Mohon tunggu...
PPA EKLESIA
PPA EKLESIA Mohon Tunggu... Guru - Pusat Pengembangan Anak

Pusat Pengembangan Anak di GBI Ora Et Labora Salatiga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Lindungi Anak dari Tindak Kekerasan

29 Juli 2024   19:33 Diperbarui: 29 Juli 2024   19:52 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Komitment Bersama Untuk Melindungi Anak Dari Tindak Kekerasan/dokpri

LINDUNGI ANAK DARI TINDAK KEKERASAN

Sebagai upaya meminimalkan bahkan meniadakan kekerasan terhadap anak, maka perlu upaya serentak dan komprehenship mengantisipasi tindak kekerasan kepada anak, dengan kata lain perlindungan terhadap anak perlu diintensifkan. Berbagai komponen masyarakat harus bergotong royong untuk melakukan tindakan mulai.

Pusat Pengambangan Anak (PPA) Eklesia yang merupakan salah satu bidang pelayanan kepada anak dari GBI Buksuling 7 Salatiga, yang selanjutnya disebut PPA Eklesia, juga turut bertanggung jawab terhadap perlindungan anak dari tindak kekerasan.  Maka PPA Eklesia menyelenggarakan Seminar Perlindungan Anak yang diselenggarakan di GBI Buksuling 7 Salatiga baru-baru ini. Pembicara Seminar kali ini langsung oleh Purwanto, M.Pd yang adalah Koordinator PPA Eklesia.

Adapun materi yang disampaikan dalam seminat tersebut dapat disampaikan sebagai berikut :

1. SIAPA YANG DIMAKSUD DENGAN ANAK?

Anak menurut Konvensi Hak Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1989 yang dimaksud dengan anak adalah setiap orang yang berusia di bawah 18 tahun.  Menurut UU UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak "Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan."

Sedangkan dalam konteks PPA Eklesia Salatiga, yang dimaksud anak  adalah mereka yang mendapat program pengembangan anak dari usia pendidikan PAUD sampai sebelum lulus Perguruan Tinggi atau sebelum bekerja dan dinyatakan lulus dari PPA Eklesia.

2. MENGAPA PERLU PERLINDUNGAN ANAK?

Kedudukan anak masih dalam masa perkembangan dan pertumbuhan. Oleh sebab itu anak sangat bergantung pada orang-orang dewasa di sekelilingnya. Ketergantungan inilah yang bisa menimbulkan kekerasan pada anak.

Anak merupakan anggota masyarakat yang paling lemah di samping wanita, hak ini seperti  yang disampaikan oleh Iskandar Hoesin  (2003 : 7) bahwa  anak yang karena umurnya secara fisik dan mental lemah,  polos, dan rentan sering ditempatkan pada posisi yang kalah dan hanya diperlukan sebagai obyek. Inisiatif, ide,  keinginan dan kemauan anak sering tidak diakui, apa yang baik menurut orang tua adalah  terbaik untuk anak akibatnya kreatifitasnya berkurang. Mengingat posisi yang lemah tersebut maka perlunya anak mendapatkan perlindungan dari berbagai tindak kekerasan. Sebab bila dibiarkan akan sangat mengganggu masa depan anak yang dampaknya tentu bagi masa depan bangsa. Untuk itu perlu dilakukan perlindungan terhadap anak, dan  oleh karenanya diperlukan panduan bagaimana tata cara mengantisipasi dari tindak kekerasan terhadap anak dan tindakan terhadap anak apabila ternyata sudah menjadi korban kekerasan.

Di sisi lain menurut Darwan Prinst (1997 : 98), anak merupakan generasi penerus yang berpotensi dan berperan penting terhadap perkembangan masa yang akan datang, oleh karena itu anak peranannya dalam memajukan Bangsa dan Negara dikemudian hari  sangatlah strategis namun juga sangatlah riskan jika di dalam perkembangan fisik, mental, dan rohaninya tidak berjalan secara utuh, seimbang serta selaras dimana anak tersebut menjalankan kehidupannya. Untuk itu anak perlu dihindarkan dari perbuatan pidana yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental dan rohaninya tersebut.

Kita masih merasakan bahwa perlindungan terhadap anak-anak yang terjadi di Indonesia dirasa masih lemah. Berdasarkan Tribunnews.com (2016), tentang kasus pemerkosaan hingga menewaskan Yuyun (14) warga Padang Ulak Tanding menjadi sorotan serius. Dengan mencuatnya kasus tersebut menunjukkan bahwa wujud perlindungan anak masih lemah. Koordinator Kontras Haris Azhar yang dirilis Media Indonesia (Edisi, 13 April 2016), menyatakan kebijakan pemerintah melalui Undang-Undang No. 35  Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dinilai belum sepenuhnya bisa melindungi hak-hak anak. Senada dengan hal tersebut, Ketua Komisi Perlindungan Anak Daerah Tasikmalaya, Eki Sirojul Baehaki mengatakan, sosialisasi mengenai perlindungan hukum terhadap anak di kota Tasilmalaya masih sangat lemah. (Cakrawala Media Online, 23 Desember 2016).

3. APA DASAR PERTIMBANGAN HUKUM TERHADAP PERLINDUNGAN ANAK?

Mengacu UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, beberapa hal yang menjadi dasar hukum terhadap perlindungan anak antara lain

Pasal 2 : Penyelenggaraan perlindungan anak berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak meliputi : a). Non diskriminasi, b). Kepentingan yang terbaik bagi anak, c). Hak untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan dan d). Penghargaan terhadap pendapat anak.

Pasal 13, setiap anak berhak mendapat perlindungan dari perlakukan diskriminasi, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan dan penganiayaan, ketidakadilan dan perlakukan salah lainnya.

Pasal 19 : Setiap anak berkewajiban untuk : a).  Menghormati orang tua, wali, dan guru, b). Mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman, c). Mencintai tanah air, bangsa, dan negara, d). Menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya,  dan e). Melaksanakan etika dan akhlak yang mulia.

Pasal 20 sampai dengan Pasal 26 secara garis besar menyebutkan bahwa negara, masyarakat dan orang tua berkewajiban mengasuh, memelihara, mendidik, melindungi anak, menumbuh-kembangkan anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya.

4.. APA YANG DIMAKSUD DENGAN KEKERASAN PADA ANAK?

Pengertian kekerasan terhadap anak sebagaimana yang termaktub dalam UU Perlindungan Anak No 23 Tahun 2002 pasal 13 kekerasan  adalah "diskriminasi, eksploitasi baik fisik maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya.

5.. APA LANDASAN HUKUMNYA?

a. Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (Universal Declaration on Human Rights) 10 Desember tahun 1948

b. Konvensi PBB Hak-Hak Anak (Convention on the Rights of the Child) tahun 1989.

c. Resolusi Majelis Umum PBB Nomor 56/138 tahun 2001 tentang Studi Sekretaris Jenderal PBB mengenai Kekerasan terhadap Anak.

d. Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

e. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1979 Nomor 32,          Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143). 

f. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Convention Against Torture and Others Cruel, in Human or Degrading         Treatment or Punishment (Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi,      Atau Merendahkan Martabat Manusia). (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 164, Tambahan Lembaran                    Negara Republik Indonesia Nomor 3783).

g. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165,      Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3886).

h. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Pengesahan ILO Covvention 182 Concerning the Prohibition and Unmediate nAction      for the Elimination of the Worst Forms of Child Labour (Konvensi ILO No. 182 mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera                            Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 30,           

    Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3941).

i. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 109, 

   Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235).

6.. LINGKUP KEKERASAN TERHADAP ANAK

Kekerasan yang dialami anak juga dapat dilihat dari berbagai lingkup antara lain:

  • Rumah Tangga. Lingkup domestik merupakan tempat di mana anak mengalami kekerasan dalam lingkungan keluarga dan yang dilakukan oleh anggota keluarga sendiri.
  • Di Luar Rumah Tangga.  Lingkungan di luar rumah tangga adalah lingkungan di mana anak berkomunitas, bisa saat di PPA, di sekolah dan  di lingkungan masyarakat pada umumnya.  Bentuk-bentuk kekerasan yang mungkin saja terjadi seperti diskriminasi, pencabulan, pelecehan baik fisik maupun psikis, dan tindak kekerasan lainnya.

