(ilustrasiku dewek)
"Selamat, sebuah ulasan yang menarik. Anda layak mendapatkannya."Salam guru-guru besar penguji kandidat doktor yang baru lolos menjadi doktor, Â bung Amanyun.
"Terima kasih. Saya bahagia berada disini, hari ini...."Tetes air mata bahagia si doktor baru begitu mengharu biru, ditambah pelukan sang istri dan dua anaknya yang beranjak dewasa, membuat perjuangannya menyusun disertasi berjudul 'Membedah Plagiator dari Berbagai Sudut Pandang' terasa sempurna.
Sebagai seorang dosen pendidikan, dua setengah tahun dia meneliti mengapa seseorang begitu 'terangsang' menjadi plagiat dan mengapa itu bisa lolos-lolos saja di penilaian masyarakat.
Budaya plagiasi yang membudaya di negeri ini dikupas sang doktor baru dari sisi asal muasalnya, dari budaya mencontek sedari taman kanak-kanak, malah mencontek massal terkoordinir dengan tim sukses sekolah saat ujian nasional, budaya skripsi pesanan di rental komputer dan budaya malas 'check and recheck' para penguji penelitian, skripsi dan lain-lain.
Juga dibahas masalah kejiwaan para plagiator yang cenderung ke 'kleptomania', mencuri tanpa merasa bersalah dan menganggap yang dicurinya itu 'koleksi pribadi'.
Dan yang terpenting adalah bagaimana cara-cara 'mendeteksi' sebuah tulisan plagiasi serta kriteria sebuah tulisan dipastikan plagiat.
Si doktor baru beberapa minggu kemudian dilantik dan berhak mendapatkan gelar doktornya, mengajarlah dia dan menjadi pembimbing dan pembicara dimana-mana dengan spesialisasi 'anti-plagiator'.
Cerita selesai? Ternyata tidak, ini baru dimulai.
Sebulan setelah sang doktor dilantik, ada akun bernama 'penulis majalah sekolah' membuat 'postingan' di sebuah jurnalisme warga dengan judul 'Doktor Amanyun mencontek tulisan ABG SMA?'
Si penulis majalah sekolah ini memuat beberapa kutipan di tulisan Bonaria Singgana, ketua redaksi majalah sekolah SMA ibu kota berjudul 'Ini, lho A-Z-nya Plagiator', yang bagian-bagiannya hampir 90% mirip dengan bagian-bagian di disertasi sang doktor.
"Memang tulisan si ABG SMA hanya 5 halaman, tetapi intisarinya sama persis dengan isi disertasi doktor Amanyun, namun dipanjang-panjangi dan ditambahi data-data sana-sini sampai 150 halaman, entah diambil dari tulisan siapa lagi."Salah satu paragraf di tulisan itu benar-benar menyayat hati.
Segenap institusi pendidikan tempat sang doktor berkiprah tersentak. Tulisan di majalah sekolah itu baru dilansir 1 tahun lalu dan si ABG masih kelas 3 pula. Bagaimana ini?
14 Pebruari 2014, Jumat keramat. Doktor Amanyun mendatangi si ABG Bonaria yang ternyata sangat 'sexy' sambil membawa sekuntum bunga mawar merah di kantor kepala sekolahnya.
"Maaf, saya terinspirasi tulisan dik Bonaria untuk disertasi saya dan tidak permisi lagi."
"Oh, tidak apa-apa om. Lain kali, ngasih tahu ya. Dan tidak perlu pakai bunga segala, saya kan jadi malu."Pak kepala sekolah dan para wartawan yang meliput tertawa, doktor Amanyun terisak menangis.
Tanggal 15 Pebruari asap mengepul di halaman kampus tempat Amanyun mengajar, ratusan buku disertasi doktoralnya yang 'fenomenal' yang telah diterbitkan sebagai acuan dibakar mahasiswa, dosen yang membelinya dalam aksi damai.
"Jangan mundur om. Mendalami plagiasi tidak cukup hanya mengetahui seluk beluknya dari kejiwaan sampai budaya dan pencegahannya. Om memang harus membuktikannya dengan melakukannya secara meyakinkan..."SMS Bonaria Singgana si ABG SMA membuat doktor Amanyun yang hampir mengundurkan diri dari kampus karena malu menjadi tergugah.
Seorang anak remaja yang luar biasa, membuat pencerahan yang begitu berharga. Kenapa tidak? Untuk menjadi doktor plagiator yang sempurna, berarti dia harus melakukannya dengan indah.
Hemmmmm....Habis kata-kata?Ya sudah!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H