Pada Desember 2019, Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi lain yang dipimpin Rusia tentang kejahatan dunia maya. Resolusi tersebut menyerukan pembentukan komite ahli untuk mengembangkan perjanjian kejahatan dunia maya internasional yang baru. Dalam sebuah posting blog, Joyce Hakmeh dan Allison Peters menggambarkan keterlibatan Rusia dalam resolusi tersebut sebagai bagian dari upaya Rusia untuk menggantikan Konvensi Budapest tentang Kejahatan Dunia Maya.
Negara-negara juga telah mengorganisir upaya diplomasi siber di luar PBB. Pada tahun 2001, Komite Ahli Kejahatan di Dunia Maya dari Dewan Eropa menyusun perjanjian internasional yang disebut Konvensi Budapest tentang Kejahatan Dunia Maya.
Konvensi Budapest adalah konvensi yang membahas mengenai “Perjanjian Internasional yang pertama kalinya mengatur tindak kejahatan lewat Internet serta jaringan komputer lainnya, salah satunya menanggapi serta menangani kasus pelanggaran keamanan jaringan”.
Tujuan dari prinsip perjanjian Konvensi Budapest adalah untuk menggapai “Kebijakan Kriminal Umum” untuk menyelesaikan seluruh tindak kejahatan yang dilakukan seseorang di Dunia Maya. Sampai saat ini, 65 negara telah meratifikasi perjanjian tersebut dan 68 telah menandatanganinya. Lebih dari separuh pihak dalam perjanjian itu adalah negara-negara Eropa, tetapi beberapa negara non-Eropa juga merupakan pihak.
Pada tahun 2003, Dewan memutuskan untuk menambah Protokol untuk mengatasi konvensi Kejahatan yang dilakukan di Dunia Maya, yang berkaitan erat dengan “Tindakan Kriminalisasi Rasis Serta Xenofobia Yang Dilakukan Lewat Sistem Komputer.” Protokol tersebut diratifikasi 32 negara serta ditandatangani 45 negara. Negosiasi yang dilakukan untuk Protokol Tambahan Kedua Konvensi Budapest dimulai pada tahun 2017.
Pada bulan Februari 2015, Uni Eropa mengadopsi Kesimpulan Dewan tentang Diplomasi Cyber. Kesimpulan ini menyerukan kerjasama dunia maya yang beragam, termasuk untuk promosi hak asasi manusia, pembangunan kapasitas, tata kelola internet, dan penuntutan pidana.
Menurut André Barrinha dan Thomas Renard, Kesimpulan adalah "pertama kali istilah 'cyberdiplomacy' digunakan dalam dokumen resmi pemerintah seperti itu."
Tantangan Dalam Diplomasi Siber / Cyber Diplomacy
Apakah teman-teman tahu bahwa Diplomasi Siber / Cyber Diplomacy memiliki tantangan dalam dunia internasional? Ya, adanya Diplomasi Siber / Cyber Diplomacy mengakibatkan tantangan hampir bagi semua negara, diantaranya tantangan tersebut ada yang berkaitan dengan hukum, politik, dan teknologi.
Beberapa tantangan diantaranya adalah keengganan dari beberapa negara dalam memutuskan untuk ikut bergabung dalam Diplomasi Siber / Cyber Diplomacy, perkembangan Diplomasi Siber / Cyber Diplomacy yang sangat cepat, dan Terjadinya perpecahan politik pada negara bagian.
Keengganan Negara untuk Terlibat dalam Diplomasi Siber / Cyber Diplomacy