Mohon tunggu...
Posma Siahaan
Posma Siahaan Mohon Tunggu... Dokter - Science and art

Bapaknya Matius Siahaan, Markus Siahaan dan Lukas Siahaan. Novel onlineku ada di https://posmasiahaan.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Ketika Pelayanan Fisioterapi Menjadi Penting

3 Agustus 2018   05:45 Diperbarui: 3 Agustus 2018   05:54 1243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Fisioterapi di rumah sakitmu tetap jalan?"Tanya mamanya anak-anak suatu pagi.

"Masih, kami punya dokter spesialisnya, kok."Jawab saya.

"Iya, itu ada puluhan rumah sakit pelayanan fisioterapinya tidak dibayarkan BPJS Kesehatan, karena tidak ada dokter fisioterapisnya. Kasihan,kan, pasiennya sudah tua-tua.."Katanya lagi.

Sayapun hanya mengiyakan dan lanjut permisi ke rumah sakit untuk praktek.

Permasalahan pelayanan fisioterapi ini pernah saya ikuti di rapat Tim Kendali Mutu dan Kendali Biaya (TKMKB) regional Sumatera Selatan-Bengkulu-Bangka Belitung awal tahun lalu di Bangka, permasalahannya sama, banyak rumah sakit punya peralatan fisioterapi, punya fisioterapis setingkat diploma 3, tetapi tidak memiliki dokter spesialis rehabilitasi medis disana. Pertanyaannya adalah apakah ini layak dibayarkan?

Yang menarik adalah semua rumah sakit tahu bahwa Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi (Sp KFR) itu sangat langka, tetapi alat fisioterapi masih diadakan, berarti memang pelayanannya tidak berbasis spesialis, hanya fisioterapis saja, ini dapat saja dimaklumi untuk pasien "non BPJS Kesehatan", tetapi untuk BPJS Kesehatan saat ini orientasinya kalau rumah sakit haruslah dokter spesialis.

Mengapa rumah sakit-rumah sakit tidak mengirim staf medisnya untuk sekolah Sp.KFR? Pertanyaan ini dapat dijawab dua versi, pertama tentu saja pendidikan Sp.KFR tidak sebanyak pendidikan spesialis 4 dasar seperti penyakit dalam, kebidanan, bedah dan anak yang hampir setiap universitas negeri ibu kota propinsi memilikinya. 

Adanya paket fisioterapi yang dibayarkan BPJS Kesehatan tidak pula membuat penerimaan dokter calon spesialis Sp.KFR menjadi 'jor-joran" dan "massal", tetapi terkesan tetap selektif dan sesuai kemampuan staf pengajar serta jumlah laboratoriumnya.

Alasan kedua, rumah sakit-rumah sakit "ragu" menyekolahkan orang untuk spesialis langka ini, karena mungkin saja sesudah tamat si spesialis 4-5 tahun kemudian peraturan tentang Fisioterapi mungkin saja berubah lagi, kalau menjadi tidak dibayarkan lagi karena dianggap tidak "live saving", bagaimana, coba?

Sebenarnya fisioterapi tidak dilarang dilakukan di FKTP (Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama) dengan pengelolanya fisioterapis dan bukan spesialis KFR, tetapi pembayarannya akan ikut kapitasi, bukan paket khusus seperti di rumah sakit. 

Ujung-ujungnya memang masalah pembayaran, karena BPJS Kesehatan berpatokan bahwa rumah sakit itu adalah ranahnya spesialis, sementara rumah sakit berpatokan yang penting kami melakukan pelayanan dan pelayanan itu ada didaftar yang dibayarkan, pelaksananya boleh siapa saja.

BPJS Kesehatan di 1 Januari 2019 pelaksanaannya 5 tahun, berarti kalau sejak awal rumah sakit-rumah sakit yang punya alat fisioterapi dan tahu mereka seharusnya punya SpKR berijin praktek 1,  sudah dapat 1 spesialis kalau menyekolahkannya dari 2014. 

Maksudnya memang pelaksanaan BPJS Kesehatan 4,5 tahun pun rumah sakit-rumah sakit masih belum berbenah dengan baik, konon poliklinik spesialispun(yang 4 dasar) dilayani oleh dokter umum karena spesialisnya hanya datang beberapa hari dalam seminggu atau memang tidak pernah datang tetapi "menitipkan" surat ijin praktiknya saja satu disana dengan "kompensasi" tertentu. Ini di empat tahun lalu dapat dimaklumi, tetapi tahun ini sudah dianggap "fraud" atau curang.

Pasien terkadang tahu bahwa mereka tidak dilayani dokter spesialis di rumah sakit, tetapi harap maklum karena keterbatasan, itu tahun 2014-2016 dapat dimengerti, tetapi dikasih waktulah sampai 2019-2020, apakah masih dapat ditolerir pelayanan spesialis diganti dokter umum atau penata?

BPJS Kesehatan saya dukung dengan aturan baru mengenai pelayanan fisioterapis ini supaya rumah sakit-rumah sakit juga mau "fair" melengkapi fasilitas dibarengi SDM (sumber daya manusia) dengan baik. 

Dokter-dokter umum itu harus difasilitasi untuk sekolah, kasih beasiswa dengan ikatan dinas, kasih rekomendasi tanpa ikatanpun boleh asalkan 1 surat ijin prakteknya terlampir di rumah sakit tersebut. 

Karena yang selalu disalahkan aturan main yang dianggap memberatkan karena perlu spesialis, itu dahulu dapat dimengerti tahun 2014, tetapi sudah 5 tahun dipertanyakan niat menyekolahkan spesialisnyapun belum ada, misalnya.

Ini saya tulis sebagai penyeimbang, BPJS Kesehatan memiliki dana yang bukan tidak terbatas, mereka mulai meneliti ketidakefisienan (kasarnya bocor) pembayaran itu dimana saja.  

Jadi memang ada pelayanan kesehatan yang seharusnya tidak harus ke rumah sakit tetapi jadi ke rumah sakit dan ada yang seharusnya tidak harus dibayarkan di rumah sakit, karena yang mengerjakannya tidak sesuai kompetensinya, tetap dibayarkan. 

Contohnya begini, tindakan "X" dirujuk ke rumah sakit karena puskesmas tidak sanggup, lalu di rumah sakit A ada yang bisa melakukan tindakan "X", tetapi dia bukan spesialis, maka kalau mau dilakukan boleh saja, tetapi BPJS Kesehatan tidak wajib membayarnya, karena yang dibayar kalau pelaksananya spesialis.

Untuk itu, semua rumah sakit yang spesialisasinya kurang, masih main kucing-kucingan dokter umum melayani poli spesialis padahal si spesialis di kota lain, berbenahlah, sekolahkan dokter-dokter umummu, karena memang jaman sudah berubah, semua pelayanan di rumah sakit harus punya spesialis "on-site" di era BPJS Kesehatan.

dari FB Kompal
dari FB Kompal

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun