Mohon tunggu...
Pradana Arif Kurniawan
Pradana Arif Kurniawan Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa Pascasarjana Magister Akuntansi Universitas Mercubuana

“Words are singularly the most powerful force available to humanity. We can choose to use this force constructively with words of encouragement, or destructively using words of despair. Words have energy and power with the ability to help, to heal, to hinder, to hurt, to harm, to humiliate and to humble.”

Selanjutnya

Tutup

Money

Tugas Mata Kuliah Prof Dr Apollo (Daito): Corona Mendera, Kebijakan Pajak Berubah

12 April 2020   10:21 Diperbarui: 12 April 2020   10:37 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saat ini negara Indonesia bahkan dunia sedang ditimpa wabah pandemi virus corona (COVID 19). Semakin hari jumlah pasien yang positif terinfeksi Virus Corona (Covid-19) semakin bertambah dan penyebarannya semakin luas.

Kita menyadari pencegahan penyebaran virus Corona (Covid 19) tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah melainkan menjadi tanggung jawab kita semua sebagai elemen bangsa. 

Setoran dari wajib pajak menjadi sangat penting untuk mengatasi permasalahan tersebut. Setiap setoran pajak dari wajib pajak saat ini sangat penting untuk menanggulangi penyebaran virus Corona. 

Apalagi, mayoritas pendanaan belanja pemerintah berasal dari setoran dari wajib pajak. Penerimaan pajak saat ini difokukuskan terutama untuk penyediaan fasilitas kesehatan dalam menghadapi wabah virus corona seperti membangun rumah sakit, pengadaan peralatan untuk tenaga kesehatan dan medis baik dipusat maupun didaerah seperti masker, pakaian APD , sanitizer dll, serta untuk membiayai kebijakan pemerintah lainnya dalam rangka menanggulangi dan mempercepat penyelesaian wabah virus Corona ini.

Pajak di Indonesia merupakan sumber pembiayaan utama dan dapat diandalkan untuk belanja rutin kenegaraan hingga belanja untuk kondisi urgent seperti sekarang ini, yakni untuk belanja dibidang Kesehatan, sosial serta stimulus dunia usaha. 

Namun pajak di Indonesia masih memiliki permasalahan yaitu jumlah angka penerimaan pajak yang tidak sesuai dengan target penerimaan dimana tax ratio masih relatif lebih kecil. 

Hingga 5 tahun terakhir tax ratio Indonesia hanya berkisar diangka 10–12 persen,yang berarti potensi yang bisa dikumpulkan negara dari sektor perpajakan selama 5 tahun terakhir hanya berkisar diangka 10-12 persen dari keseluruhan aktivitas ekonomi Indonesia, sehingga akhirnya akan sangat  berdampak terhadap pendapatan negara berasal dari pajak.

Target penerimaan pajak ini akan semakin meleset dari target di tahun 2020 seiring dampak penyebaran virus corona yang semakin luas. Dalam APBN 2020 ini , pemerintah menargetkan penerimaan pajak mencapai Rp 1.680 triliun. 

Hal ini menjadi sulit dicapai ditengah merebaknya wabah virus corona ini apalagi dengan ditambah  paket kebijakan stimulus fiskal yang akan dikeluarkan pemerintah sebagai upaya menghadapi masalah ekonomi akibat penyebaran virus corona juga akan menjadi beban tersendiri. 

Namun atas rasa keadilan stimulus fiskal tersebut tetap harus diberikan sebagai alternative win win solution agar pelaku usaha ataupun wajib pajak sedikit dapat bernafas lega atas kondisi ini, namun dari segi pemerintah tetap memperoleh penerimaan dari wajib pajak.

Kebijakan stimulus fiskal  ini menjadi kebijakan prioritas dari  Presiden Jokowi yaitu dengan mengumumkan  untuk menambah alokasi belanja dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk mengatasi dampak virus corona terhadap perekonomian nasional sebesar Rp 405 triliun pada akhir maret 2020. 

Rincian total stimulus Rp 405 triliun terdiri Rp 110 triliun untuk program perlindungan sosial dan Rp 75 triliun untuk kesehatan. Sementara Rp 150 triliun dialokasikan bagi pemulihan ekonomi dan Rp 70,1 triliun insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR). 

Akibatnya  dana extra ordinary ini cukup membuat defisit anggaran hingga 5,07%. Pemerintah berharap dengan mengeluarkan PerPu akan membuat kebijakan ini memiliki kekuatan hukum karena dipastikan pemerintah  pada kondisi sekarang ini membutuhkan relaksasi kebijakan defisit APBN di atas 3%, paling tidak selama tiga tahun kedepan.