7.. BENTUK-BENTUK  KEKERASAN TERHADAP ANAK

Mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Pedoman Penanganan Anak Korban Kekerasan Adapun bentuk kekerasan yang dialami oleh anak sebagai berikut :

  • Kekerasan Fisik; merupakan tindakan kekerasan yang diarahkan secara fisik kepada anak dan anak merasa tidak nyaman dengan tindakan tersebut. Adapun beberapa bentuk kekerasan fisik yang dialami anak antara lain tendangan, pukulan, mendorong, mencekik, menjambak rambut, meracuni, membenturkan fisik ke tembok, mengguncang, menyiram dengan air panas, menenggelamkan, melempar dengan barang, dll.
  • Kekerasan Psikis; merupakan tindakan kekerasan yang dirasakan oleh anak yang mengakibatkan terganggunya emosional anak sehingga dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak secara wajar. Adapun bentuk-bentuk dari kekerasan psikis ini antara lain : intimidasi (seperti menggertak, mengancam, dan menakuti), menggunakan kata-kata kasar, mencemooh, menghina, memfitnah, mengontrol aktivitas sosial secara tidak wajar, menyekap, memutuskan hubungan sosial secara paksa, mengontrol atau menghambat pembicaraan, membatasi kegiatan keagamaan yang diyakini oleh seorang anak dan lain sebagainya.
  • Kekerasan Seksual; merupakan tindakan kekerasan yang dialami oleh anak yang diarahkan pada alat reproduksi kesehatan anak yang mengakibatkan terganggunya tumbuh kembang anak baik secara fisik, psikis dan sosial anak. Adapun bentuk kekerasan seksual tersebut antara lain : hubungan seksual secara paksa/tidak wajar (pemerkosaan/percobaan pemerkosaan, incest, sodomi), penjualan anak untuk pelacuran/pornografi, pemaksaan untuk menjadi pelacur, atau pencabulan/pelecehan seksual serta memaksa anak untuk menikah.
  • Penelantaran; merupakan tindakan kekerasan yang dialami anak baik disengaja atau tidak sengaja yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang secara fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual dari orang yang memiliki kewenangan atas anak tersebut. Adapun bentuk penelantaran tersebut antara lain pengabaian terhadap kebutuhan dan keinginan anak, membiarkan anak melakukan hal-hal yang akan membahayakan anak, lalai dalam pemberian asupan gizi atau layanan kesehatan, pengabaian pemberian pendidikan yang tepat bagi anak, pengabaian pemberian perhatian dan kasih sayang dan tindakan pengabaian lainnya.
  • Eksploitasi ekonomi yaitu tindakan yang mengeksploitasi ekonomi anak dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain (Pasal 88 UU PA).

8.. DAMPAK KEKERASAN

Mengacu pendapat Nurhadimadah (2015 : 17-18) beberapa dampak kekerasan terhadap anak yang dapat mempengaruhi tumbuh kembang anak , yaitu:

  • Secara fisik. Bagi anak-anak yang mengalami kekerasan secara fisik akan terlihat dari perubahan bentuk fisik yang ada baik berupa lebam-lebam pada permukaan kulit, benjol-benjol, luka, patah tulang, sehingga berdampak pada cacat, kehilangan fungsi alat tubuh atau indra, kerusakan pada organ reproduksi anak.
  • Secara psikis. Bagi anak-anak yang mengalami kekerasan secara psikis akan menimbulkan gangguan jiwa pada anak dari ringan sampai berat antara lain anak menjadi tidak percaya diri dalam pergaulan sosial, ketakutan, stress, a-sosial, tidak peduli dengan lingkungan, menyendiri, dll.
  • Secara seksual. Anak dapat terinfeksi penyakit menular seksual termasuk HIV/AIDs bahkan dapat menyebabkan gangguan fungsi reproduksi. Selain itu berdampak terhadap psikologis anak sehingga anak menjadi takut dan tidak percaya diri dalam menatap masa depannya. Dampak lebih lanjut dari kekerasan seksual terhadap anak adalah tidak dapatnya anak menikmati kehidupan seksualnya ketika anak memasuki jenjang perkawinan. Hal ini akan mendatangkan trauma yang sangat mendalam bagi anak sehingga anak-anak yang mengalami kekerasan seksual ini banyak yang mengalami depresi, tidak percaya diri karena hilangnya kesucian diri, rasa takut yang berkepanjangan, gangguan emosional, kecemasan akan masa depan serta ada yang berdampak ingin mengakhiri hidup karena merasa sia-sia dan tidak punya harapan masa depan.
  • Terlantar. Akibat orang tua yang tidak memberikan nafkah kepada anaknya maka anak menjadi terlantar tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dan berakibat tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
  • Sosial. Anak yang mengalami kekerasan cenderung berperilaku menyimpang. Anak dapat menutup diri dari pergaulan dan tidak memiliki kecerdasan interpersonal dan intra personal.

9

Pernyataan Orang Tua Untuk Melindungi Anak dari Tindak Kekerasan
Pernyataan Orang Tua Untuk Melindungi Anak dari Tindak Kekerasan
. LANGKAH-LANGKAH PERLINDUNGAN

Beberapa tindakan preventif yang bisa dilakukan oleh Staf Perlindungan Anak dalam menjalankan program perlindungan anak di PPA antara lain :

a. Monitoring anak dalam berkomunitas.

Hal kedua yang bisa dilakukan oleh Staf Perlindungan Anak adalah dengan melakukan monitoring anak dalam berkomunitas. Hal ini penting karena saat ini lingkungan rentan terhadap kekerasan terhadap anak, baik oleh perilaku sesama, kondisi lingkungan dan sebagainya. Dengan melakukan monitoring terhadap anak dalam berkomunitas bisa bermanfaat menghindari dari tindak kekerasan. Misalnya ketika anak berenang bersama-sama, kegiatan les anak dan lain sebagainya. Hal-hal yang menjadi fokus pengamatan antara lain :

  • Siapa saja yang bersama anak-anak dalam berkomunitas
  • Di mana mereka berkomunitas
  • Menggunakan media apa mereka berkomunitas
  • Adakah hal-hal yang mencurigakan dalam kebersamaan mereka

b. Pertemuan dengan orang tua anak.

Di samping staf perlindungan anak mengadakan kunjungan kepada rumah anak, hal lain yang bisa dilakukan adalah dengan mengundang orang tua untuk menyelenggarakan pertemuan dengan tujuan membekali orang tua tentang perlindungan anak. Dengan pemahaman tentang pentingnya perlindungan anak maka diharapkan orang tua anak akan bertindak dengan baik dalam rangka melindungi anak, baik di lingkungan rumah mereka maupun di lingkungan di mana anak berkomunitas. Dengan demikian pemantauan terhadap anak di lingkungan mereka berkomunitas juga menjadi tanggung jawab orang tua anak.  Dalam pertemuan ini diharapkan ada komunikasi dua arah, baik dari pemateri kepada orang tua anak, juga dari orang tua anak kepada pemateri atau kepada PPA. Adapun  yang menjadi pembicara tidak harus dari unsur pengurus PPA maupun SPA, namun bisa meminta orang-orang yang kompeten baik dari gereja atau ahli yang menguasai tentang perlindungan anak. Materi yang bisa disampaikan dalam pertemuan tersebut antara lain :

  • Menjelaskan  peran orang tua;
  • Menjelaskan dasar hukum perlindungan anak;
  • Menjelaskan dasar Alkitab tentang perlindungan anak;
  • Tata cara pencegahan tindak kekerasan;
  • Tata cara pemulihan terhadap korban kekerasan;
  • Tata cara pengaduan anak yang mengalami tindak kekerasan.
  • Pemahaman tentang hak-hak anak antara lain : setiap anak berhak mendapatkan yang terbaik, setiap anak harus diperlakukan setara, setiap anak berhak menyatakan pendapat, Pemerintah menjamin setiap hak anak, setiap anak memiliki hak untuk hidup, bertahan, dan

c. Monitoring penggunaan teknologi oleh anak.

