Mohon tunggu...
Popi Merkuri
Popi Merkuri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

TEKNIK INFORMATIKA

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Menghadapi Ancaman Siber: Strategi Pertahanan B2B Berbasis Reaktif, Heuristik, dan Proaktif

1 Oktober 2024   09:39 Diperbarui: 1 Oktober 2024   10:44 84
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber : https://id.pinterest.com)

Menghadapi Ancaman Siber: Strategi Pertahanan B2B Berbasis Reaktif, Heuristik, dan Proaktif

***  
Kemajuan teknologi informasi dan digitalisasi telah membawa perubahan signifikan dalam operasional bisnis, terutama pada platform e-commerce Business-to-Business (B2B). Di tengah ekosistem digital yang semakin dinamis, ancaman siber menjadi salah satu tantangan utama bagi perusahaan. Sebuah laporan oleh Global Risks Perception Survey (2023) menempatkan serangan siber sebagai salah satu dari lima risiko terbesar di dunia, dengan 32% bisnis global melaporkan adanya serangan siber di tahun yang sama. Bahkan, menurut Protection Group International (2023), rata-rata kerugian per serangan mencapai USD 4,5 juta, sebuah angka yang mengkhawatirkan bagi banyak pelaku usaha.

Artikel ilmiah yang ditulis oleh Kristel M. de Nobrega, Anne-F. Rutkowski, dan Carol Saunders (2024) dalam Journal of Strategic Information Systems menggambarkan betapa krusialnya penerapan strategi pertahanan siber yang sinkron antara teori dan praktik, terutama bagi Chief Information Security Officers (CISO) dan profesional keamanan siber lainnya. Penelitian ini menyoroti fakta bahwa serangan siber, seperti ransomware dan Advanced Persistent Threats (APT), menjadi semakin canggih dan kompleks, berkat meningkatnya ketergantungan pada perangkat yang terhubung dan jaringan global.

Dalam konteks platform e-commerce B2B, ancaman terhadap keamanan data dan operasional dapat mempengaruhi integritas sistem, merusak reputasi, dan mengakibatkan kerugian finansial yang signifikan. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan B2B untuk mengadopsi strategi pertahanan siber yang tidak hanya reaktif, tetapi juga proaktif, guna meminimalkan dampak serangan siber dan memastikan keberlanjutan bisnis dalam ekosistem digital yang terus berubah.

***

Strategi pertahanan siber pada platform e-commerce B2B harus mencakup tiga pendekatan utama: reaktif, heuristik, dan proaktif. Berdasarkan penelitian de Nobrega, Rutkowski, dan Saunders (2024), strategi reaktif difokuskan pada upaya mendeteksi dan melindungi sistem dari serangan siber. Ini mencakup penerapan firewalls, sistem deteksi intrusi (IDS), serta pelatihan keamanan yang melibatkan karyawan. Namun, pendekatan reaktif ini sering kali terbatas hanya pada respons terhadap serangan yang sudah terjadi, sehingga kurang efektif dalam mencegah ancaman yang lebih kompleks seperti serangan Advanced Persistent Threats (APT). Menurut laporan Protection Group International (2023), serangan APT telah menjadi ancaman utama karena sifatnya yang berkelanjutan dan terencana, menargetkan kelemahan infrastruktur bisnis selama periode yang lama.

Di sisi lain, strategi heuristik melibatkan analisis mendalam terhadap pola serangan siber dan perilaku penyerang. Metode ini, seperti yang dipaparkan dalam artikel, memanfaatkan pemrosesan informasi dan kecerdasan buatan untuk mempelajari pola pikir peretas dan memprediksi kelemahan yang paling mungkin dieksploitasi. Contoh nyata adalah penggunaan teknik game theory yang diterapkan untuk memahami keputusan strategis peretas dalam memilih kerentanan yang akan diserang (Roumani & Nwankpa, 2020). Melalui pendekatan heuristik, platform e-commerce B2B dapat mengidentifikasi titik-titik lemah yang sering diabaikan dan meningkatkan kemampuan prediksi serangan.

Terakhir, strategi proaktif, yang didorong oleh teknologi kecerdasan buatan (AI) dan pembelajaran mesin (ML), memungkinkan perusahaan untuk tidak hanya mempertahankan diri, tetapi juga meluncurkan serangan balik yang strategis. Penggunaan AI dapat membantu mendeteksi anomali yang menunjukkan adanya aktivitas siber yang mencurigakan, serta memprediksi pola serangan sebelum mereka terjadi. Misalnya, pada tahun 2022, penelitian menunjukkan bahwa sistem berbasis AI dapat mengurangi risiko serangan ransomware hingga 70% melalui identifikasi dini dan langkah-langkah mitigasi otomatis (Sen et al., 2022).

Dalam dunia e-commerce B2B yang sangat kompetitif, adopsi ketiga strategi ini dapat memastikan bahwa perusahaan tidak hanya mampu bertahan dari serangan siber, tetapi juga dapat mengantisipasi dan merespons ancaman dengan cepat. Kombinasi antara respons reaktif yang solid, analisis heuristik yang cermat, dan penggunaan teknologi proaktif adalah kunci untuk melindungi data pelanggan dan integritas sistem dalam menghadapi lanskap ancaman siber yang terus berkembang.

***

Seiring dengan meningkatnya ancaman siber yang semakin canggih, adopsi strategi pertahanan yang tepat menjadi kunci keberhasilan bagi platform e-commerce B2B. Berdasarkan temuan de Nobrega, Rutkowski, dan Saunders (2024), pendekatan multi-level yang melibatkan respons reaktif, analisis heuristik, dan tindakan proaktif dapat membantu perusahaan melindungi diri dari ancaman yang terus berkembang. Tanpa strategi yang terintegrasi dan sinkron antara teori dan praktik, perusahaan berisiko mengalami kerugian finansial yang signifikan, seperti yang ditunjukkan oleh Protection Group International (2023) di mana setiap serangan siber dapat menyebabkan kerugian rata-rata sebesar USD 4,5 juta.

Lebih jauh, pentingnya strategi proaktif berbasis AI tidak bisa diabaikan. Dengan AI, organisasi dapat memanfaatkan kecerdasan mesin untuk secara otomatis mendeteksi dan memitigasi serangan sebelum dampak lebih besar terjadi. Bagi perusahaan B2B, ini adalah investasi penting yang dapat menghindari konsekuensi buruk, baik dari segi finansial maupun reputasi.

Pada akhirnya, masa depan keamanan siber tidak hanya terletak pada pertahanan statis, tetapi pada kemampuan untuk terus berinovasi dalam menghadapi ancaman yang dinamis. Perusahaan yang berhasil mengintegrasikan ketiga pendekatan pertahanan siber ini akan berada pada posisi terbaik untuk melindungi data dan mempertahankan keberlanjutan bisnis mereka di era digital.

Referensi

De Nobrega, K. M., Rutkowski, A.-F., & Saunders, C. (2024). The whole of cyber defense: Syncing practice and theory. Journal of Strategic Information Systems, 33, 101861. https://doi.org/10.1016/j.jsis.2024.101861

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun