Mohon tunggu...
anis ardi
anis ardi Mohon Tunggu... -

mahasiswa universitas airlangga pengemat politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bangkitkan Intelektual Bernyali

5 Agustus 2014   18:58 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:21 82
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BANGKITKAN INTELEKTUALBERNYALI

(Anis Maryuni Ardi,Sekjend Kammi Airlangga, Surabaya)

“Manusia bukan seonggok perut, kami percaya di atas semuanya, kita lapar demi martabat.” (Che Guevarada n Fidel Castro)

Sebagaimana definisi intelektual, Seorang terpelajar mungkin tidak dibesarkan di kampus ternama, mereka lebih banyak dibesarkan dan bergerak di organisasi pergerakan.

IDEALISME KAMMI

Jika kita mendalami ideologi organisasi, Islam menurut KAMMI “ bukan semata-mata sistem keyakinan yang berurusan dengan hal-hal rohani melainkan sistem yang mengorganisasikankehidupan manusia di muka bumi. Jika kehidupan manusia secara kolektif mencitakan kesejahteraan KAMMI akan membersamainya. KAMMI punya satu cita rasa. “cita rasa keadilan”. Kita akan senantiasa ada untuk Indonesia. Kami adalah intelektual profetik, intelektual yang bernyali. Nyali ini kemudian di implementasikan secara formal melalui kredo gerakan KAMMI.

Seiring perkembangan organisasi, banyak sekali narasi dan gagasan strategis dalam lingkup gerakan yang banyak diungkapkan oleh kader-kadernya, namun bukankah mempertahankan gagasan itu omong kosong ketika mentransformasikan dalam realitas sulit dilaksanakan.?

Sejak Reformasi 1998, para aktivis pergerakan sudah akrab dengan kemampuan berpikir untuk perubahan. Namun yang lebih utama adalah bertindak radikal untuk perubahan. dari titik inilah mulai muncul kegelisahan, quo vadis KAMMI sebagai organisasi yang tumbuh membersamai bangsa untuk berbenah.

Jauh sebelum reformasi, di area kritis lainnya kita bisa melihat bagaimana seorang Sayyid Qutb, melakukan penyusunan konteks dalam gerakan sosial melalui interpretasi mendalam terhadap Alqur’an. Mengutip buku Maalim Fi Attariq (Petunjuk Jalan)

“...(generasi pertama) membaca alquran bukan untuk sekedar ingin tahu dan sekedarmembaca, juga bukan sekedar untuk merasakan dan menikmatinya. Mereka menerima perintah Allah SWT untuk segera diamalkan setelah mendengarkannya. Sepertiseorang tentara dalam medan perang menerima perintah harian yang langsung iakerjakan setelah menerima nya. Maka alquran merasuk dalam diri mereka yangtidak semata berada dalam otak atau kalimat-kalimat yang tersimpan dalam kertas, namun menjadi wujud perubahan dan peristiwa yang merubah perjalanan hidup.”

Ali Syariati juga melihat secara kritis, bagaimana peran presisi seorang intelektual (profetik) dalam konteks yang paling luas bahwasanya:

“..Seorangintelektual harus mengetahui, memahami dan mengenal baik masyarakatnya. Apayang ia katakan ada sangkut pautnya dengan massa masyarakat. Bila masyarakat dibangunkan secara benar, dia akan dapat melahirkan pahlawan pahlawan yangcukup tangguh untuk memerintah dan membimbing masyarakat. Tanggung jawab pokokcendekiawan adalah menanamkan dalam alam berpikir publik semua konflik,pertentangan dan antagonisme yang ada dalam masyarakat.

Ada kesamaan antara AliSyariati dan Sayyid Qutb, mereka menempatkan wilayah ideologis dan teknis dalam spektrum yang sama, sehingga mampu menciptakan segala kebangkitan. Namun wilayah praktis pergerakan mahasiswa pada kondisi ini seakan-akan mereka mencari cara menyelamatkan diri, bukan ‘mati’ dalam perjuangan secara terhormat. seolah mereka mengalami rintangan psikologis yang mendalam untuk melakukan perjuangan yang mengakar.

Bila kita menyadari tanggung jawab kita kepada masyarakat maka pencarian makna egoisme perseorangan menjadi kehilangan makna. Namun pekerjaan rumah yang sampai saat ini belum selesai adalah upaya kesadaran tanggung jawab.

Paradigma KAMMI“Politik Ekstraparlementer juga sedikit demi sedikit mulai mengalami degradasiyang mencolok. Gejala ini juga sempat di alami oleh pergerakan mahasiswalainnya dalam kronologi waktu yang berbeda, sesuai pendewasaan dan trajektoriyang dilalui oleh gerakan sosial yang diusung oleh masing-masing aktor.

Teringat pada perkataan Tan Malaka bahwa:

“Mempercayai jalan parlementer yang tenteram, yakni meretas jalan kemerdekaan Indonesiadengan cara berebut kursi dalam dewan rakyat dan peminta-minta supaya diberikan kekuasaan politik, kita namai ‘percobaan untung-untungan’ yang menyesatkan.Percobaan ini hanya dapat dipikirkan secara teoritis dan praktis di dalam negeri jajahan yang mempunyai borjuasi bumi putra. Kerjasama yang jujur dengan golongan penjajah belanda di luar atau didalam dewan rakyat adalahpengkhianatan terhadap rakyat Indonesia.”

Secara kontekstual TanMalaka mencoba untuk memberikan upaya preventif bahwa tak semua perjuangan politik berbentuk partisan, maupun intraparlementer. Dengan begitu KAMMI hanyaperlu berbenah untuk teguh memegang prinsip oposisi.

SEBUAH APOLOGI

Mungkin bukan organisasi pergerakan yang selama ini membesarkan kita, karena didalamnya ada sebagian oportunis dan pecundang. Namun dengan adanya pemikiran,pertemanan dan pertemuan dengan realitas membuat nyali terpupuk lama, dengan nilai antusias kita organisir para rakyat, buruh, pesakitan dan perjuangan kebebasan kemanusiaan. Dimana orang susah disitulah kita berada. Kredo yang banyak dibunyikan, kobaran radikalisme, membuat idealisme kita awet hidup.

Namun proses dissosiatif dan apatisme serta krisis integritas mematahkan pilar-pilar gerakan kita.

Kader yang usang dalam organisasi kita tidak mempunyai lahan untuk bertumbuh, tidak juga memiliki buah dan akar yang dalam, secara skematis kader-kader gerakan ini memang produktif, namun pengangguran dalam agenda gerakan. namun kita sadari, mereka yang ingin berkiprah di partai, tergilas oleh politisi culas, mau dilingkungan LSM sayangnya terkena logika proyek yang matematis, mau tetap hidup di dalam dunia gerakan didesak oleh kebutuhan konkret. Itu yg membuat militansi tidak berumur panjang.Kompromi dengan kenyataan sosial, sama saja mengikuti alur logika yang kita kutuk selama ini.

Mari awali pembenahan kita dengan diskusi kultural edisi Syawal, bersama Kammi Airlangga. SEGERA.

REFERENSI:

Prasetyo, Eko. 2007. Jadilah Intelektual Progresif. Yogyakarta: Resist Book



HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun