Mohon tunggu...
Vox Populi
Vox Populi Mohon Tunggu... Buruh - Pengamat

Vox populi vox moneta

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres 2024 adalah Saat Tepat Megawati "Bayar Utang" ke Prabowo

7 Oktober 2022   22:54 Diperbarui: 7 Oktober 2022   22:57 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
FOTO: Istimewa via RMOL.id

KETIKA PDI Perjuangan (PDIP) mengumumkan Ir. Joko Widodo sebagai calon presiden yang mereka usung pada pemilihan presiden 2014, Prabowo Subianto kecewa berat. Pasalnya, menurut Prabowo dirinyalah yang semestinya didukung PDIP sebagai capres, sesuai isi kesepakatan di Batu Tulis.

Perjanjian Batu Tulis adalah sebuah kesepakatan antara PDIP dan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang diteken pada 16 Mei 2009. Sebuah ikatan politis yang dibuat menjelang pelaksaan Pilpres di tahun tersebut.

Prabowo meneken dokumen perjanjian tersebut bersama-sama Megawati Sukarnoputri sebagai Ketua Umum PDIP. Waktu itu keduanya maju sebagai pasangan capres-cawapres, bersaing dengan duet Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Budiono dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Nah, pemberitaan mengenai Perjanjian Batu Tulis merebak luas menjelang Pilpres 2014 karena Megawati dan PDIP dianggap melanggar kesepakatan. Salah satu isi perjanjian adalah kesediaan Megawati-PDIP gantian mengusung Prabowo sebagai capres di 2014.

Kenyataannya, Megawati malah memberi mandat pada Jokowi sebagai capres PDIP. Sebuah keputusan yang dapat dimaklumi karena nama Jokowi, waktu itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, sedang tenar-tenarnya.

Potensi untuk memenangkan Pilpres 2014 sangat besar jika Jokowi yang diusung, mana mungkin PDIP mau melewatkan kesempatan? Jadi, begitulah yang kemudian terjadi. Perjanjian Batu Tulis tinggallah sekadar tulisan berisi janji.

Prabowo yang kecewa mengungkit-ungkit isi perjanjian tersebut. Dalam dokumen yang kemudian beredar di media, pada poin 7 memang jelas-jelas tertulis: Megawati Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai calon presiden pada Pemilu Presiden tahun 2014.

Tentu saja PDIP ogah dituding ingkar janji. Pentolan-pentolan mereka pun bersuara membantah tuduhan yang digencarkan Gerindra. Pramono Anung, misalnya, saat itu menyebut bahwa Perjanjian Batu Tulis tidak berlaku karena pasangan MegaPro kalah di 2009.

Argumen senada diberikan Adang Ruchiatna, saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua Fraksi PDIP di DPR. Menurut Adang, PDIP punya kewajiban mengusung Prabowo di 2014 jika pada Pilpres 2009 pasangan MegaPro menang. Nyatanya, duet banteng-garuda itu keok.

Apa boleh buat, Prabowo kemudian menantang Jokowi di Pilpres 2014. Hasilnya sama-sama kita ketahui bersama. Bahkan ketika melakukan rematch pada 2019, kembali Prabowo kalah dari Jokowi.

Waktunya "Bayar Utang"?

Bagaimana dengan 2024?

Gerindra sudah sejak jauh-jauh mendeklarasikan Prabowo sebagai capres mereka di Pilpres mendatang. Sebaliknya, PDIP masih belum menentukan sikap. Malah agaknya Megawati tengah galau luar biasa antara mengusung puterinya, Puan Maharani, atau menunjuk Ganjar Pranowo.

Sebagai seorang ibu yang sayang anak, jelaslah Megawati ingin menyeponsori Puan. Toh, modal Puan sangat kuat, yakni dalam bentuk PDIP dan Megawati. Plus, darah Soekarno.

Masalahnya, sekalipun sudah ditempatkan sebagai menteri di periode pertama Jokowi menjabat, lalu menjadi Ketua DPR, nama Puan tak kunjung dikenal luas oleh calon pemilih. Elektabilitasnya benar-benar elek (jelek, jw.). Kalah jauh dari Ganjar.

Karena itulah Megawati diduga sedang galau berat belakangan ini. Bingung sebingung-bingungnya. Bagaikan disuruh makan buah simalakama saja.

Sebagai penguasa PDIP, bisa saja Megawati tetap ngotot mengajukan Puan sebagai capres. Namun risikonya terlampau besar, yakni kalah. Dan ini bisa jadi turut memengaruhi perolehan suara partai di pemilihan legislatif.

Sebaliknya, mengajukan Ganjar yang sedang moncer-moncernya bisa jadi langkah cemerlang bagi PDIP. Peluang gubernur Jawa Tengah itu untuk menang terhitung besar. Namun, tegakah Megawati mengecewakan puterinya?

Di momen inilah agaknya Megawati dan PDIP harus mengambil jalan tengah. Mencoba berpikir realistis, baik demi masa depan partai juga bagi kebaikan karier Puan sendiri.

Mengusung Puan dan kalah, mau tak mau PDIP harus menyingkir dari lingkaran kekuasaan. Mereka musti "puasa" lagi seperti saat SBY memegang tampuk kekuasaan selama 2 periode. Mana ada politikus PDIP yang mau mengulang masa-masa itu.

Kketimbang memaksakan diri dengan potensi hasil yang sudah bisa diprediksi, yakni kemungkinan besar bakal kalah, kenapa tidak menurunkan Puan sebagai cawapres dan mencarikan pasangan yang punya peluang menang besar?

Bagi Puan sendiri, menjadi cawapres merupakan batu loncatan yang bakal sangat membantu bagi langkahnya ke depan. Jika di 2024 dia dan pasangannya menang, lalu dia menduduki jabatan wakil presiden, itu merupakan modal serta bekal yang sangat bagus untuk mencalonkan diri di 2029.

Jika menilik nama-nama yang diperkirakan bakal maju sebagai capres di 2024, rasa-rasanya Prabowo adalah pilihan paling masuk akal bagi PDIP. Dalam survei terbaru yang digelar Political Weather Station (PWS), elektabilitas Menteri Pertahanan tersebut menjadi yang tertinggi.

Survei PWS digelar pada 1-6 Oktober lalu, dengan responden sebanyak 1.200 orang yang seluruhnya berhak memberikan suara pada Pilpres 2024 mendatang. Hasilnya, elektabilitas Prabowo sebesar 30,8%, unggul jauh dari Ganjar (18,8%) dan Anies (17,5%).

Bukan hanya soal peluang menang, menduetkan Puan sebagai cawapres Prabowo juga bisa jadi momen "bayar utang" bagi Megawati dan PDIP. Ya, kesempatan untuk menepati janji pada poin 7 Perjanjian Batu Tulis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun