Saya tulis cukup panjang, sebelum membaca hingga akhir, saya cuman mau bilang Mulai Pahami Karakter Budaya Lawan Bicaramu
Saya melihat masih belum banyak yang ingin memahami berbagai varian karakter budaya Indonesia. Kita mengaku Indonesia, tapi di satu sisi juga mengkerdilkan saudara kita di wilayah Timur.
Saya masih melihat itu di Media sosial, ini yang jelas tersirat. Selama 4 tahun di jawa, trnyata masih ada stigma yang tidak benar kepada saudara kita di wilayah timur.
Sesuatu yang sensitif terkait politik seperti membahas capres, beranggapan bahwa Presiden harus dari Orang Jawa. Karena suku terbesar adalah Jawa, pemilih terbanyak adalah orang jawa.
Kalau seperti ini, buat apa kita menjadi Indonesia, lebur saja Negara ini berdasarkan suku sukunya. atau kembalikan lagi Wilayah Negara Indonesia Timur
Belum lagi yang menjadi polisi moral di media sosial. Hanya karena ucapan atau statement yang keras dan terlihat kasar yang tak sesuai budayanya.
Dianggap tak sopan, padahal hal itu menjadi sesuatu yang biasa di budayanya. Hal ini sering sekali di tuduhkan ke saudara saudara kita di timur Indonesia.
Bukan hanya orang-orang biasa, bahkan yang berpendidikan tinggi pun masih ada yang seperti ini.
Tahun 1928 tepatnya 28 Oktober, kita sudah bersepakat untuk menjadi Bangsa. Berbagai suku, bahasa, karakter berhimpun menjadi Satu Bagsa Indonesia.
Lantas, Buat apa kita menjadi Indonesia ketika tidak memahami dan menghargai karakter suku bangsa kita.
Saya berdarah Bugis dan Tinggal di Makassar, 4 Tahun terakhir berada di Jabodetabek, Istri Orang Sumatera Selatan, Berdarah Jogyakarta.Cukup menjadi pembelajara betapa kaya budaya kita dengan berbagai karakter yang kita saling jaga dan hargai.
Banyak yang salah kaprah, melihat status dan komentar kawan saya orang Timur, dianggap kasar, dan tak sopan. Sehingga anggapannya mereka-mereka ini tak patut berkomentar.
Ketika hidup di Bogor, berdiskusi dengan beberapa kawan. Memang masih banyak anggapan2 kalau orang-orang2 timur kasar-kasar. Mahasiswanya Anarkis dll. Tapi suasana berbeda, ketika wajah ini bertemu dengan wajah, tangan ini bertemu dengan tangan. Bahkan Pipi ini bertemu dengan pipi.
Anggapan2 yang selama ini terframing seketika hilang. Bahkan ada kawan yang mengatakan,"Saya kira orang Makassar itu kasar dan keras" Ternyata tidak semua.
Saya jawab "Bukan Tidak semua, kasar dan keras terlihat karena budaya kita di Makassar dan budaya jawa tak sama" Lembutnya orang Sunda, beda dengan lembutnya orang bugis makassar, belum lagi lembutnya orang Ambon dan papua"
Yang harus kita lihat, bagaimana ketika mereka menjamu saudaranya, mungkin dari situ bisa kita lihat persamaan kesopanannya.
Melihat karakter orang-orang timur, memang terlihat keras, bahasanya kasar, perawakannya sangar. Ini ketika yang melihat orang-orang sunda atau Jawa.
Tapi cobalah ajak Ngopi-ngopi, kita akan disajikan berbagai kisah seorang pejuang. Ini sering saya temui di mereka yang sedang merantau.
Indonesia timur saja sangat banyak budaya dengan berbagai karakter budaya. Membahas budaya Bugis Makassar saja gak habis habis, apalagi budaya lainnya seperti di Bima, NTT, NTB, Bali, Maluku dan Papua.
Seperti diungkapkan oleh Mattulada (2011:12)[4], orang Makassar berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan. Karakater keras tersebut bukan vandalism, anarkisme atau merusak dan tindak brutal lainnya. Keras yang dimaksud adalah tegas, berbicara lugas, berterus terang dan bertanggung jawab. Di balik sikap keras itu, orang Makassar sesungguhnya adalah orang yang ramah, sangat menghargai orang lain serta menjunjung tinggi nilai kesetiakawanan.
Jadi wajar ketika ada yang menyangkut harkat martabat saudara di Makassar, solidaritasnnya akan sangat tinggi.
Seorang kawan mengatakan, Jangan kau buat macam-macam. Jangan kau usik keramahan kami. Kalau tak mau Badik ini melayang ke tubuhmu.
Kalimat ini memang terlihat mengerikan, tapi siapapun yang ketika bertemu dengannya akan melihat betapa ramahnya orang ini.
Soal suara yang keras dan besar maka tak elok ketika di sebut melawan dan tak sopan ....
Beberapa penggunaan kata pun, sering kali dianggap tak sopan, tapi pada dasarnya kata-kata tersebut sudah menjadi bahasa sehari hari di lingkungannya.
Butuh kelapangan hati untuk menerima berbagai varian karakter dari berbagai suku yang ada di Indonesia.
Apalagi kita sudah menyatakan bahwa Kita Indonesia, Satu Tanah air, Satu Bangsa, dan satu Bahasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H