Di zaman digital saat ini, banyak pihak, termasuk orang tua dan pendidik, merasa khawatir karena anak-anak cenderung lebih suka bermain game daripada membaca buku.Â
Ada berbagai faktor yang mempengaruhi kecenderungan anak-anak mengapa memilih game daripada buku. Dalam hal ini, kita akan menjelajahi beberapa alasan utama di balik fenomena saat ini, ditinjau dari perspektif psikologi, teknologi, dan lingkungan sosial.
1. Daya tarik visual dan interaktifÂ
Salah satu alasan utama anak-anak lebih memilih game daripada buku adalah karena daya tarik visual dan interaktivitas yang ditawarkan oleh game. Game modern sering kali menampilkan grafis yang menawan, efek suara yang nyata, dan alur cerita yang menantang, memberikan rangsangan langsung pada otak anak.
Melalui game, anak-anak dapat berinteraksi dengan karakter, mengontrol jalannya cerita, dan mendapatkan penghargaan secara instan, sesuatu yang tidak mudah ditemukan dalam aktivitas membaca.
Di sisi lain, buku, meskipun mampu merangsang imajinasi, sering kali membutuhkan usaha mental yang lebih besar untuk memahami dan menafsirkan teks. Anak-anak yang terbiasa dengan stimulasi cepat dan instan dari game mungkin merasa bahwa membaca adalah kegiatan yang membosankan dan kurang menarik.
2. Dopamin dan kecanduan digitalÂ
Secara psikologis, bermain video game dapat merangsang pelepasan dopamin di otak, neurotransmitter yang sangat berkaitan dengan perasaan bahagia dan penghargaan. Ketika anak-anak bermain game, terutama yang penuh tantangan atau kompetisi, tingkat dopamin di otak mereka meningkat.Â
Peningkatan ini menciptakan perasaan euforia, kesenangan, dan kepuasan seketika. Setiap kali mereka menyelesaikan level, menang dalam pertandingan, atau menghadapi tantangan di dalam game, pelepasan dopamin meningkat, memperkuat dorongan untuk mengulangi pengalaman tersebut.Â
Ini serupa dengan pola kecanduan, di mana anak-anak terus mencari aktivitas yang memberi mereka "hadiah" berupa pelepasan dopamin, sehingga mereka terdorong untuk bermain lebih banyak.
Di sisi lain, membaca buku tidak selalu merangsang pelepasan dopamin dengan intensitas yang sama. Meskipun buku yang menarik atau menginspirasi dapat menimbulkan perasaan bahagia, proses membaca biasanya lebih lambat dan memerlukan konsentrasi serta imajinasi yang mendalam.Â
Aktivitas membaca tidak memberikan kepuasan instan seperti yang dihasilkan oleh game. Membaca menuntut pemikiran yang lebih dalam dan keterlibatan mental yang lebih tinggi, yang tidak selalu memberikan kepuasan langsung yang sering diinginkan oleh anak-anak. Akibatnya, tanpa sensasi cepat dan stimulasi yang disediakan oleh game, buku mungkin tampak kurang menarik bagi anak-anak yang terbiasa dengan kepuasan instan.
3. Pengaruh lingkungan dan sosial
Lingkungan tempat anak-anak dibesarkan memiliki pengaruh besar dalam membentuk preferensi mereka terhadap kegiatan seperti bermain game atau membaca buku. Di zaman digital ini, video game sering kali lebih mudah diakses daripada buku.Â
Anak-anak dapat mengunduh dan mulai memainkan game baru dengan hanya beberapa kali mengetuk layar, sedangkan mengakses buku sering membutuhkan usaha lebih, seperti pergi ke perpustakaan atau toko buku, atau mengunduh dan membaca di perangkat digital. Kemudahan akses ini membuat game menjadi pilihan yang lebih menarik dan cepat tersedia bagi banyak anak.
Selain kemudahan akses, pengaruh dari teman sebaya juga sangat besar. Anak-anak cenderung mengikuti apa yang dilakukan oleh teman-teman mereka. Jika kebanyakan teman mereka gemar bermain game, mereka mungkin merasa terdorong untuk ikut serta agar tidak merasa terasing atau ketinggalan.Â
Tekanan sosial ini bisa membuat anak-anak lebih memilih game karena mereka ingin diterima dan dianggap sebagai bagian dari kelompok teman-temannya. Seringkali, bermain game bersama teman-teman dapat menjadi aktivitas sosial yang memperkuat hubungan dan meningkatkan rasa kebersamaan.
Selain itu, peran orang tua juga tidak bisa diabaikan. Banyak orang tua memberikan perangkat digital kepada anak-anak mereka sebagai sarana hiburan atau untuk mengalihkan perhatian. Hal ini sering dilakukan untuk memberi waktu luang kepada orang tua atau untuk menenangkan anak yang rewel.Â
Namun, jika penggunaan perangkat digital untuk bermain game tidak diimbangi dengan kebiasaan membaca yang kuat, hal ini dapat memperkuat kecenderungan anak untuk lebih memilih game. Ketergantungan pada perangkat digital sebagai sumber utama hiburan membuat anak-anak lebih terbiasa dengan stimulasi yang cepat dan intens, sehingga kegiatan membaca yang memerlukan lebih banyak waktu dan konsentrasi bisa terasa kurang menarik dibandingkan bermain game.Â
Oleh karena itu, lingkungan digital modern, pengaruh teman sebaya, dan kebiasaan orang tua semuanya berperan dalam meningkatkan kecenderungan anak-anak untuk lebih memilih game daripada buku.
4. Kurangnya motivasi intrinsik untuk membaca Â
Anak-anak yang tumbuh di lingkungan di mana membaca tidak dianggap penting atau kurang adanya teladan yang menunjukkan kebiasaan membaca cenderung memiliki motivasi intrinsik yang rendah untuk memasukkan kegiatan membaca ke dalam rutinitas sehari-hari mereka.Â
Di lingkungan seperti ini, anak-anak mungkin jarang melihat orang tua, saudara, atau pengasuh mereka membaca buku, majalah, atau materi bacaan lainnya. Tanpa contoh langsung yang menunjukkan betapa berharganya membaca, mereka tidak memiliki gambaran tentang manfaat atau kesenangan yang bisa diperoleh dari aktivitas ini.
Selain itu, jika di rumah atau sekolah mereka tidak tersedia buku-buku yang menarik dan sesuai dengan minat mereka, atau jika mereka tidak diajak untuk mengunjungi perpustakaan dan berpartisipasi dalam kegiatan membaca, motivasi mereka untuk membaca semakin berkurang.Â
Anak-anak belajar dengan meniru perilaku orang-orang di sekitar mereka, dan tanpa contoh yang positif, mereka mungkin tidak menganggap membaca sebagai sesuatu yang penting atau menarik. Mereka juga mungkin tidak menyadari bahwa membaca dapat memperkaya imajinasi, meningkatkan keterampilan berpikir kritis, dan memperluas wawasan mereka tentang dunia.
Oleh karena itu, tanpa dorongan atau contoh positif dari lingkungan mereka, anak-anak cenderung melihat membaca sebagai aktivitas yang membosankan atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Akibatnya, mereka lebih memilih kegiatan lain yang langsung memenuhi kebutuhan hiburan dan kepuasan mereka, seperti bermain game, yang menawarkan stimulasi dan keterlibatan yang lebih cepat.
5. Kurangnya pemahaman tentang pentingnya membacaÂ
Selain motivasi intrinsik, kurangnya pemahaman mengenai manfaat jangka panjang dari membaca juga bisa menjadi faktor penyebab. Anak-anak sering tidak menyadari bahwa membaca dapat mengembangkan keterampilan kognitif, memperkaya kosakata, dan memperluas wawasan mereka. Tanpa pengetahuan ini, mereka mungkin menganggap membaca hanya sebagai tugas sekolah yang membosankan, bukan sebagai aktivitas yang bermanfaat dan menyenangkan.
Kecenderungan anak-anak yang lebih memilih bermain game dibandingkan membaca buku merupakan hasil dari gabungan berbagai faktor, termasuk daya tarik visual dan interaktivitas game serta pengaruh dari lingkungan sosial mereka.Â
Untuk mengatasi masalah ini, orang tua dan pendidik perlu menemukan cara-cara untuk membuat aktivitas membaca lebih menarik bagi anak-anak serta memberikan pemahaman tentang manfaat membaca.Â
Dengan pendekatan yang sesuai, anak-anak bisa diajak untuk lebih menghargai dan menikmati kegiatan membaca, sehingga tercipta keseimbangan antara penggunaan teknologi digital dan pengembangan literasi.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H