Dalam debur waktu dan gemuruh rindu
Kukira, perjuanganku telah utuh
Setelah Nafasku direnggut dari tubuh demi hidup yang sungguh hidup
Setelah darahku tenggelam dalam rahim bumi bersatu
Menyuburkan segala yang ditanam agar tumbuh
Sebab darahku telah tumpah di atas tanah merdeka dengan tunas-tunas yang merekah
Padanya tumbuh benih-benih pejuang berhati tangguh dan pembebas kaum yang terlindas angkuh
Aku kira, aku tidak akan pernah gugur
lalu pudar dalam riuh pembangunan yang makmur
Walau harus kehilangan nyawa setelah tuntas separuh rencana dalam tubuh yang diredam timah panas
namaku akan mekar beraroma di setiap musim dan senantiasa harum di sudut-sudut zaman yang ranum
Pikirku, bukanlah pikiran mereka.
Sebab mereka tak memikirkan apa yang mati-matian kupikiri
Apalah artinya merdeka?
Jika darah yang tumpah dalam serakah para penjajah
Hanyalah kematian semata tanpa makna sebab kalian buta mata
Tiang-tiang bendera hanya mengibarkan kebebasan penuh celaka
Sebab mental penjajah melekat erat dalam jiwa anak-anak darah
Korupsi, diskriminasi, intoleransi tumbuh tanpa jeda
Seolah-olah derita hanyalah isyarat yang biasa-biasa saja
Mulut kalian penuh dengan kebusukan
Janji-janji kepalsuan begitu mudah diucapkan
Dulu, kata merdeka kuteriakkan untuk mengusir para iblis kolonialis,
Kini kalian agungkan sekedar untuk mencari sensasi di panggung politik demi sesuap nasi dengan mengemis pada kapitalis
Apalah bedanya kalian dengan para penjajah?Â
Senjata dan strategi perang yang dahulu kupakai untuk membinasakan penjajah, kini kalian pakai untuk mematikan saudara sedarah dan setanah
Dahulu, kemerdekaan dan kebebasan dirampas dengan sekuat tenaga dari penjajah demi anak-cucuku
Kini hanyalah kemerdekaan dan kebebasan tanpa batas
sampai mereka lepas merdeka dan melupakanku dengan bebas
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H