Mohon tunggu...
Pradana Arif Kurniawan
Pradana Arif Kurniawan Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Mercubuana

“Words are singularly the most powerful force available to humanity. We can choose to use this force constructively with words of encouragement, or destructively using words of despair. Words have energy and power with the ability to help, to heal, to hinder, to hurt, to harm, to humiliate and to humble.”

Selanjutnya

Tutup

Money

Tugas Mata Kuliah Prof Dr Apollo (Daito): "Pajak Penghasilan dari Ekonomi Digital atas Transaksi Lintas Batas (Cross-Border)"

19 Mei 2020   20:18 Diperbarui: 19 Mei 2020   20:17 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

c) Teori Kontraktual, menyatakan bahwa pemajakan sepertinya merupakan pembayaran atas barang dan jasa yang diterima dari negara pemungut pajak berdasarkan anggapan adanya kontrak (perjanjian tak tertulis) antara pemegang yurisdiksi pemajakan dengan subjek pajak.

d) Teori Soverenitas, menyatakan bahwa pemajakan adalah suatu bentuk pelaksanaan dari yurisdiksi yang merupakan atribut (kelengkapan) dari soverenitas (kedaulatan). Sumber dari hak pemajakan (taxing rights) suatu negara berasal dari soverenitas (kedaulatan) negara tersebut. Berbeda dengan teori etis atau retributive, teori soverinitas cenderung memberikan justifikasi pemajakan berdasarkan keterkaitan politis (political allegiance). Yurisdiksi terbagi menjadi dua, yaitu yurisdiksi status (penduduk atau kewarganegaraan) dan yurisdiksi sumber (Rosdiana and Irianto, 2012).

A. Yuridikasi Status (Penduduk atau Kewarganegaraan)

Secara umum, kewenangan suatu negara untuk mengenakan pajak didasarkan pada dua hal, yaitu berdasarkan status pembayara pajak dan sumber penghasilan. Berdasarkan status principle, negara berhak untuk mengenakan pajak karena orang pribadi atau badan tersebut berdomisili di negara yang bersangkutan (domicile atau residence jurisdiction) Penentuan subjek pajak dalam negeri yang didasarkan atas tempat tinggal atau keberadaan orang pribadi yang bersangkutan di suatu negara, disebut juga sebagai residence criterion atau fiscal domicile criterion. Selain residence criterion, suatu negara juga dapat menggunakan incorporation criterion  atau citizenship criterion terhadap pembayar pajak yang berbentuk Yurisdiksi pemajakan berdasarkan kriteria penduduk atau domisili antara lain didasari oleh asas manfaat (benefit principle). Artinya hak pemajakan terjadi karena pembayar pajak menerima manfaat atas biaya yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah untuk mengadakan infrastruktur, menyelenggarakan Pendidikan, kebudayaan dan aktivitas pemerintah lainnya. Indonesia menganut domicile principle menurut [Rosdiana dan Irianto, 2012]  sesuai dengan Pasal 2 ayat (3) huruf a UU PPh yang berbunyi: “Yang dimaksud Subjek Pajak dalam negeri adalah orang pribadi yang bertempat tinggal di Indonesia atau orang pribadi yang berada di Indonesia lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, atau orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat untuk bertempat tinggal di Indonesia”.

B. Yuridikasi Sumber

Secara umum yurisdiksi sumber dianggap lebih utama daripada yurisdiksi domisili. Dengan argumen, faktor pemroduksi penghasilan terletak di negara sumber dan kemungkinan negara tersebut telah memberikan perlindungan dan menciptakan keadaan yang mendukung produksi penghasilan, maka negara tersebut mempunyai hak pertama dan utama untuk memajaki penghasilan tersebut. Dua penentuan sumber penghasilan, yaitu penghasilan itu sendiri dan penentuan sumber penghasilan berdasarkan ketentuan perpajakan dari suatu negara Sedangkan Ongwamuhana berpendapat bahwa yurisdiksi sumber mendasarkan pada suatu asumsi bahwa negara sumber memberikan kontribusi kepada perusahaan milik bukan WPDN untuk memperoleh penghasilan dari negara tersebut [Gunadi,2007]. Indonesia menganut source principle menurut [Rosdiana and Irianto, 2012] sebagaimana tersirat dalam Pasal 26 ayat (1) UU PPh, yaitu  “Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, yang dibayarkan atau yang terutang oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, kepada wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia.

Pajak Subjektif  

Pajak yang memerhatikan keadaan wajib pajak, yaitu untuk menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan yang objektif yang berhubungan erat dengan keadaan materialnya, yaitu yang disebut dengan gaya pikul (ability to-pay)

Income-Based Taxation  

Income-based taxation dikenakan langsung terhadap penghasilan begitu penghasilan tersebut diterima atau diperoleh oleh wajib pajak. Hal ini menyebabkan pengahasilan untuk saving menjadi berkurang

Konsepsi Bentuk Usaha Tetap (Permanent Establishment)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun