Mohon tunggu...
Mohamad Irvan Irfan
Mohamad Irvan Irfan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Aktifis Sosial

Sedang belajar jadi Penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

New Normal? Perubahan Total dan Global Yang Dibutuhkan

18 Juni 2020   15:16 Diperbarui: 22 Desember 2020   15:26 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Faktor terakhir mengapa  virus-virus bisa menjadi pandemi dengan lebih mudah daripada sebelumnya adalah karena dunia lebih terkoneksi dari pada sebelumnya. Itu mungkin menjadi prestasi terbesar manusia selama dekade-dekade terakhir ini. Namun ia juga memberi jalan bagi penyebaran pandemi. Melalui jalan-jalan bebas hambatan, tranportasi publik dan perjalanan udara, virus corona bisa menyebar ke semua benua dalan hitungan beberapa minggu. Ini menunjukkkan lagi bahwa melindungi alam bukanlah sekedar bertujuan amal. Melestarikan kehidupan liar alam dan keutuhan ekoistem itu adalah tanggung jawab bersama dan juga secara langsung melindungi kesehatan publik dan ekonomi kita.

Jadi Apa yang berubah dengan penerapan new normal bagi kehidupan kita? tidak ada perubahan yang siknifikan bagi kehidupan masyarakat banyak. Namun momen ini kita jadikan kesempatan untuk mendesakkan sebuah kontrak sosial yang baru, yang merubah kehidupan masyarakat atau manusia menjadi lebih baik yakni lebih adil, lebih egaliter, menghormati sesama manusia dan kemanusiaan, dan menghormati dan memperlakukan alam dan limgkungan hdiup dengan lebih baik demi keberlansungan hidup manusia.

Meledaknya isu rasisme dan demonstrasi-demonstrasi anti rasisme di seantero dunia yang , yang diilhami kasus pembuhuhan George Floyd, warga afro-amerika oleh polisi di Amerika Serikat, di masa pandemi dan isu new normal, bisa dijadikan isu dan agenda yang lebih besar, bukan hanya isu rasisme, tapi juga isu-isu global yang lain seperti perubahan iklim, penipisan ozone, sistim ekonomi yang lebih adil, fair trade, fair industrial relation, fair and safe labor migration, tanah, perempuan, masyarakat miskin kota dan desa, dan sebagainya.

Momen ini sesemestinya bisa mempersatukan semua gerakan-gerakan masyarakat sipil untuk mendesakkan agenda-agenda perubahan total ketimbang meributkan new normal yang di dengung-dengungkan oleh otoritas politik di berbagai belahan dunia. Ya New Normal adalah kebijakan politik di dasari oleh kepentingan ekonomi, menyelamatkan modal dari keruntuhan., seperti yang telah dilakukan oleh otoritas-otoritas politik saat krisis-krisis yang telah lalu.

Belajar dari sejarah, Pandemi virus penyakit selalu mengakibatkan krisis kesehatan masyarakat, lalu menjadi krisis ekonomi, dan akhirnya menjadi krisis sosial politik. Pandemi flu spanyol berasal muasal ‘terbawa’ oleh mobilitas barang dan mobilitas tenaga kerja yang meningkat dengan berkembangnya teknologi transportasi, ditambah dengan terkonsentrasinya penduduk/masyarakat pekerja di sentra-sentra industri dan perdagangan, serta buruknya kondisi dan sanitasi tempat tinggal dan lingkungan di era kolonialisme kapital moderen setelah perang dunia pertama berakhir pada tahun 1918.

Pandemi flu spanyol menjangkiti banyak negara, terutama negara-negara benua eropa dan Amerika,. Korban dari pandemi ini juga tidak main-main, menginfeksi sampai lima ratusan juta di seluruh dunia,  dengan seratusan jiwa melayang.  Ia juga mengakibatkan kemorosotan ekonomi dunia dan masih dirasakan dalam waktu yang cukup lama, dua dekade. Krisis ekonomi dunia ini pada waktunya menghasilkan krisis sosial politik. Ya krisis ekonomi selalu menghasilkan krisis sosial politik,

Dalam situasi krisis biasanya selalu muncul gerakan-gerakan sosial dan politik yang menginginkan perubahan yang lebih baik. namun krisis juga bisa dibajak oleh politisi-politisi oportunis yang menggunakan isu ras, nasionalisme, isu-isu populis. Maka tak mengherankan bila saat itu muncul gerakan-gerakan fasis, nazisme di banyak negara eropa, bahkan bisa merebut kekuasaan, misalnya Nazisme Hirler di Jerman, Fasisme Mussolini di Italia dan Jendral Franco di Spanyol.

Dari sejarah kita akan paham mengapa selama pandemi dan krisis akan muncul politisi-potisi oportunis untuk memanfaatkan keadaan dengan isu-isu rasisme, patriotisme dan nasionalisme sempit yang sovinis untuk kepentingan kekuasaaan kelompoknya. Hal ini bisa kita lihat di Amerika Serikat, dimana Trump memainkan isu ras dan nasionalisme patriotisme di tengah krisis.

Kaum afro amerika merupakan kelompok msyarakat miskin dan tingkat pengangguran yang Tinggi. Di saat pandemi covid 19, korbannya banyak dari kalangan masyarakat afro amerika yang memang mayoritas miskin, baik korban tertular atau meninggal karena virus covid-19, maupun korban dari dampak ekonomi yang ditimbulkannya, dimana sebelum pandemi merekapun sudah miskin.

Kondisi seperti itu merupakan bom waktu yang sewaktu-waltu bisa meledak, bila ada pemicunya. Nah kasus Gerorge Floyd pun jadi pemicunya. Bahkan ketika eskalasi unjuk rasa anti rasisme meluas, Trump malah mengeluarkan pernyataaan-pernyatan provokatif bahkan mengancam kaan menerjunkan militer dengan menggunakan UU pemberontakan. Trump mengangggap kaum demonstran sebagai pemberontak/pengkhianat atau memberontak terhadap negara, dan pantas dihadapi dengan militer.. Padahal mereka sama sekali tak punya tujuan memberontak, hanya meyuarakan keadilan bagi warga kulit hitam,

Di Indonesia, pemerintahan Presiden Joko Widodo, menurut survei dari barometer politik menunjukkan ketidak puasan masyarakat atas situasi demokrasi di Indonesia yang merosot. Memang masa darurat pandemi membuat banyak negara menjadi kurang demokratis, kekuasan negara menguat yang dapat digunakan untuk membungkam suara-suara kritis dengan alasan darurat pandemi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun