"Dok, saya mau konfirmasi apakah terinfeksi TBC (tuberkulosis)," ujar seorang pemuda pertengahan 20-an yang baru melamar kerja di sebuah perusahaan terkemuka dan gagal di tes kesehatan.Â
Perusahaan tersebut menjelaskan bahwa pemeriksaan ronsen dadanya ada dugaan TBC ringan di paru-paru kanan dan ada kawat pengait di tulang sternum di tengah dada.Â
"Kita ronsen ulang, ya. Saya tidak boleh buat penatalaksanaan hanya berdasarkan tulisan di kertas, melainkan harus lihat sendiri (hasil) ronsennya. "Kebetulan secara fisik, ronsennya tidak dikirim ke si calon karyawan, hanya kesimpulan radiologisnya dan pada pemeriksaan fisik, saya temui suara-suara di paru-parunya relatif normal.Â
"Tidak bahaya, Dok, dironsen berulang kali dalam beberapa minggu?" tanyanya agak sungkan.
"Kalau diperlukan, tidak masalah, karena dosis radiasinya untuk paru-paru relatif rendah. Kalau tidak ada analisa ronsen terbaru, saya tidak bersedia memberi pengobatan," jawab saya.Â
Akhirnya dengan berat hati si pasien bersedia dironsen dan tampaklah ada sedikit flek di paru-paru kanan dan kawat dua di tengah dada.Â
Si pasien mengaku saat remaja ada tumor jinak kelenjar thymus di tengah dadanya dan dioperasi. Karena di tengah dada, maka tulang sternumnya pun dibelah dan sesudah tumor jinak diambil tulang sternum disatukan lagi dengan kawat seperti di atas.Â
Mungkin, dokter pemeriksa calon karyawan di perusahaan itu menganggap TBC dan kawat ini berpotensi membuat si pelamar akan sering sakit, menularkan dan menjadi beban kesehatan perusahaan di masa mendatang, jadi direkomendasikan tidak diterima.
"Saya kasih antibiotik yang spektrum luas dua minggu, sesudah itu dironsen ulang," kata saya, dan dia bersedia.Â
Biasanya kalau bukan TBC, sesudah diobati maka flek tadi hilang. Tetapi kalau ada penyakitnya, maka gambaran tersebut akan menetap.
Kasus ini unik karena menyangkut penerimaan kerja, pemahaman tentang TBC yang kurang baik, serta adanya kawat bekas operasi.