Monitoring penggunaan teknologi oleh anak menjadi hal penting untuk saat ini. Sebab seperti telah disampaikan di depan bahwa di satu sisi teknologi bisa memberi manfaat kepada umat manusia namun di sisi lain apabila penggunaan tidak tepat justru menjerumuskan pemakai. Dalam konteks ini berpotensi terhadap kekerasan baik untuk pengguna maupun untuk orang baik. Misalnya menggunakan laptop untuk tujuan games yang mengandung kekerasan, akan membuka peluang anak-anak menirukan model dalam games dan selanjutnya anak-anak itu bisa melakukan tindak kekerasan. Contoh lain apabila anak mengakses internet dari situs pornografi maka secara tidak sadar dia sudah masuk perangkap kekerasan itu sendiri. Adapun teknis pelaksanaannya adalah :

  • Saat anak berada di lingkungan rumah tangga, didorong orang tuanya agar melakukan pemantauan pemakaian alat-alat teknologi misalnya Laptop, Smartphone dan sebagainya dengan harapan alat-alat teknologi dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.
  • Saat anak berada di lingkungan PPA, maka SPA maupun pengurus harus mengawasi penggunaan laptop, smartphone dan sejenisnya agar tidak menggunakan hal-hal tersebut untuk tujuan desktruktif.
  • Saat anak berada di tempat anak berkomunitas maka baik orang tua maupun SPA dan pengurus PPA memiliki kepedulian dalam hal memberi perhatian dengan demikian anak terhindar dari penggunaan alat-alat teknologi untuk tujuan tidak baik.
  • SPA pelu menjelaskan kepada orang tua agar alat-alat teknologi yang biasa dipakai oleh anak dipastikan terhindar dari isi yang menjurus ke hal-hal negative, missalnya kekerasan, pornografi, narkoba dan lain-lain.

d. Pengamatan Antar Teman. Kekerasan terhadap anak tidak selalu dilakukan oleh orang yang lebih dewasa, namun bisa jadi dilakukan oleh teman sejawat. Oleh kerenanya sering terjadi fenomena bullying atau kekerasan antar teman. Oleh karenanya perlu dilakukan pengamatan dan pengawasan pergaulan antar teman. Dalam konteks anak di PPA maka staf perlindungan anak khususnya dan PPA pada umumnya perlu melakukan pengawasan dan pengamatan agar tidak terjadi kekerasan antar teman. Sementara ketika anak dalam lingkungan rumah maka orang tua berkewajiban melakukan pengawasan dan pengamatan agar anak tidak menjadi korban kekerasan antar teman.

Seminar diikui oleh 100an orang tua dari anak-anak yang tergabung dalam PPA Eklesia Salatiga, tampak diikuti dengan serius oleh para orang tua. Berharap orang tua semakin sadar akan pentingnya melindungi anak dari tindak kekerasan kepada anak, sebab anak-anak adalah generasi penerus yang akan meneruskan generasi-generasi sebelumnya dan menjadi calon-calon pemimpin bangsan.

Seminar yang diikuti hampir 75 orang tua anak dari PPA Eklesia itu diakhiri dengan pernyataan  dan komitment bahwa mereka sepakat hendak melindungi anak agar terhindar dari tindak kekerasan dalam bentuk apapun oleh siapapun dan dari manapun. Pernyataan sikap diwaliki 5 orang tua anak dari 163 anak PPA Eklesia, dengan cara menandatangani pernyataan hendak melindungi anak dari tindak kekerasan.

                                                                                                                                                                                                                                (Reported by Purwanto)

Purwanto, M.Pd sedang menyampaikan Materi Perlindungan Andak Dari Tindak Kekerasan/dokpri
Purwanto, M.Pd sedang menyampaikan Materi Perlindungan Andak Dari Tindak Kekerasan/dokpri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun