Mohon tunggu...
Pollung Sinaga
Pollung Sinaga Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar | Konten Kreator

Menulis adalah satu cara memberi tanpa meminta, menabur benih tanpa mengharapkan panen. Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil, berjalanlah bersama dia sejauh dua mil (2nd Mile).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

8 Kesalahan dalam Memaknai Kurikulum Merdeka

24 Februari 2024   16:52 Diperbarui: 6 Maret 2024   12:09 812
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sahabat Pembelajar, tahun ajaran baru pada 2024 Kurikulum Merdeka direncanakan akan diberlakukan untuk semua sekolah di tanah air. Tahun pelajaran 2021/2022 sudah ada sekitar 2500 sekolah penggerak yang menerapkan kurikulum merdeka, dan tahun pelajaran 2022/2023, ada 143.265 sekolah yang mengimplementasikan kurikulum merdeka, baik sekolah penggerak maupun sekolah yang secara mandiri bersedia menerapkannya.

Nah, apakah sahabat sudah berkenalan dan mulai paham dengan kurikulum merdeka, atau masih tersandera dengan kekeliruan, salah paham, mispersepsi, miskonsepsi, misinformasi terhadap perubahan kurikulum? Ikuti terus paparan ini dan silakan berkomentar di kolom komentar agar kita secara bersama-sama menebar manfaat kepada banyak orang.

Berikut saya paparkan 8 kekeliruan pemahaman dan miskonsepsi terhadap Kurikulum Merdeka:

1. Perubahan Kurikulum Hanya Pemborosan, Ganti Menteri Pasti Ganti Kurikulum

Loh, koq bisa? Sahabatku semua, perubahan itu adalah sebuah keniscayaan. Kata orang tiada yang abadi di dunia ini kecuali perubahan itu sendiri. Jadi kalau terjadi perubahan dalam kurikulum nasional, itu suatu hal yang lumrah agar pendidikan kita tidak terlindas oleh kemajuan jaman. Kurikulum harus dievaluasi secara berkala dan disesuaikan dengan perubahan zaman. Jadi gak perlu dibenturkan dengan pemborosan atau pergantian menteri. Menurut  Soetopo dan Soemanto (1991: 38) bahwa suatu kurikulum disebut mengalami perubahan apabila terdapat perbedaan dalam satu atau lebih komponen kurikulum. Komponen kurikulum dimaksud adalah tujuan pendidikan, pengetahuan, metode mengajar, dan penilaian. Di dunia yang berubah sangat cepat saat ini seharusnya pun pendidikan tampil sebagai pelopor perubahan itu sendiri. Perubahan kurikulum sedikit banyak akan "memaksa" guru-guru untuk melakukan evolusi maupun revolusi terhadap gaya mengajarnya di kelas. Kita bisa saksikan, saat ini guru-guru getol melakukan digitalisasi pembelajaran, menghadirkan pembelajaran kepada siswa dengan menggunakan berbagai aplikasi atau platform mengajar seperti Canva, Google Classroom, Merdeka Mengajar, Jamboard, Quiziz, dan lain-lain, serta kepala sekolah mengupayakan digitalisasi sekolah sebagai jawaban terhadap kurikulum dan zaman yang berubah.

2. Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila Sama Dengan Project Based Learning

Lagi-lagi keliru nih! Projek penguatan profil pelajar Pancasila merupakan aktivitas pembelajaran yang dapat berupa kajian, penelitian, diskusi, bakti sosial, penguatan fisik dan mental atau pembelajaran berbasis projek untuk menginternalisasi 6 karakter atau  profil pelajar Pancasila dalam kegiatan kokurikuler. Sedangkan, Project Based Learning (PBL) merupakan kegiatan pembelajaran berupa pembuatan produk barang atau layanan jasa yang digunakan sebagai wahana penguasaan kompetensi dalam kegiatan intrakurikuler. Dengan kata lain, pelaksanaan projek penguatan profil pelajar pancasila bisa saja dilakukan dengan menerapkan metode Projek Based Learning.

3. Terjadi Perubahan Total Jumlah Mata Pelajaran

Waduh, gaswat! Bila melihat struktur kurikulum merdeka, tidak ada perubahan total jam pelajaran, hanya saja jam pelajaran atau  JP untuk setiap mata pelajaran dialokasikan untuk 2 kegiatan pembelajaran berbeda: (1) kegiatan pembelajaran intrakurikuler dan (2) kegiatan projek penguatan profil pelajar Pancasila. Jadi, jika dihitung JP kegiatan belajar rutin di kelas (intrakurikuler) saja, memang seolah olah JP-nya berkurang dibandingkan dengan Kurikulum 2013. Namun, selisih jam pelajaran tersebut dialokasikan untuk projek penguatan profil Pelajar Pancasila. Misalnya, jumlah JP bahasa inggris di tingkat SMP 4 JP, nah 3 JP untuk pembelajaran intrakurikuler dan 1 JP untuk projek. Perubahan kecil yang ada misalnya, mapel Pendidikan Kewarganegaraan yang disingkat PKn diubah menjadi Pendidikan Pancasila dan ada tambahan mapel wajib yaitu INFORMATIKA. Sahabat tak usah kuatir, tunjangan sertifikasi amanlah itu.

4. Mata Pelajaran Muatan Lokal Tidak Perlu Lagi  

Ops! Yang benar adalah sekolah dapat menambahkan muatan tambahan sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik serta mengelola kurikulum muatan lokal secara fleksibel.

Pembelajaran muatan lokal dapat dilakukan melalui tiga metode, yaitu:

a) Mengintegrasikan muatan lokal ke dalam mata pelajaran lain. Sekolah bersama dengan pemerintah daerah dapat menentukan Capaian Pembelajaran (CP) untuk muatan lokal yang kemudian dapat dipetakan ke dalam mata pelajaran lainnya.

b) Mengintegrasikan muatan lokal ke dalam tema projek penguatan profil pelajar Pancasila. Sekolah dapat mengintegrasikan muatan lokal ke dalam 7 tema projek penguatan profil pelajar Pancasila. Sebagai contoh, projek dengan tema kewirausahaan dilakukan dengan mengeksplorasi potensi kerajinan lokal, projek dengan tema perubahan iklim dapat dikaitkan dengan isu-isu lingkungan di wilayah tersebut, dan   projek dengan tema suara demokrasi diintegrasikan dengan sistem musyawarah yang dilakukan masyarakat adat untuk memilih pemimpin adat.  

c) Mengembangkan mata pelajaran khusus muatan lokal yang berdiri sendiri sebagai bagian dari program intrakurikuler. Sebagai contoh, mata pelajaran bahasa dan budaya daerah, kemaritiman, kepariwisataan, dan sebagainya sesuai dengan potensi masing-masing daerah. Sekolah yang  membuka mata pelajaran khusus muatan lokal, beban belajarnya maksimum 2 JP per minggu, tanpa ada jam untuk projek.

5. Pelaksanaan Pembelajaran & Penilaian Tambah Ribet

Aduh! Tunggu dulu sahabat! Sebaliknya, pembelajaran dalam kurikulum merdeka lebih simple. Masih ingat kan dalam kurikulum 2013, sahabat harus merencanakan, mengasah, dan menilai kompetensi siswa  pada ranah sikap religius, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan secara terpisah dan dipampangkan di buku rapor siswa? Nah, di kurikulum merdeka, kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan dilakukan secara terintegrasi baik dalam perencanaan, pelaksanaan, serta penilaian pembelajaran. Asyik kan? Yang perlu diingat, kurikulum merdeka menggunakan istilah assesmen untuk penilaian dan berbeda dari kurikulum sebelum-sebelumnya yang mengagungkan penilaian sumatif dan angkernya ujian nasional, kurikulum merdeka lebih menekankan asesmen formatif dibanding asesmen sumatif.
6. Pembelajaran Berdiferensiasi Menjadi Satu-Satunya Pendekatan Yang Digunakan

Benarkah demikian? Faktanya, kurikulum merdeka membuka seluas-luasnya penggunaan berbagai model, pendekatan, metode, stategi, dan teknik pembelajaran. Silahkan guru bereksplorasi dengan mempertimbangkan apakah model, pendekatan, metode, stategi, dan teknik pembelajaran tersebut sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa, materi yang diajarkan, dan kemampuan guru menerapkannya.

7. Kegiatan Ekstrakurikuler Digantikan Oleh Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila

OMG! Ini hoax! Sekolah malah diwajibkan untuk menyelenggarakan kegiatan EKSTRAKURIKULER sebagai wadah pengembangan karakter dalam rangka perluasan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerja sama, dan kemandirian siswa secara optimal yang dilakukan di luar jam belajar kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler di bawah bimbingan dan pengawasan sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler musti dikelola secara sistematis dan terpola agar bermuara pada pencapaian tujuan, termasuk memberikan dampak positif dalam penguatan Profil Pelajar Pancasila

8. Hanya Bisa Diimplementasikan Di Sekolah Dengan Fasilitas Lengkap

Ini parah nih! Ini adalah pandangan yang keliru karena Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang fleksibel, kurikulum yang dapat diterapkan di sekolah mana pun, termasuk sekolah dengan fasilitas minim. Jadi, semua sekolah bisa mengimplementasikan Kurikulum Merdeka tanpa perlu memikirkan apakah sarana prasarana yang ada sudah memadai atau belum. Hal yang terpenting adalah adanya kemauan dan dukungan seluruh warga sekolah.

Demikianlah postingan kali ini hadir menyapa sahabat semua, semoga memberi manfaat dan sebarkanlah kebaikan juga kepada orang lain. Sebuah senyum yang sahabat berikan kepada seseorang di jalan, bisa menularkan senyum manis kepada orang lain lagi sehingga seisi bumi pertiwi kita isi dengan senyum optimisme bahwa kurikulum merdeka membawa kebaikan bagi dunia pendidikan, tempat para siswa generasi masa depan dimuliakan. SALAM PEMBELAJAR!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun