Sementara itu di rumah Mira, Rita datang untuk mengunjungi Mira. Melihat temannya yang terlihat murung, Rita segera merangkulnya dengan penuh perhatian. "Ada apa, Mir? Kenapa kamu terlihat sedih sekali?"
Mira mengangkat pandangannya, mencoba menahan air mata. "Aku... aku tahu sesuatu tentang Hasan."
Rita menatapnya dengan penuh perhatian. "Apa yang terjadi?"
Mira menunjukkan pesan yang dia terima. "Seseorang bilang bahwa Hasan punya pacar."
Rita membaca pesan itu dengan ekspresi terkejut. "Oh, Mir, aku tidak tahu apa yang harus dikatakan. Ini pasti sangat sulit bagimu."
Di sisi lain, Hasan juga merasakan tekanan dari konflik internalnya. Dia duduk sendiri di kamarnya, memikirkan semua yang telah terjadi. Kata-kata Pak Adi tentang kehati-hatian dan keraguan yang tumbuh dalam dirinya membuatnya merasa tertekan. Dia ingin percaya pada perasaannya pada Mira, tapi apakah itu cukup?
Hasan merenung dalam-dalam, mencoba mencari kebenaran di balik semua keraguan ini. Dia tahu bahwa saatnya tiba untuk menghadapi konsekuensi dari permainan yang dia mainkan dengan hati dan perasaan seseorang.
Mira duduk tegang di meja makan dengan ibunya, Nyonya Rini, yang menatapnya dengan pandangan penuh perhatian namun juga kekhawatiran yang dalam. "Sayang, kita perlu bicara," kata Nyonya Rini dengan suara yang lembut namun tegas.
Mira mengangguk, merasa gemetar di dalam. Dia tahu ini adalah saatnya untuk mengungkapkan apa yang terjadi. "Ma, aku... aku mendapat kabar tentang Hasan," ucapnya dengan ragu. Nyonya Rini menatapnya dengan ekspresi khawatir. "Kabar apa, Nak?"
Mira menelan ludah sebelum melanjutkan, "Seseorang mengatakan bahwa Hasan memiliki pacar."
Nyonya Rini terdiam sejenak, menyerap berita itu dengan perasaan campur aduk. "Oh, Sayang," ujarnya akhirnya, suaranya penuh dengan belas kasihan. "Aku khawatir ini akan terjadi. Kamu tahu, cinta yang dibangun di dunia maya seringkali tidak sepenuhnya nyata."