung perkantoran hijau; dan lain sebagainya sesuai dengan kreativitas masing-masing perusahaan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun