Namun, perang tidak benar-benar berakhir sampai kemudian Pemerintah Kerjaan Belanda tiba di Toraja, sehingga membuat dua kubu yang bertikai itu memilih berdamai dan bekerja sama mengusir penjajah. Akhir perang kopi ini sekaligus menjadi contoh kecil bentuk persatuan bangsa, yang sekarang disebut Indonesia, dalam mengusir orang asing yang mau berkuasa.
Tak sedikit cerita seperti ini hadir pada zaman perjuangan, seperti akhir perang Padri yang melibatkan Kaum Adat dan Kaum Padri (agama) pimpinan Tuanku Imam Bonjol yang memutuskan bersatu melawan Belanda, alih-alih terus berperang antar saudara setanah air.
Kopi di gelas saya perlahan habis. Begitu juga dengan matahari yang perlahan meredup. Petang itu, dengan penuh rasa terima kasih atas cerita yang menarik kami berpamitan. Saya dan teman-teman berniat memberi sedikit "hadiah terima kasih" pada Bu Marla, tapi ketulusan beliau bercerita lebih kuat dan tentu saja menolak.
"Daripada dikasi ke saya, lebih baik kalau ketemu panti asuhan, disumbangkan ke sana saja," sebuah penolakan yang sangat bagus. Kami berpamitan pulang dan saya merasa sore itu sangat menyenangkan, sederhana dan bersahaja walaupun dalam keadaan sangat lelah. Oh iya, di kemudian hari, amanah Bu Marla untuk menyumbangkan uang tersebut benar-benar kami jalankan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H