Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mana CSR-mu, Ini Gertakku!

10 Juli 2020   06:00 Diperbarui: 10 Juli 2020   06:03 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalau mau bagi-bagi CSR (corporate social responsibility ), kami diajak-ajak, ya, Mas...." Kata Bauamis, ketua preman yang memimpin demonstrasi warga sekitar penambangan pasir di Sungai Ingalum yang omsetnya lumayan besar, dapat mencapai milyaran sebulan. Kata-kata ini dia ucapkan seusai rapat dengan pimpinan perusahaan yang berakhir damai.

Penambangan pasir ini sudah berlangsung lama, lebih 10 tahun dan lumayan membantu perekonomian rakyat setempat karena membuat ada banyak warung, ada pasar, mulai banyak ruko yang menjual kebutuhan rumah tangga dan banyak pendatang yang menjadi pekerja baru di berbagai sektor ataupun wisatawan yang berkunjung karena kebetulan di sekitar Sungai Ingalum ada hutan pinus yang sering dijadikan perkemahan serta kegiatan "out bond" yang mulai viral 3 tahun lalu di media sosial.

Pimpinan perusahaan penambangan pasir, "Usaha Kwarsa" bernama Pertus dengan berani meminjam uang di bank dalam mengembangkan usahanya dan mengembangkan pula usaha wisata hutan pinus, usaha petualangan arung jeram dan latihan berkuda di sekitaran sungai. Intinya daerah itu mulai maju dan seperti biasa preman-preman lokal mulai tertarik ambil peran dan mendekati perangkat birokrasi di sekitar untuk membuat heboh.

Salah satu anggota premannya Bung Bauamis diperintahkan ikut satu permainan "flying fox" di kegiatan "out bond" hutan pinus dan dengan sengaja melepaskan tali pengaman yang diikat di dadanya dan mengalami cedera ringan karena jatuh di ketinggian 2,5 meter terakhir dan inilah yang memicu demonstrasi. 

Puluhan warga mulai protes ketidakamanan wahana, merembet ke rusaknya ekosistem sungai akibat penambangan dan banyaknya sampah akibat kegiatan di tambang. 

Memang benar 10 tahun lalu di sekitar Sungai Ingalum tidak banyak sampah, tidak ada kecelakaan wahana wisata bahkan penduduknyapun hanya 11 kepala keluarga yang belum ada rukun tetangga (RT) satupun. Bandingkan dengan sekarang yang sudah menjadi sebuah desa besar yang perputaran ekonominya sudah sangat tinggi.

Tetapi demonstrasi tetap terjadi dan satpam perusahaan yang hanya 10 orang tiap shift  jaga tidak mampu menahannya, terpaksalah perusahaan meminta mediasi pihak birokrasi, kepala desa untuk berunding.

"Pak Pertus jangan main-main dan kurang ajar disini. Warga kami banyak dirugikan dengan perusahaan ini. Kami bisa usir keluar perusahaan ini kalau tidak serius menanganinya!" Gertak Bauamis, preman licik yang tahunya cuma mencari duit dari menakut-nakuti orang dan kemudian meminta jatah uang keamanan.

"Kami tidak main-main, Pak. Segala prosedur perusahaan dan wahana sudah dilakukan dengan baik. Masalah anak buah anda yang jatuh dari "flying fox" kemarin juga saya sudah minta lapor saja ke polisi dan membuat visum, tetapi dia menolak dan memilih buat demonstrasi. Jelas-jelas,kok di rekaman "CCTV" kami dia membuka tali pengamanannya sendiri biar jatuh."Jawab Pertus tidak kalah suaranya meninggi.

"Maksud kamu, kami buat demonstrasi ini dan buat kecelakaan kemarin hanya konspirasi saja? Kurang ajar, ini kelewatan!" Bung Bauamis mau merangsek maju, tetapi dicegah aparat desa.

"Ya, sudah. Diskusi kita sudahi dulu soal kecelakaan kemarin. Saya juga baru tahu kalau anak buah pak Bauamis melepas tali pengamannya sendiri. Intinya hati-hati lagilah ya, pak Pertus. Kalau ada yang mau "flying fox", kasih tahu sekali lagi jangan lepas tali pengamannya."Kata pak Kepala Desa.

"Sebenarnya 5 tahun ada wahana "flying fox", baru sekali kemarin ada yang melepas tali pengaman dengan sengaja dan membuat rusuh pula." Ketus Pertus.

Kepala desa agak malu di rapat ini karena terkesan dikadali si ketua preman Bauamis yang saudara kandungnya sedang dipenjara karena kasus penyelewengan uang bantuan pemerintah di desa lain yang nilainya puluhan juta rupiah.

Rapatpun selesai baik-baik saja, lalu salam-salaman dan walaupun seperti kalah perang, Bauamis tetap saja muka tembok bahas "CSR" ke Pertus.

"Maaf, pak Bauamis. Lain kali kalau mau minta uang jajan, caranya yang eleganlah sedikit, jangan gaya preman murahan begitu. Marah-marah, bentak-bentak, menghina, memojokkan lalu ujung-ujungnya minta duit. Mengaku saja anak yatim piatu, saya kasih kok barang 100 ribu." Kata pak Pertus agak lantang biar Kepala Desa juga mendengar.

Dan si kepala preman serta kepala desapun keluar ruang rapat perusahaan dengan muka merah seperti kulit kepala udang.

sumber: Dokumentasi Kompal
sumber: Dokumentasi Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun