Saya terus saja mblusuk bermodal peta sambil mencocokkan gambar rumah tua yang ada di peta dengan rumah aslinya. Beberapa kali singgah di spot yang menarik untuk di foto. Terutama di sekitar sungai yang membelah kampung. Rumah-rumah tua di sini konon dibangun sejak era kolonial. Dan sedikit informasi yang saya dapat, kawasan Kajoetangan merupakan pusat bisnis utama Kota Malang di era kolonial.
Kampungnya cukup sepi. Mungkin karena masih tengah hari. Hanya segelintir pengunjung yang tampak asyik berfoto. Rumah-rumah tuanya pun ditutup. Sebenarnya jumlah rumah tuanya tidak seberapa jika dibandingkan dengan rumah-rumah 'baru'-nya. Tapi karena kampungnya dikelola sebagai tujuan wisata, saya jadi merasa nyaman walau hanya berkeliling di sini.Â
Di pintu keluar yang dekat dengan alun-alun ada rumah yang  penuh dengan barang-barang antik seperti lampu, kursi, peralatan rumah tangga, kaset pita, hingga elektronik jadul. Mengambil gambar sejenak di sini tentu wajib hukumnya.
Ternyata waktu saya terbunuh cukup efektif di sini. Saya sampai di pintu keluar tepat sebelum waktu check in. Saya segera menuju hotel, tentu saja untuk hibernasi.
Hari berikutnya, dengan motor sewaan tujuan saya adalah city tour di Malang kemudian dilanjutkan ke Kota Batu. Sebenarnya saya merencanakan untuk car free day di Jalan Ijen yang dikenal sebagai ex-kota tuanya Malang. Tapi, seperti biasa rencana car free day selalu tinggalah rencana. Saya bahkan baru sarapan jam 9 pagi. Hehehe.
Di Malang memang tak begitu banyak tempat wisata yang saya tahu selain taman-taman, kampung tematik, dan sedikit museum. Saya memilih museum. Tiga museum yang masuk rencana yaitu Museum Musik Indonesia, Museum Bentoel, dan Museum Brawijaya.
Pertama saya ke Museum Musik Indonesia. Namun sayang sekali museumnya tutup karena yang jaga belum datang. Padahal museum yang memang sangat tersegmentasi ini infonya menyimpan artefak karya-karya dari lini masa musik Indonesia. Khususnya yang jadul-jadul.
Lanjut ke museum selanjutnya, Museum Bentoel. Ya, benar, ini merupakan museum perusahaan rokok asal Malang. Selain sebagai merek rokok, nama Bentoel juga bersejarah di kancah musik Indonesia, lho. Pada tahun 70an, group band bernama Bentoel mencatatkan namanya sebagai salah satu band rock hebat di Tanah Air.Â
Saya sih tak tahu lagunya. Namun yang saya tahu, di kemudian hari, gitaris dan drummernya yaitu Ian Antono dan Teddy Sujaya bergabung dengan God of Rock-nya Indonesia, God Bless. Mereka berdua andil pada masa kejayaan God Bless yang menghasilkan album-album legenda seperti Cermin (1980) dan Semut Hitam (1988). Bahkan Ian Antono hingga kini masih jadi punggawa God Bless yang di tahun 2019 ini berusia 45 tahun. Salute.
Kembali ke Bentoel sebagai museum dan merk rokok. Museum ini terletak di kawasan Pasar Besar Kota Malang. Sudah bisa diduga museumnya sepi walaupun masuknya gratis. Siang itu pengunjungnya hanya saya dan pacar saya. Untuk berkeliling semua sudutnya dibutuhkan waktu cukup lumayan... 30 menit cukup. Hehehe. Isi museumnya adalah perjalanan Bentoel sebagai perusahaan rokok dari mulai dirintis hingga saat ini yang sudah "go International" alias sahamnya dimiliki group usaha luar negeri.