Tondano (25/10/2017) - Taruna Siaga Bencana (Tagana) merupakan lembaga yang berada dibawah koordinasi Kementerian Sosial. Tagana dibentuk pasca bencana tsunami melanda Aceh tahun 2004 silam telah memiliki 35.024 orang Tagana. Animo masyarakat yang memiliki jiwa sosial banyak mengajukan diri bergabung menjadi sukarelawan dalam lembaga ini, namun tidak semua yang mendaftar diterima, ada standar serta standar tertentu yang harus dipenuhi.
Disela-sela kegiatan Jambore dan Bhakti Sosial Tagana, di Tondano, Selasa (24/10), Direktur Perlindungan Sosial Korban Bencana Alam (PSKBA), Adhi Karyono, mengatakan "Begitu ada bencana, mereka (Tagana.red) paling lambat harus sudah ada kurang dari satu jam dilokasi kejadian bencana."
Kegiatan yang d hadiri 1.500 Tagana dari seluruh Indonesia dan peserta dari negara Asean danegara di luar Asean seperti Korea Selatan, China dan Jepang bertujuan untuk melakukan konsolidasi secara nasional dan mengukur kemamluan Tagana dari setiap daerah di seluruh Indonesia melalui perlombaan dan pembinaan di lapangan serta sebagai ajang berbagi  ide dan pengalaman dengan negara tetangga.
"Penanggulangan bencana berbasis masyarakat menjadi tujuan dalam penurunan resiko kebencanaan yang lebih efektif," tambah Adhi.
Antusias anggota Tagana untuk mengikuti event tahunan tersebut, kata Adhi, cukup tinggi. Hal itu terlihat dari jumlah peserta yang melebihi kapasitas undangan yang ditentukan.
"Namun, kita tidak dapat melarang, karena mereka menggunakan biaya sendiri," tambah Adhi.
Adhi mengaku, tidak terlalu ambil pusing memikirkan kelebihan jumlah peserta Tagana. Sebab anggota Tagana tidak meminta fasilitas kamar hotel dan katering.
"Mereka cukup dengan tidur di tenda dan makanan yang mereka siapkan sendiri," tambahnya.
Kendati demikian, jika menilik jumlah daerah rawan bencana, yang mencapai 323 kabupaten, jumlah anggota Tagana saat ini masih kurang.
"Paling tidak kita butuh 120 ribu orang. Makanya kita bentuk Sahabat Tagana, itu biayanya lebih murah. Sekarang  sudah tiga tahun ini berjalan, sejak masa ibu Menteri," terang Adhi.
Jadi berapa sebenarnya anggota Tagana ini dibayar untuk menangani bencana?
"Ada insentif Rp250 ribu perbulan. Tapi tidak semua mau menerima insentif, ada 5.000 sekian anggota berasal dari kalangan yang sudah mapan, seperti dari kalangan dokter, pengusaha dan lain-lain. Mereka hanya minta diberikan seragam. Banyak komunitas seperti itu," ungkap Adhi.
Karena itu, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Harry Hikmat, pada pembukaan Jambore dan Bhakti Sosial Tagana mengatakan, "Indonesia patut berbangga punya relawan Tagana yang begitu hebat, khususnya kepada para Bupati/Walikota, para Gubernur seluruh Indonesia dan juga para Kepala Dinas Sosial."
Harry juga menambahkan, "Kita harus bisa membayangkan apa yang terjadi kalau tidak ada Tagana di frontliner itu, kalau kita hanya mengandalkan petugas dari Dinas Sosial, saya yakin kita tidak berdaya dalam mengatasi kondisi darurat bencana itu." (KAS/JSK)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H