Bila DKI Jakarta diibaratkan sebuah perusahaan besar dimana semua warga yang memiliki KTP dan berhak memilih dianggap pemegang saham, baik yang membayar pajak ataupun tidak, maka pencoblosan pilkada putaran pertama dan kedua nanti dapat dibayangkan seperti rapat umum pemegang saham (RUPS) 'Perseroan DKI Jakarta'. Salah satu tugas RUPS adalah memilih direktur utama (CEO) di 'perseroan' ini yang dinamakan gubernur dan wakil gubernur.
Kesan DKI seperti perusahaan besar juga terbukti dari pesaing di pilkada kali ini juga merupakan pengusaha-pengusaha yang sukses di bidangnya yang belakangan mulai tertarik ke politik. Ahok dengan perusahaan di Belitung pulau kelahirannya dan Sandiaga Uno di Jakarta.
Selain itu dana kampanye yang dikeluarkan oleh pasangan calon-pasangan calon ini membuat nuansa 'menanamkan saham' juga kental. Ada yang berani menanamkan saham puluhan milyar seorang diri dengan ikhlas dan ada yang mengajak warga pendukung sang 'CEO' pertahana bergotong royong membantu kampanye dengan janji akan meneruskan kinerja yang dianggap sudah baik.
Namun jika merujuk ke fungsi RUPS, maka salah satu kewenangannya adalah mempailitkan perusahaan, menggabungkan perusahaan, membubarkan perusahaan, memperpanjang masa kerja perusahaan, mengubah undang-undang perusahaan maka tanggal 19 April 2017 nanti warga Jakarta secara tidak langsung juga menentukan apakah ibu kota negara ini akan dibuat lebih maju ataukah kembali mundur. Apakah lelang jabatan, keterbukaan anggaran dan keterbukaan kebijakan yang bisa diakses oleh semua orang akan lebih ditransparansikan atau malah ada upaya kembali menutup-nutupi anggaran, jabatan dan rapat-rapat karena 'kontrak politik' dengan pemegang saham mayoritas pemilih demikianlah adanya.
Menghormati apapun keputusan RUPS adalah sangat penting, karena CEO adalah pelayan dari pemegang saham, kalau tidak terpilih berarti memang ada yang dianggap lebih baik, meskipun kinerja baik, namun mayoritas pemegang saham menganggap kinerja nomor dua, yang penting CEO lama diganti saja, ya sudah terima sajalah. Saya yakin CEO yang baik, terlempar di sebuah RUPS yang tidak rasional, maka pasti ada perusahaan lain yang berbasis kinerja akan menampung.
Setuju?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H