Dokpri
Dokpri
Pemerintah telah mengeluarkan PerPu Nomor 1 Tahun 2020 sebagai produk hukum tehadap Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atas Stabilitas Sistem Keuangan. 

Perppu ini memuat berbagai kebijakan keuangan negara, termasuk bidang perpajakan, dan sektor keuangan demi mencegah keadaan krisis akibat wabah virus Corona. 

Selain itu diperkuat dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia (PMK) Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona

Adapun insentif pajak sebagai  langkah pencegahan krisis ekonomi dan keuangan yang diberikan Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan yang diberlakukan sementara selama pandemik berlangsung antara lain :

1. Insentif PPh Pasal 21

Adapun Insentif yang diberikan berupa pembebasan setoran PPh Pasal 21 yaitu selama masa pajak April 2020 sd masa pajak September 2020. Ada beberapa kriteria antara lain  khusus untuk perusahaan dengan memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) yang tercantum dalam PMK Nomor 23/PMK.03/2020 dan telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE (Kemudahan Impor Tujuan Ekspor). 

Selain itu, syarat lain hanya untuk pegawai yang memilliki NPWP dan menerima penghasilan bruto bersifat tetap tidak lebih dari Rp200 juta.  PPh Pasal 21 ditanggung pemerintah ini harus dibayarkan oleh perusahaan secara tunai kepada karyawannya saat pembayaran penghasilannya.

Sehingga pendapatan  full yang diterima karyawan tanpa dipotong PPH 21. Perusahaan harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala KPP terdaftar jika ingin mengajukan insentif ini dengan menggunakan format yang tersedia dan dibagi menjadi dua periode penyampain yaitu: 1) Masa Pajak April sd Juni 2020 paling lambat tanggal 20 Juli 2020 2) Masa Pajak Juli sampai dengan September paling lambat tanggal 20 Oktober.

2. Insentif PPh Pasal 22 Impor

Insentif yang diberikan berupa pembebasan PPh Pasal 22 Impor selama 6 bulan pada perusahaan yang memiliki kode klasifikasi lapangan usaha sesuai yang tercantum dalam PMK Nomor 23/PMK.03/2020, dan telah ditetapkan sebagai Perusahaan KITE.. 

Perusahaan wajib membuat pengajuan secara tertulis kepada Kepala KPP terdaftar menggunakan formulir yang telah tersedia untuk mendapatkan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemungutan PPh Pasal 22 Impor, sekaligus melampirkan Keputusan Menteri Keuangan sebagai dasar perusahaan mendapatkan fasilitas KITE. 

Selanjutnya KPP terdaftar akan menerbitkan surat keterangan yang berisi berhak atau tidaknya perusahaan tersebut  mendapatkan insentif pembebasan PPh Pasal 22 Impor. Surat Keterangan Bebas akan diterbitkan dan berlaku sejak diterbitkan sampai dengan 30 September 2020 jika dalam hal ini  perusahaan berhak mendapatkan pembebasan pemungutan PPh Pasal 22 Impor. 

Perusahaan harus menyampaikan laporan realisasi pembebasan menggunakan formulir yang tersedia yaitu pada tanggal : 1) Masa Pajak April sampai Juni 2020 paling lambat disampaikan tanggal 20 Juli 2020   2) Masa Pajak Juli sampai dengan September 2020 paling lambat disampaikan tanggal 20 Oktober 2020.

3. Insentif Angsuran PPh Pasal 25

Selama 6 bulan Pemerintah juga memberikan pengurangan PPh Pasal 25 yaitu sebesar 30%  bagi perusahaan yang memenuhi kriteria sama pada poin sebelumnya. 

Syaratnya antara lain perusahaan harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala KPP terdaftar mengenai pengurangan tersebut menggunakan format yang tersedia. 

Perusahaan akan mendapatkan jawaban dari Kepala KPP melalui surat pemberitahuan mengenai berhak atau tidaknya perusahaan  mendapatkan pengurangan ini. 

Perusahaan yang dinyatakan berhak mendapatkan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 wajib menyampaikan laporan kepada Kepala KPP terdaftar menggunakan formulir yang tersedia. 

Dengan ketentuan waktu disampaikan: 1) Masa Pajak April sampai dengan Juni 2020 paling lambat tanggal 20 Juli 2020   2)Masa Pajak Juli sampai dengan September 2020 paling lambat tanggal 20 Oktober 2020.

4. Insentif PPN

Terakhir insentif PPN yang diberikan oleh pemerintah berupa percepatan restitusi selama 6 bulan. Perusahaan yang dapat memanfaatkan ini adalah dengan klasifikasi lapangan usaha seperti yang tercantum dalam PMK, ditetapkan sebagai perusahaan KITE, Selain itu PKP tersebut memiliki lebih bayar restitusi paling banyak Rp5 miliar. Perusahaan yang memenuhi kriteria tersebut dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak sebagai PKP berisiko rendah.

Perusahaan harus melampirkan ketetapan perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE dari Kementrian Keuangan, dalam SPT Masa PPN yang diajukan permohonan pengembalian pendahuluan. 

Untuk masa pajak sejak berlakunya peraturan menteri sampai dengan masa pajak September 2020, harus disampaikan paling lambat 31 Oktober 2020,meliputi SPT Masa PPN termasuk pembetulan SPT Masa PPN,.

Kebijakan  perpajakan lainnya yang diterapkan pemerintah dalam mengurangi dampak ekonomi selama Pandemik Covid-19 selain insentif pajak ada beberapa  bentuk relaksasi yang diberikan kepada pelaku usaha dan wajib pajak di antaranya:

1. Pengurangan Tarif PPH Badan Dalam Negeri

Pemerintah memberlakukan kebijakan  penurunan tarif umum PPh Badan yang semula 25%, menjadi 22% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu menjadi 20% pada tahun pajak 2022. 

Perusahaan dengan bentuk Perseroan Terbuka (Go Public) dengan kriteria paling sedikit 40%, jumlah keseluruhan saham yang diperdagangkan di BEI dan memenuhi syarat tertentu, dapat memperoleh tarif 3% lebih rendah dari tarif umum PPh Badan. Sehingga tarif PPh Badan Go Public sebesar 19% untuk tahun pajak 2020 dan 2021, lalu 17% mulai tahun pajak 2022.

2. Pembebasan dan Keringan Bea Masuk atas Pemberian Fasilitas Kepabeanan atas Wewenang  Menteri Keuangan

Dalam rangka penanganan pandemik Covid-19, dan/atau menghadapi ancaman yang  membahayakan perekonomian nasional, Menteri Keuangan memiliki wewenang untuk memberikan fasilitas kepabeanan berupa pembebasan atau keringanan bea masuk

3. Pemajakan atas Kegiatan Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE)

Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak oleh platform luar negeri melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) akan dipungut PPN oleh pemerintah.. Selain itu  transaksi elektronik atas kegiatan PMSE oleh subjek pajak luar negeri yang memiliki kehadiran ekonomi signifikan di Indonesia Pemerintah akan memungut PPh atau pajak PPN.

4. Perpanjangan Waktu Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan

DJP telah mengumumkan bahwa batas pelaporan dan pembayaran SPT Tahunan Pribadi yang semula tanggal 31 Maret 2020, menjadi 30 April 2020. Sedangkan untuk batas pelaporan SPT Masa PPh Pot/Put Februari 2020 mundur sampai dengan tanggal 30 April 2020. Pemerintah sebelumnya juga telah mengeluarkan kebijakan memperpanjang masa lapor SPT Tahunan Pribadi dan SPT Masa PPh

Seluruh administrasi perpajakan baik kewajiban pembayaran dan pelaporan pajak didorong secara online dan dapat diakses melalui www.pajak.go.id karena adanya pembatasan pelayanan melalui tatap muka untuk sementara waktu. Hal ini dilakukan agar penyebaran virus corona dapat segera diputus mata rantainya dan mendukung program pemerintah untuk stay at home.

Dapat disimpulkan bahwa pandemik virus Corona telah mengancam secara keseluruhan aktivitas ekonomi global. Sebagian besar negara dunia juga mengalami krisis dari seluruh sektor, terutama keuangan dan kesehatan, termasuk juga Indonesia.. 

Melalui kebijakan pemerintah melalui insentif dan relaksasi pajak, bersama dengan sejumlah kebijakan lainnya  diharapkan dapat menyelamatkan perekonomian nasional dan menjaga kestabilan sistem keuangan. Karena pajak harus menganut prinsip-prinsip pemajakan terbaik yang diuraikan oleh Adam Smith dalam bukunya Wealth Nation yaitu 1) Prinsip Keadilan (equality)  2) Prinsip Kepastian (certainty)  3) Prinsip Kenyamanan (convenience) dan 4) Prinsip Ekonomi (economy).

Peran dan kehadiran pemerintah harus senantiasa dirasakan oleh semua lapisan masyarakat apalagi pada masa-masa sulit seperti sekarang. Pemerintah diibaratkan sebagai orang tua dan anak diibaratkan sebagai rakyat, yang senantiasa tetap berpegangan dan berusahan untuk bangkit agar dapat keluar dari badai krisi ini. Akhirnya mari kita tetap patuh menjalankan kewajiban perpajakan untuk menyelamatkan perekonomian nasional dan kembali bangkit.

Daftar Pustaka: [1] [2] [3] [4] [5] [6]

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun