Mohon tunggu...
Atika Prabandari
Atika Prabandari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Pendidikan Sosiologi Universitas Negeri Jakarta

cita-citaku ngobrol sama nicholas saputra

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keragaman Perspektf Sosiologi: Buah Pikiran GH Mead

3 Oktober 2022   21:56 Diperbarui: 3 Oktober 2022   22:01 223
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
GB 1. ilustrasi topeng, disadur dari laman freepik.com

Pada tulisan kali ini, saya akan memaparkan perspektif Interaksionisme Simbolik milik George Herbert Mead. Perspektif ini sebetulnya juga dikembangkan oleh tokoh lain, selain G.H Mead, yaitu Erving Goffman. 

Sebelum kita membahas mengenai buah pikiran G.H Mead, mari kita bahas mengenai prinsip dasar dari perspektif ini. Para tokoh yang mendalami perspektif ini menyatakan bahwa manusia dibekali kemampuan berpikir yang dibentuk oleh interaksi sosial. Hal ini disebabkan adanya simbol dan makna yang disalurkan melalui proses ini. 

Setelah memperoleh simbol dan makna, seorang individu akan mampu mengubah penafsiran akan kedua hal tersebut sesuai dengan situasi yang sedang berlangsung. 

Melalui beragam simbol dan makna ini jugalah, kemudian seorang individu mampu mengambil tindakan khusus. Kemudian jika seorang individu dengan individu lain memiliki persamaan atas simbol dan makna, dua hal tersebut akan menjadi tindakan kolektif, kemudian individu-individu tersebut akan membentuk kelompok sosial atau masyarakat.

Akar utama dari perspektif ini ialah Filsafat Pragmatisme dan Behaviorisme Psikologis, yang dalam Filsafat Pragmatisme disebutkan bahwa realitas diciptakan secara aktif dengan tindakan dalam dunia nyata, artinya seluruh hal yang dianggap nyata hanya hal-hal yang mampu dijangkau oleh indra penglihatan manusia saja. 

Begitu pula dengan ingatan dan pengetahuan, kedua hal ini akan terus digunakan manusia sepanjang hidupnya apabila telah terbukti berguna bagi kehidupan saja. Kemudian para ahli dalam bidang ini juga melihat bahwa manusia akan mendefinisikan objek sosial hanya berdasar pada fungsi dan kegunaannya. 

Terakhir, dalam filsafat ini pemahaman atas individu pun didasarkan atas perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Beranjak dari Filsafat Pragmatisme, perspektif interaksionisme simbolik juga disandarkan pada pemahaman behaviorisme psikologis yang berasumsi bahwa perilaku manusia tidaklah sama dengan perilaku hewan, sebab perilaku manusia didasarkan atas proses mentalnya, sehingga manusia merupakan aktor yang kreatif. Oleh karena itulah, manusia membutuhkan pengetahuan yang terus berkembang.

Tokoh bernama George Herbert Mead ini lahir di South Hadley, Massachusetts pada 27 Februari 1863. Ayahnya merupakan salah seorang profesor di Universitas Oberlin. Mead meraih gelar sarjananya di universitas yang sama pada 1883 dan melanjutkan pekerjaan dengan beberapa profesi seperti guru di tingkat SMP, surveyor perusahaan kereta api, dan pengajar privat. 

Mead mengambil kuliah pascasarjananya di Universitas Harvard pada 1887, Mead juga mengambil kuliah di universitas lain seperti Leipzig, dan Berlin. Namun, ia tidak pernah memperoleh gelar S-2nya karena pada 1891 Mead ditawari sebagai pengajar di Universitas Michigan dan atas undangan John Dewey, pada 1894 ia pindah ke Universitas Chicago dan menghabiskan kariernya di universitas tersebut. 

Meski Mead tak pernah memperoleh gelar pascasarjananya, melalui penuturan salah seorang mahasiswanya, Mead digambarkan sebagai pengajar menyenangkan dengan gaya mengajarnya yang lebih banyak memaparkan bahan perkuliahan dibanding menuliskannya di papan tulis. Mead menjadi tokoh sentral dalam perspektif interaksionisme simbolik (Mahzab Chicago) berkat sumbangsihnya melalui karya yang berjudul Mind, Self, and Society.

Melalui karyanya tersebut, Mead menyatakan bahwa komunikasi manusia berlangsung melalui pertukaran simbol serta pemaknaannya terhadap simbol-simbol tersebut. Baginya, simbol yang digunakan manusia adalah hal yang mulia, sehingga dapat membedakan manusia dengan hewan. Sebab, manusia bertindak dan berinteraksi atas pemahaman dan pemaknaannya atas simbol-simbol yang ada. Simbol dalam perspektif ini bukan sekedar hal yang sepele, jauh dari itu simbol-simbol tersebut muncul akibat kebutuhan manusia untuk berinteraksi dengan manusia yang lain. 

Kita ambil contoh, dalam kehidupan sehari-hari, sebuah mobil ambulance tidak mungkin terus memberikan klakson biasa kepada seluruh pengguna jalan, karena suara klakson tersebut akan menyatu dengan klakson kendaraan lain, sehingga ambulance tidak akan mendapat jalan. Oleh sebab itulah, ambulance menyalakan sirine yang menjadi simbol khas ambulance, tujuannya agar memudahkan sopir ambulance berinteraksi dengan pengguna jalan yang lain (dalam hal ini, maksudnya memberikan jalan untuk ambulance). Dengan begitu, dalam karyanya tersebut, Mead juga menegaskan bahwa masyarakat hadir jauh sebelum pikiran itu ada karena pikiran hadir ketika seseorang hendak berinteraksi.

Dalam pemikiran Mead, terdapat beberapa hal penting yang di antaranya adalah prioritas sosial, di mana diartikan dengan munculnya kelompok sosial terlebih dahulu sebelum adanya perkembangan mental dan kesadaran diri. Selanjutnya ada tindakan sosial, yang dalam pikiran Mead setiap tindakan manusia tidak akan sama dengan tindakan atau perilaku hewan. Ketiga, sikap isyarat, adalah bagian dari tindakan sosial yang memiliki makna di mana ditujukan dan akan diinterpretasikan oleh individu lain. Kemudian ada simbol-simbol signifikan, yang merupakan gerak isyarat yang diciptakan manusia dan menjadi respons atas informasi yang diterima Selanjutnya juga ada pikiran, yang di dalamnya terdapat proses percakapan dengan dirinya sendiri. Keenam ada diri, adalah kemampuan seorang individu menjadikan subjek atau objek dengan aktivitas atau hubungan sosialnya, sehingga akan berkaitan dengan pikiran sosial sang individu. Terakhir, ada masyarakat di mana bagi Mead, hal ini merupakan proses sosial yang mendahului diri dan pikiran.

Pada karya yang sama, Mead juga membagikan tahapan terbentuknya tindakan yang dimulai dengan adanya rangsangan atau dorongan yang diberikan kepada individu (impuls), dilanjut dengan persepsi, yakni kegiatan memikirkan langkah apa yang akan dilakukan atau respons apa yang hendak diambil untuk memenuhi impuls tadi. 

Setelah melalui persepsi, akan ada perhitungan untung rugi jika mengambil tindakan tersebut yang dikemas melalui tahap manipulasi. Terakhir, ada tahap konsumsi di mana nantinya seorang individu akan mengeksekusi tindakan yang telah ia pertimbangkan sebelumnya

. Misal, seorang anak merasa lapar (lapar sebagai impuls), kemudian sang anak memikirkan beberapa makanan yang ingin ia makan (persepsi), tetapi karena satu dan lain hal, sang anak hanya dapat memakan satu makanan saja, sehingga ia memikirkan plus minus dari tiap makanan yang akan ia makan (manipulasi), dan akhirnya sang anak memilih satu makanan yang sudah ia pilih (konsumsi).

Selain itu, Mead juga bicara mengenai pikiran (mind) dan diri (self). Dalam pandangannya, pikiran dianggap sebagai hal yang bersifat sosial dan berkembang melalui proses interaksi, sehingga dalam persepsi Mead, seseorang yang kurang bergaul atau minim interaksi akan memiliki pikiran yang tidak begitu luas karena pikirannya tidak berkembang. 

Pada mind, akan ada proses pengolahan simbol-simbol yang kemudian terakumulasi untuk pembentukan diri seorang individu yang juga tidak terlepas dari bagaimana individu tersebut bertindak (dengan penekanan, simbol dapat dimanipulasi oleh sang individu). 

Pada hakikatnya, Mead melihat bahwa aktivitas mind tidak terlepas dari proses komunikasi dengan orang lain atau pun dengan diri sendiri. Kemudian ada konsep diri (self) yang dibagi kembali menjadi dua, yakni I (sebagai subjek) dan Me (sebagai objek). Sebagai subjek, diri seorang individu merupakan konsep yang banyak bicara mengenai diri individu tersebut. 

Sebagai subjek, diri seorang individu juga mampu bertindak kreatif. Sementara, sebagai objek, diri seorang individu merupakan konsep yang mampu dipengaruhi oleh orang lain, sehingga sebagai objek, diri individu akan bersifat terkontrol oleh hal-hal di luar dirinya.

GH Mead membagi tahap pembentukan diri menjadi tiga bagian yang dikemas dalam proses sosialiasi, yakni Play Stage, yakni tahap di mana seorang individu (yang masih anak-anak) sedang membangun dirinya dengan belajar menjadi subjek dan objek. Di tahap ini, seorang individu akan meniru dengan sempurna simbol apa-apa saja yang ia lihat, juga mengenal orang-orang di sekitarnya.

Kedua ada Game Stage, tahap di mana seorang individu (masih anak-anak) mulai mampu memainkan peran dan menemukan apa yang hendak ia lakukan sesuai peran orang lain yang ia lihat secara sadar. Terakhir, Generalized Other, merupakan tahap di mana seorang individu sudah mulai mapan kepribadian atau dirinya. Biasanya anak-anak di tahap ini mulai menyadari pentingnya aturan.

sekian pemaparan saya, kurang lebihnya mohon maaf. sampai jumpa di tulisan berikutnya! :D

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun