Perempuan bekerja
Oleh: MulyaÂ
Namanya Engkah, nama yang biasa di akhirnya walaupun nama tersebut bukan nama yang sebenarnya. Mereka akui Engkah dalam pengakuannya. Nama ini pula yang memecahkan situasi banyak kondisi perempuan bekerja dibawah standar.Â
Ini problem di semua para perempuan dalam memenuhi kebutuhannya. Ekonomi memang jadi standar dimana seseorang akan berdaya, namun dengan ekonomi yang tidak standar mereka bahkan jatuh pada keadaan yang bermasalah.Â
Ya itu kondisi para perempuan di kota-kota berkembang, kota dimana ada banyak peralihan dari model transmigrasi menjadi kota administratif yang memunculkan kondisi perempuan bekerja dan sebagian lagi bekerja dibawah standar.Â
Oleh karena itu, perempuan yang itu kondisi dimana mereka memenuhi pendapatan dengan bekerja dan perempuan bekerja dibawah standar pun memenuhi pendapatan yang tak kunjung terpenuhinya, dan disinilah masalah yang harus di pecahkan bersama.Â
Upah yang minim
Problem utama perempuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya ada pada upah yang tidak layak, suara dunia telah banyak menyadarkan bagaimana standar upah mereka dan bagaimana pula perlindungan buat mereka.Â
Teori gender dan emansipasi tidak mampu sampai hari ini memperjuangkan mereka, studi Pekka saja menemukan adanya ketimpangan ekonomi, sosial, pendidikan dan kesehatan jadi problem yang harus di pecahkan. Intinya suara dunia belum mempu berpihak padanya.Â
Gagasan kesalingan para aktivis perempuan juga sama belum mampu merubah keadaan, undangan-undangan tentang perempuan masih jadi batu sandungan bagaimana upah mereka apakah layak di standar kan atau malah tetap pada stigma perempuan itu saja. Hemm
Selain itu wacana politik perempuan baru bisa dicapai di bagian legislatif saja, 30 Prosen menjadi poin utama yang harus dipenuhi oleh semua partai politik, hasilnya mereka memasang perempuan sebagai calon legislatif, yang terpilih ada dan hasilnya masih kurang dari 30 Prosen saja.Â
Dari fenomena itu, perempuan baru jadi wacana perbincangan belum menjadi kenyataan, nasib mereka belum tumbuh menjadi kesadaran dan hasilnya masih di bawah standar.Â
Ukuran buruh layak
Tahun 2025 presiden Prabowo menetapkan UMK diangka 8 Prosen secara nasional, para gubernur, bupati dan walikota bergerak menghitung dan sekaligus menyesuaikan capaian tersebut.Â
UMK jadi tolak ukur kemakmuran di suatu wilayah, Jawa misalnya daya beli masyarakat sangat tinggi tetapi di wilayah lain ada yang rendah dan bahkan sangat rendah hingga masuk pada wilayah termiskin di Indonesia.Â
Ukuran daya beli dapat dilihat seberapa produktif para perempuan mereka membelanjakan uangnya di pasar, toko dan warung kecil. Kekuatan mereka ada pada pendapatan dan ukuran mereka pula ada pada nilai dimana uang dimilikinya.Â
Begitulah perempuan yang bekerja layak dan tidak, ukurannya ada pada daya beli mereka.Â
Seting sosial perempuan
Masuknya kabupaten Majalengka pada era industri menjadikan para perempuan berubah mereka berubah, ada yang mempertahankan profesi petani, pedagang dan yang menarik dari itu profesi mereka masuk pada pekerja industri.Â
Jam kerja mereka sangat di tentukan oleh manajemen, pagi bersiap meninggalkan rumah, anak, suami dan lainnya untuk masuk kerja sampai dimana waktu terpenuhi semuanya.Â
Sore harinya mereka pulang tanpa bertemu dengan anaknya dikarenakan mereka sudah terlelap tidur karena bermain sambil menunggu seharian. Itulah mereka yang memilih bekerja diluar dua profesi nenek moyang.Â
Secara geografis, Majalengka masuk di wilayah tiga Ciayumajakuning, daerah strategis dan menjadi penyangga wilayah Jawa Barat. Kehadiran BIJB jadi angin segar tetapi juga jadi masalah sosial.Â
Oleh karena itu, perubahan sosial perempuan sedang terjadi dan problem utamanya adalah perubahan cepat dan upah minim bagi kaum perempuan. Wallahualam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H