Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Kisah Cinta "Rapid" di Bangsal Covid

7 Juni 2021   00:11 Diperbarui: 7 Juni 2021   00:23 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hazmat dan bantal pink (dok. pri)

"Maaf, banyak perawat wanita kami yang sakit seminggu ini,  jadi saya harus melayani Mbak Ayik  malam ini."Kata Bram kepada Pasien COVID19 yang masih nona usia 27 tahun dengan kelarutan oksigen di pembuluh darahnya hanya 86%.

"Tidak apa-apa,  Mas. Saya menurut saja."Kebetulan memang tugas si Perawat yang masih perjaka itu malam ini hanya memberi obat injeksi dan mencatat tanda-tanda vital di monitor. 

Kalau untuk memandikan pasien yang belum bisa ke kamar mandi,  diusahakan sesuai jenis kelaminnya,  untuk pasien pria maka perawatnya pria, sementara untuk wanita maka perawat yang memandikan diutamakan yang sama. Itu biasanya dilakukan pagi hari. 

Tetapi apa daya,  seminggu terakhir, dari 20-an perawat wanita di bangsal itu, 6 mengalami sakit yang 2 di antaranya terpapar COVID19 dan dirawat.  Padahal bangsal sedang penuh. 

"Mas Bram pernah bawa taksi "online", ya? Kayaknya aku pernah jadi penumpang."Tanya si nona penasaran. 

"Oh,  iya.  Pulang kerja dari rumah sakit,  saya memang kerja sampingan membawa mobil kreditan saya untuk menambah tabungan. Demi calon istri."

"Oh,  sudah punya calon,ya..."Napas Ayik agak terasa berat. 

"Oh,  belum ada. Hanya rencananya saja. " Lanjut Bram,  membuat napas si gadis tenang kembali. 

Sembilan hari ke depan mereka sering berinteraksi, walau gejala sesak,  batuk dan demam sangat berkurang, tetapi Ayik harus menunggu hasil ronsen dadanya bersih dahulu dari perselubungan putih pneumonia dan hasil "swab PCR" negatif. 

Mereka akrab karena sama-sama jomblo dan kebetulan Ayik perlu banyak informasi dari Bram tentang suka duka di bangsal COVID19  setahun terakhir karena dia adalah seorang "ghost writer", pembuat tulisan untuk beberapa penulis yang sudah punya nama besar dan langganan penerbit "mainstream" tetapi sudah mulai kering ide. 

Penulis lawas ini pasti akan cepat sekali "dibeli" tulisan atas namanya dengan harga yang "cocok", padahal tulisan itu sebenarnya karya muridnya atau asistennya atau tulisan penggemarnya yang minta koreksi karyanya atau memang "ghost writer" yang dibayar kalau buat tulisan atas nama si Nama Besar. 

"Ayik,  apakah sesudah ini kita dapat bertemu?" Tanya Bram ketika si Pasien sudah berbenah mau pulang setelah dinyatakan sembuh. 

"Tentu saja. Kamu belum traktir aku uang insentif covidmu yang tidak dipotong pajak itu."

"Sebenarnya ada pungutan dari oknum,  ngomongnya sih sukarela tetapi nadanya mengancam tetapi jangan kamu tulis di media, ya. Nanti heboh."Bram keceplosan. 

"Perawat lain juga ada yang curhat soal kutipan tidak resmi itu.  Tidak apa-apa,  saya nulisnya nanti di fiksi,  bukan reportase atau opini. Siapa juga yang bisa menggugat fiksi?"

Tiga bulan kemudian hampir tiap minggu mereka bertemu, rencananya Bram mau menghadap orang tua Ayik selepas wabah ini tetapi sepertinya pandemi tidak menunjukkan tanda mau hilang. 

"Dokter di bangsal bilang ada kemungkinan besar corona ini bakalan seperti infeksi lain yang tidak pernah selesai di kita.  Kasusnya endemik di negeri ini walau di negeri maju sudah minimal. Jadi ya terima keadaan sajalah,  jalani hidup tetap seperti ini sampai kapanpun.  Maka itu aku putuskan mau melamarmu sekarang saja atau tidak sama sekali."Kata Bram di sebuah restoran makanan khas Nusantara. 

"Mau tapi ada syarat"Jawab Ayik. 

"Apa? "Tanya si Pelamar. 

"Kalau ada gaji atau penghargaan dari negara,  kasih dulu ke aku. Kalau ada oknum mau malakin uang kamu,  biar dia minta ke aku,  baru puas kalau kulawan dulu."

"Kok begitu, sih?" Bram takut sekali Ayik harus bersitegang dengan oknum-oknum itu,  karena bakal membuat banyak hati terluka. 

"Kok sedih, Bram? Ya sudah. Aku tarik syaratku.  Sebaiknya memang cinta tanpa syarat,kan?" 

Lalu keduanya menikah dan tulisan "ghost writer" Ayik soal adanya pungutan oknum di beberapa bangsal di Nusantara membuat pendistribusian uang lebih tepat sasaran dan disosialisasikan adanya sanksi bagi pihak -pihak yang "nyeleneh". Para oknum ini disarankan mengatur biaya tak terduga dari operasional bangsal covid dari pos pengeluaran lain,  jangan lagi dari memungut insentif para tenaga kesehatan. 

Ternyata cinta tanpa syarat tidak pernah salah. 

Dokumentasi Kompal
Dokumentasi Kompal
 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun