Mohon tunggu...
Pradita Maharani Putri
Pradita Maharani Putri Mohon Tunggu... Lainnya - Menulis

https://praditasaja.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Lift Bertanda Silang Merah

11 Januari 2019   13:21 Diperbarui: 11 Januari 2019   13:35 142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Penjelasan itu sudah sangat cukup untuk membuatku merinding. Rasa penasaranku sudah terjawab lebih dari cukup, kurasa. Pantas saja suster Dina menyangka aku bicara sendiri tadi malam. Pantas saja sosok cantik itu tidak menjawab ketika aku bertanya padanya. Pantas saja aku melihat jas dengan lambang rumah sakit ini di tangan kirinya. Sudah, cukup. Aku mulai takut.

Malamnya, aku teringat kembali akan penjelasan suster Dina. Sulit rasanya memejamkan mata. Waktu menunjukkan 3 menit menjelang jam sembilan. Dan ketakutanku semakin bertambah.

Jam sembilan lebih dua menit, aku mendengar suara langkah kaki dengan sepatu berhak cukup tinggi. Tok...tok...tok.... Dan berhenti di depan pintu kamar Rosi. Dan terdengar dengan sangat jelas,

"Selamat tidur, semoga lekas sembuh." Dan suara langkah kaki itu menjauh.

Keringat di keningku mengalir semakin deras. Detak jantung dan nafasku sepertinya tak lagi teratur. Kulirik Rosi, dia sudah lebih dulu terlelap. Butuh waktu cukup lama sebelum aku tertidur diantara ketakutanku.

Esoknya, aku menceritakan kejadian semalam pada Rosi. Tapi dia bukan tipe orang yang percaya begitu saja tanpa bukti nyata yang ia lihat atau rasakan sendiri.

"Mungkin kamu terlalu dalam memasuki cerita suster Dina kemarin, Sonia" itu katanya.

Selama ini, akupun tak percaya pada hantu, atau apalah yang semacamnya. Tapi kali ini, aku percaya. Sungguh.

Dan selepas matahari terbenam, aku memutuskan untuk pulang. Karena ada pekerjaan rumah yang belum kukerjakan sementara besok harus dikumpulkan. Setelah berpamitan dengan Rosi, aku berjalan menuju lift. Dan mendengar suara sepatu di belakangku. Tok...tok...tok.... Aku menelan ludah. Pahit. Aku buru-buru masuk ke dalam lift bersama dengan beberapa orang lainnya. Aku sedikit merasa lega saat mengetahui separuh diantara orang tersebut memiliki tujuan yang sama denganku ke lantai 1. Setelah keluar, iseng aku melihat kearah lift bertanda silang.

Seorang wanita dengan baju terusan model lama melihatku. Tersenyum, dan melambaikan tangan padaku. Langkahku terhenti seketika. Lift itu terbuka. Ia keluar dari lift itu. Dan kulihat kakinya, ada darah mengalir keluar dari sepatunya, dan meninggalkan genangan darah.

Itu dia. Itu suster Ningrum. Kakiku lemas saat itu juga. Semuanya menjadi gelap. Dan aku tak ingat apa-apa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun