"Memang tulisan si ABG SMA hanya 5 halaman, tetapi intisarinya sama persis dengan isi disertasi doktor Amanyun, namun dipanjang-panjangi dan ditambahi data-data sana-sini sampai 150 halaman, entah diambil dari tulisan siapa lagi."Salah satu paragraf di tulisan itu benar-benar menyayat hati.
Segenap institusi pendidikan tempat sang doktor berkiprah tersentak. Tulisan di majalah sekolah itu baru dilansir 1 tahun lalu dan si ABG masih kelas 3 pula. Bagaimana ini?
14 Pebruari 2014, Jumat keramat. Doktor Amanyun mendatangi si ABG Bonaria yang ternyata sangat 'sexy' sambil membawa sekuntum bunga mawar merah di kantor kepala sekolahnya.
"Maaf, saya terinspirasi tulisan dik Bonaria untuk disertasi saya dan tidak permisi lagi."
"Oh, tidak apa-apa om. Lain kali, ngasih tahu ya. Dan tidak perlu pakai bunga segala, saya kan jadi malu."Pak kepala sekolah dan para wartawan yang meliput tertawa, doktor Amanyun terisak menangis.
Tanggal 15 Pebruari asap mengepul di halaman kampus tempat Amanyun mengajar, ratusan buku disertasi doktoralnya yang 'fenomenal' yang telah diterbitkan sebagai acuan dibakar mahasiswa, dosen yang membelinya dalam aksi damai.
"Jangan mundur om. Mendalami plagiasi tidak cukup hanya mengetahui seluk beluknya dari kejiwaan sampai budaya dan pencegahannya. Om memang harus membuktikannya dengan melakukannya secara meyakinkan..."SMS Bonaria Singgana si ABG SMA membuat doktor Amanyun yang hampir mengundurkan diri dari kampus karena malu menjadi tergugah.
Seorang anak remaja yang luar biasa, membuat pencerahan yang begitu berharga. Kenapa tidak? Untuk menjadi doktor plagiator yang sempurna, berarti dia harus melakukannya dengan indah.
Hemmmmm....Habis kata-kata?Ya sudah!