"Ada berapa pasien?"Tanya saya pada petugas fisioterapi yang cantik di siang hari itu.
"Dua puluhan hari ini, dok. Tapi setiap setengah jam bisa dua, dok. Mau mengintip pasien yang sedang dimerah-merahi, dok?"Tanyanya sambil tersenyum manis.
"Pasiennya keberatan, tidak?"Tanya saya.
"Ya, mereka telungkup, dok. Tulang belakangnya yang mau disinari karena ada pengapuran saraf terjepit. Jadi mukanya tidak kelihatan kalau mau difoto." Petugas fisioterapi yang laki-laki menambahkan.
Lalu dia menjelaskan alat itu namanya infra merah, yang bersifat panas, gunanya untuk memperbaiki aliran darah di jaringan kulit dan otot atau tulang yang dekat kulit serta mengurangi ambang nyeri dan menyembuhkan peradangan.
Panjang gelombang infra merah ini antara 700 nanometer sampai 1 mm, diberikan ke pasien selama kurang lebih 30 menit.
"Itu TENS, Dok. Pakai arus listrik yang ringan, kesetrum dikit-dikitlah dok, geli-geli sedikit.."Kata si petugas lagi.
Transcutaneus ElectricalNerve Stimulation(TENS) ini memang memakai arus listrik rendah, gunanya menstimulus saraf bermyelin tebal dan menurunkan impuls saraf nyeri. Bermanfaat untuk nyeri kronis yang tidak sembuh-sembuh dengan obat dan terjadi ketergantungan terhadap obat antinyeri.
"Pasiennya tahan juga ya menjalani fisioterapi setengah jam lebih?"Tanya saya.
"Oh, tidak terasa, dok. Itu dua nenek-nenek bersebelahan dari luar sudah ngobrol ngalur ngidul cerita penyakit, keluarga dan lain-lain. Sepertinya mereka betah-betah saja menjalani 4 sesi."Kata si petugas.
Memang fisioterapi ini ada 5 kali pertemuan sebagai satu paket tindakan. Pertemuan pertama konsultasi dengan dokter spesialis rehabilitasi medis, lalu setelah ditentukan alat yang akan digunakan, si pasien menjalani 4 sesi dan terakhir berkonsultasi ke dokter 'rehab' untuk ditentukan apakah perlu lanjutan atau cukup.
Pelayanan fisioterapi ini ditanggung BPJS Kesehatan dan sangat berguna untuk pasien manula untuk mengurangi ketergantungan terhadap obat anti nyeri yang sering menimbulkan penyakit berat katastropik gagal ginjal yang berujung pada cuci darah (hemodialisa).
Beberapa pasien memang merasakan manfaat terapi non invasif ini dan dapat mengurangi obat antinyerinya dari tiap hari menjadi 1 kali per 3 hari saja.
Kalau semua pasien lansia yang rematik kambuhan dapat difioterapi dan tidak tergantung obat antinyeri lagi, mungkin nantinya biaya cuci darah yang secara nasional jumlahnya fantastis dapat dikurangi atau minimal jangan bertambah banyak. Lebih baik pusat rehabilitasi medis beginian yang diperbanyak daripada pusat cuci darah yang lebih mahal.
Demikianlah hasil mengintip saya di ruang fisioterapi yang baru dibuka, mungkin 10 tahun lagi saya mulai jadi pasien rutin disini. Tetapi mudah-mudahan kalau rajin berenang dan makan yang sehat, jauh-jauh deh nyeri sendi dan tulang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H