Ini dikenal dengan makna tekstual, berarti keterhubungan antara kata demi kata, frasa demi frasa, klausa demi klausa, kalimat demi kalimat, serta  bait demi bait dalam isi puisi tersebut yang melahirkan kohesi (kesatuan) dan koherensi (keterkaitan/keterhubungan).Â
Oleh karenanya, dapat membentuk wacana yang ingin dibangun dalam proses penciptaan karya sastra sehingga makna yang dilahirkan jelas. tidak ambigu dan tidak menimbulkan multi tafsir bagi penulis maupun pembaca.Â
Sewalaupun beberapa sastrawan seperti sapardi djoko damono pernah mengatakan bahwa sastra yang multi tafsir justru lebih mudah diingat karena dapat dijadikan bahan perbincangan hangat dan tidak berhenti dibahas.
Dalam karya sastra, makna tekstual sangat erat kaitannya dengan makna yang ingin disampaikan oleh penulis karya sastra tersebut.
Beberapa mahasiswa sastra umumnya dan mungkin juga orang-orang awam sastra ataupun yang tidak terlalu berkecimpung di dunia sastra mengalami kesalahan umum dalam menafsirkan karya sastra yakni lebih menitikberatkan pada siapa penulis puisi tersebut?Â
Unsur ekstrinsik sastra ini dapat juga dijadikan acuan dalam mengkaji karya sastra tetapi bukanlah patokan utama.Â
Dibandingkan dengan melihat siapa penulis karya sastra, pertanyaan berupa "bagaimana situasi sosial saat karya sastra ini diciptakan?" "apa konteks situasional yang sedang terjadi ketika puisi ini dibacakan?" lebih dianjurkan.Â
Pertanyaan atau pengkajian yang mengarah kepada konteks puisi biasa dikenal dengan makna kontekstual. Dalam kajian kesusastraan lama makna kontekstual biasa dikenal dengan nama makna eksternal. Perhatikan puisi dibawah ini Â
Malam lebaran
Rembulan di atas kuburan
Â