Museum Kata
Tak jauh dari lokasi replika SD Muhammadiyah, jejak Laskar Pelangi juga tersimpan di sini. Museum Kata Andrea Hirata mewarnai salah satu sudut desa Gantong. Selain karena isi dari museumnya, bangunan sederhana yang dicat warna-warni itu, literally mewarnai perkampungan.
Museum ini didirikan oleh Andrea pada tahun 2010 setelah ia berkesempatan menempuh pendidikan di Amerika. Andrea terinspirasi sebuah museum dengan format sama yaitu The Mark Twain Boyhood Home and Museum di Missouri, Amerika Serikat. Konon di Amerika sudah ada lebih dari 100 museum kata, dan Museum Kata Andrea ini menjadi yang pertama di Indonesia.
Pengunjung akan membaca dan melihat ratusan kalimat bijak nan inspiratif dari beragam genre literatur seperti musik, film, seni, dan tentu saja buku. Ruang-ruangnya dipenuhi kutipan, lukisan, foto, kliping, dan pernak-pernik hiasan lainnya yang menurut saya menjadikan tiap ruangnya menyenangkan.
Beberapa ruang dikhusukan seperti semacam Thropy Room di stadion olahraga, untuk memajang kesuksesan novel dan film Laskar Pelangi. Tiap tokoh utamanya diberi ruang. Ada ruang Ikal, Lintang, dan Mahar. Saya cukup terkejut dan bangga karena ternyata kesuksesan Laskar Pelangi juga merambah banyak negara dan bahasa. Selama ini saya hanya tahu Tetralogi Pulau Buru-nya Pramoedya Ananta Toer sebagai novel dengan terjemahan bahasa asing terbanyak.
Ruang lain banyak memajang karya kata-kata dari berbagai belahan dunia. Bahkan quote dari tokoh-tokoh besar seperti Muhammad Ali pun ada. Tapi saya merasa karya dari dalam negeri malah kurang tersaji.
Sedikit saya tahu, novel Laskar Pelangi menjadi salah satu yang terbesar di tahun 2000-an atau pasca reformasi. Laskar Pelangi juga menjadi pionir karya-karya sastra (novel) inspiratif yang di tahun-tahun berikutnya menjadi genre yang populer. Karya yang santun, tanpa tendesi, tidak seronok maupun ‘wangi’, unsur intrinsik yang ringan, pesan yang inspiratif dan dibuat untuk dijangkau semua kalangan bermunculan kemudian.
Pada akhirnya kunjungan saya ke dua peninggalan Laskar Pelangi itu memang memberikan kesan yang menyenangkan. Diluar interpretasi saya yang memang mencoba sedikit lebih mencermati tempat-tempat yang saya kunjungi, tidak berlebihan rasanya menjadikan Laskar Pelangi sebagai kebanggaan masyarakat Belitung dan tentu saja Indonesia. Apresiasi karya sastra yang begitu besar di Indonesia yang pernah saya tahu.
Saya pun ikut larut dalam hingar bingarnya kala itu. Walaupun sudah lama berlalu, semangat berani bermimpi dan bercita-cita yang dituangkan menjadi kata-kata dalam Laskar Pelangi masih terus hidup hingga saat ini. Terbukti, Laskar Pelangi memang takkan terikat waktu.