Girikikis, Wonogiri - Gas LPG merupakan kebutuhan sehari-hari yang krusial guna memenuhi kebutuhan pangan manusia. Pada saat-saat kelangkaan gas LPG akibat permintaan masyarakat yang melebihi penawaran dan persediaan gas LPG yang ada tentunya membuat harga gas LPG meningkat sehingga tak terjangkau bagi sebagian kalangan masyarakat.Â
Kenaikan harga gas LPG tentunya akan meningkatkan harga pada umumnya sehingga akan berujung pada inflasi. Hal tersebut merupakan akibat gas LPG merupakan salah satu komponen krusial dalam aktifitas sehari-hari sehingga pada ujungnya berakibat pada kalangan rumah tangga terpaksa mengeluarkan biaya tambahan hingga UMKM meningkatkan harga jual untuk menkompensasi kenaikan harga gas LPG (cost push inflation).
Sebagai upaya untuk menanggulangi kemungkinan terjadinya kelangkaan gas LPG, mahasiswa Universitas Diponegoro dalam kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) memberikan solusi bagi warga Girikikis yakni sosialisasi dan aplikasi pengolahan biogas dari kotoran sapi yang dilaksanakan di kediaman ketua RT Desa Tameng. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar masyarakat Girikikis yang menjadi lokasi KKN memelihara sapi, namun kotoran yang dihasilkan sapi dibiarkan begitu saja dan dibuang sekali tiap tahun.Â
Dengan bahan dasar yang terkesan sepele, mahasiswa KKN Universitas Diponegoro 'menyulap' kotoran sapi menjadi biogas dengan menggunakan tabung digester sederhana. Tabung digester sederhana tersebut antara lain: (1) tong air kedap udara, (2) pipa dan sambungan PVC, (3) lem epoxy, serta (4) alat penyalur biogas.Â
Secara konsep, biogas merupakan hasil pemisahan dari kotoran sapi. tabung digester berfungsi sebagai tempat pemisahan biogas dari kotoran sapi, serta tempat untuk menampung dan pengaliran biogas. Setelah kotoran sapi dimasukan dalam tabung digester tersebut, kotoran sapi dibiarkan selama lima hingga tujuh hari agar proses pemisahan terjadi. Setelah proses tersebut, biogas akan mengalir dari tabung digester ke penyaluran sesuai kebutuhan.Â
Implikasi dari penggunaan biogas, selain mendaur ulang sisa kotoran ternak yang mendukung aplikasi green and renewable energy (energi hijau yang terbarukan) adalah penekanan biaya dan harapannya dapat menjadi pertambahan nilai dari kotoran yang terkesan sepele menjadi bahan siap jual, dimana hal tersebut dapat ditiru oleh masyakat pada umumnya.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H