Tanah Papua Untuk Indonesia - Ada maksud dan tujuan besar setiap pemimpin sah di Republik ini, katakan Presiden RI, mengesahkan UU IKN bersama Parlemen untuk menjamin keberlangsungan Ideologi Indonesia Sentris, dimana negeri ini menjadi milik semua warga Indonesia seutuhnya..
Menarik kembali UU IKN dan membatalkannya, akan menyakiti hati dan perasaan saudara kita sebangsa dan setanah air di wilayah Timur.. Sebab, 78 Tahun usia kemerdekaan Republik ini, telah menjadikan DKI Jakarta sebagai Ibu Kota Megapolitan yang megah dan tak tertandingi pembangunannya..
Istana negara di Jakarta (jalan medan merdeka utara), istana Bogor dan Istana Jogjakarta, tidak kehilangan nilainya sebagai Istana Kepresidenan, ketika Ibu Kota Negara Nusantara yang baru di resmikan di Wilayah Kalimantan.. Ini hanyalah bagian dari penambahan satu titik Pusat Pelayanan Pemerintahan Seorang Presiden untuk dapat menjangkau lebih luas pelayanan pembangunan Indonesia di Wilayah Timur dan menjamin keseimbangan pembangunan itu dengan wilayah Barat..
Sungguh naif dan kerdil pikiran orang orang yang menuduh Presiden Jokowi dengan narasi yang menyesatkan, akibat pemindahan Ibu Kota IKN di Kalimantan.. Bahkan seorang Jokowi sendiri yang nantinya akan pensiun dari Jabatannya, telah menyatakan diri akan pulang kampung ke daerah asalnya di Solo.. Niat baik Presiden Jokowi menginisiasi pemindahan Ibu Kota Negara di IKN semata mata memikirkan proses jangka panjang integrasi wilayah Indonesia yang harus bersatu, dan tidak lagi dibatasi oleh sekat sekat kewilayahan dalam arti yang lebih sempit..
Memainkan retorika penolakan IKN, oleh sekelompok elit yang tengah menarik simpati pendukung dalam pemilu, bukanlah langkah yang bijak, sebab hal ini merupakan permainan ide yang sangat berbahaya, sebab, ide penolakan ini akan melahirkan sentimen Timur dan Barat, yang justru tidak harus ada di usia Indonesia yang hampir akan menyempurnakan usia kemedekaannya ke 100 tahun, di 2045 mendatang..
Pada masa awal kemerdekaan, dimasa revolusi dan menghadapi agresi militer belanda 1 dan 2, Ibu Kota Pemerintahan juga pernah pindah ke Bukit Tinggi Sumatera Barat dan juga pernah pindah ke Wilayah Kesultanan Jogjakarta.. Pada masa itu, seluruh founding fathers pemimpin negara, para pejuang, panglima besar Jenderal Sudirman, tidak pernah berpolemik, berseteru, apalagi menyatakan sikap penolakannya terhadap pemindahan ibu kota pemerintahan saat itu..
Sebab, bagi para pendiri bangsa ini dimasa revolusi, nasionalisme mereka telah final terhadap negara ini..
Sungguh merupakan ironi, yang menandai dekadensi nasionalisme yang buruk, ketika anak baru kemarin, dimana mereka memperoleh manfaat "bonus pendidikan, bonus kesempatan, bonus jabatan dan bonus kekayaan" telah menerima banyak jasa-jasa para pendiri Republik sebelumnya, telah merasa diri paling pintar dan benar, berusaha mempertontonkan perlawanan terhadap pemindahan Ibu Kota IKN yang telah menjadi kesepakatan Politik Parlemen dan Lembaga Kepresidenan yang sah..
Dimasa mendatang, Presiden tidak akan kehilangan Istananya di Medan Merdeka Utara Jakarta, juga tidak kehilangan istananya di Bogor, dan tetap akan memiliki istananya di Daerah Istimewa Jogjakarta..
Kekhawatiran terbesar kita adalah hadirnya isu penolakan IKN ini justru menjadi agenda penyusupan ideologi "devide et impera", berusaha menyusupi pikiran anak bangsa yang mudah terpancing, dan pada gilirannya menjadikan ajang pemilu sebagai tempat untuk mengaduk-aduk sentimen kedaerahan, yang mana dulunya kelompok ini juga yang berhasil menarik isu isu sentimen agama kedalam politik di Jakarta..
Sungguh berdosanya perbuatan para segelintir elit politik, yang mana untuk mencapai tujuan elektoral pemilu, lalu dengan rela mengorbankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa, dengan mengaduk-aduk psikologi sosial masyarakat tentang penolakan pembangunan IKN..
Tidakkah cukup bangsa ini dimasa lalu pernah merasakan perpecahan demi perpecahan, yang pada gilirannya menghapus peradaban besar Kerajaan Nusantara, yang menjadikan raja raja nusantara kehilangan hak berdaulatnya untuk melindungi tanah, sumber daya, sosial budaya, dan bahkan kemerdekaan rakyatnya sendiri..
Revolusi 1945 itu dilahirkan dari konsensus "kesadaran batin yang universal", dimana ketika itu, Kota Surabaya yang memiliki Penduduk Terbesar tidak meminta menjadi Ibu Kota Negara, demikian halnya Kota Bandung yang juga tidak menonjolkan dirinya agar dipilih menjadi Ibu Kota Negara.. Namun, semua daerah di Indonesia tanpa syarat tetap mendukung keputusan politik pemimpin revolusi saat itu, untuk menyepakati kedudukan Ibu Kota Negara di Jakarta..
Seharusnya, konsensus yang sudah disepakati oleh para pemimpin mayoritas di Parlemen bersama Presiden yang sah terkait pengesahan UU IKN, tidak lagi menjadi isu pertentangan, yang coba di bawa-bawa kedalam panggung Pemilu.. Sebab, tujuan pemilu itu sendiri bukanlah ajang untuk mengubah UU, melainkan hanya meminta restu elektoral kepada seluruh rakyat Indonesia untuk menjadi Presiden yang menahkodai jalannya negara pada etape perjalanan bangsa berikutnya..
Dengan melihat fenomena "perkembangan gagasan anti indonesia sentris" dalam perhelatan Pemilu 2024, kita semakin sadar, untuk siapa suara rakyat ini diberikan, dan Presiden Jokowi juga telah memahami ancaman ideologi anti IKN ini sedemikian rupa, sehingga membuat dirinya mau tidak mau, harus terlibat penuh memastikan penyelenggaraan Pemilu 2024, tidak di tunggangi oleh mereka yang ingin merusak fondasi pembangunan negara yang telah dimulai dengan susah payah..
Prabowo Gibran memastikan diri sebagai penerus legacy Presiden Jokowi dan Jasa Jasa Presiden sebelumnya.. Termasuk komitmen untuk melanjutkan konsensus politik negara dalam pembangunan IKN.. Mari songsong perhelatan pemilu 2024, pada tanggal 14 Februari dengan memastikan Prabowo Gibran memenangkan Elektoral dalam satu kali putaran saja, agar keberlanjutan pembangunan Indonesia tidak terhambat dan diganggu oleh mereka yang ingin merusak tatanan yang telah stabil ini..
Horas,
Maturnuwun
Wa Wa Wa
Hormat Kami,
Willem Wandik S.Sos
Waketum DPP Partai Demokrat
Dewan Pakar TKN Prabowo Gibran Presiden 2024
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H