Tahun lalu 2020 awal adalah "jatah" keluarga kami berkumpul merayakan malam tahun baru di Palembang rumah orang tuaku, berselang-seling tahun depan kami akan merayakannya tahun baru di keluarga mertua di Medan.
Yang mengejutkan adikku yang tinggal di Bali, tahun ini suaminya yang bekerja di pajak tidak mendapat bonus tahunan seperti sebelumnya dan terancam tidak dapat kumpul di Palembang karena tiket pesawat untuk 3 orang bolak-balik pasti diatas 10 juta rupiah. Ternyata adikku,suami dan anaknya masih bela-belain datang lewat darat naik "tol Jokowi" memakai Trans Jawa lanjut Trans Sumatera dengan mobil "city car" yang termurah di Indonesia.
Nah, makanya selesai acara pergantian tahun itulah terpikir juga untuk menjajal tol Palembang-Lampung yang hanya 360 kilometer dan dengan kecepatan rata-rata 100 km/jam dapat ditempuh dalam 3,5 jam.
Tanggal 3 Januari lalu pukul 7 pagi kami ikut berkonvoi dengan keluarga adik perempuanku itu ke Lampung via tol, mereka melanjut sampai Bakauheni sementara kami masuk ke kota Bandar Lampung via pintu tol Kota Baru pukul 11 siang, dengan kecepatan mobil antara 80-95 kilometer perjam karena masih ragu-ragu apakah mobil 1200 cc yang kami tumpangi berlima cukup daya tahannya untuk perjalanan jarak jauh.
Sesampai di Bandar Lampung kami menginap di hotel yang ternyata ramai sekali diparkiri mobil dengan plat bernomor seri BG, B dan A selain BE yang merupakan seri plat mobil Lampung tetapi lucunya hotel yang ramai itu sendiri sedang kena hukuman oleh pemerintah daerah setempat karena belum membayar pajak hotel. Pagar hotel, dinding depan hotel banyak digantung spanduk seperti diatas. Kalau rumah peserta BPJS atau perusahaan yang tidak membayar BPJS diperlakukan seperti ini mungkin ada "shock therapy" juga,ya.
Setelah mencari di dunia maya paket wisata di Lampung kami pun memutuskan ikut "open trip" oleh sebuah travel ke Pulau Tegal Mas dan sekitarnya, biayanya 250 ribu perorang sudah termasuk kapal, makan siang, pinjam alat "snorkling" serta berfoto-foto di air, drone dan di darat. Tanggal 4 Januari pagi titik temunya di Dermaga Ketapang pukul 8 pagi dan kami mulai perjalanan pukul 8.40 .
Pulau yang berpasir putih ini ternyata sudah ramai sekali dan sudah mempersolek dirinya sejak tahun 2015. Banyak paviliun sudah berdiri yang kabarnya biaya menginap semalamnya 1,5 jutaan. Untuk berfoto-foto ria cukup banyak tempat yang bagus tetapi memang yang menjadi masalah tetaplah sampah yang tidak ada petugas khusus membersihkan secara rutin dan kamar mandi cuci kakus yang sangat terbatas, harus mengantri 5-15 menit untuk sekedar buang air kecil di WC, tapi kalau mau di pantai sambil berendam, siapa yang tahu?