Mohon tunggu...
Annie Moengiel
Annie Moengiel Mohon Tunggu... Seniman - Perempuan biasa saja

Just an ordinary woman who like an extraordinary thing ...:)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Malaikat Kecil Itu, Anakku?

27 Oktober 2019   14:41 Diperbarui: 27 Oktober 2019   15:36 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Laki laki parlente yang biasanya gagah dan cemerlang itu terduduk lusuh di koridor rumah sakit mewah. Tatap matanya kosong menerawang gamang. Rahangnya kaku menahan amarah yang seolah tak mungkin di tumpahkan. Entah apa yang sebenarnya dirasakannya. Seharusnya ini adalah hari bahagia untuknya. Ya beberapa jam lalu dia masih merasakan kebahagiaan itu. Kebahagiaan yang lama dinanti nantikannya. Dia tetaplah sama seperti laki laki lainnya, berdebar debar menanti kelahiran buah hatinya. Ya, hari ini Lia akan melahirkan buah cintanya. Wanita muda yang selalu dibanggakannya, yang dinikahinya tujuh bulan lalu itu akan memberinya bayi mungil dan dia akan dipanggil papa.
Sungguh membahagiakan perasaan itu.

Dipapahnya Lia dengan penuh kasih sayang memasuki koridor rumah sakit mewah ini. Sebagai suami, dia ingin memberikan yang terbaik untuk wanita tercintanya. Dengan hati berdebar, dia menunggu proses persalinan sang istri. Berjalan mondar mandir penuh kegelisahan, Ano nama lelaki itu menantikan lahirnya malaikat kecil yang akan memanggil nya papa. Dan pintu pun terbuka, dokter berjalan diiringi seorang suster dengan menggendong bayi mungil yang masih merah.
"Selamat Pak ...anaknya perempuan" kata sang dokter sambil tersenyum. Tatap matanya sedikit ganjil . Namun Ano mengabaikan keganjilan itu . Sang suster mengulurkan bayi mungil dan membantunya untuk menggendong. Tiba tiba dia sadar apa yang membuat tatapan dokter itu terasa ganjil. Makhluk kecil dalam gendongannya itu berbeda, sama sekali tak mirip dengannya maupun Lia. Rambutnya pirang dengan profil hidung yang mancung . Profil khas caucasian, sedangkan dia dan Lia sama sekali tak memiliki garis darah itu. Spontan ditatapnya wajah sang dokter yang membantu persalinan Lia istrinya "Dok, ini anak saya ? tanyanya ragu . Sang dokter mengangguk dan tersenyum tanpa kata. Diamatinya wajah bayi dalam gendongannya , wajah itu mengingatkannya pada seseorang .

 " Bangsat !" Umpatnya dalam hati. Tiba tiba kebahagiaan itu sirna, tubuhnya terasa lemas dan limbung. Untung suster dengan sigap mengambil alih bayi mungil dari gendongannya. "Anda baik baik saja , Pak ? Suara dokter itu perlahan dan seolah menamparnya. Dokter membimbingnya ke sebuah ruangan dan memberinya segelas air . Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya, sang dokter bisa merasakan kemarahan dari pria yang duduk lemas kehilangan daya di hadapannya. Meskipun belum ada pembicaraan apapun, sang dokter seolah sudah memahami situasi yang ada . Itu pula yang dirasakannya saat pertama melihat bayi mungil itu.

"Dokter, apa benar bayi tadi yang dilahirkan Lia? tanyanya pilu seolah ingin mendapatkan jawaban tidak. Tapi dengan tenang dokter menjawab
"Tentu saja Pak Ano, istri anda melahirkan dengan fasilitas VVIP. Dan saya sendiri yang membantu persalinannya "

Ano menarik nafas panjang, hatinya remuk. Dia merasa dipecundangi oleh wanita yang dijaganya bagai kristal itu. Wanita yang selalu dibanggakannya, dan membuat iri banyak lelaki di luar sana. Termasuk Piere yang berhasil disingkirkanya pada detik detik terakhir sebelum Lia pasrah dalam pelukanya.

Tapi hari ini , kenyataan menamparnya hingga hancur berkeping. Bayi itu sama sekali tak mirip dengannya, bayi itu adalah salinan otentik dari Piere.Dia hanya menjadi donatur yang menjaga dan membiayainya. Yang paling membuatnya hancur adalah Lia, wanita mungil  yang terlihat begitu penurut,menyayanginya dan membahagiakanya itu ternyata telah membohonginya. Membodohinya dengan kejam.
Ano terhenyak merasakan aliran hangat di pipinya. Cepat cepat hapusnya air mata itu. Dokter menyodorkan kotak tissue sambil tersenyum "Bukan sebuah hal yang memalukan bagi seorang lelaki untuk menangis" katanya menghibur

Ano terdiam, mengambil tissue dan menyeka wajahnya. "Kalau tak keberatan, pak Ano boleh bercerita kepada saya sekedar untuk mengurangi beban" katanya. Ano menggeleng "Terima kasih dokter " katanya menolak halus, sang dokter tersenyum menepuk pundaknya.
"Baiklah,saya rasa anda cukup kuat "lanjutnya tersenyum.Ano menatap dokter tanpa berkata apa apa , diraihnya gelas di meja dan ditenggaknya sisa air minum. " Saya permisi ke depan Dokter,saya butuh udara segar" katanya. Dokter itu menatapnya sejenak lalu mengangguk. "Baiklah, jika anda perlu sesuatu silahkan datang ke ruangan saya ini" kata sang dokter tersenyum ramah. Ano hanya mengangguk dan berjalan keluar. Langkahnya gontai tanpa semangat, bak jagoan yang kalah perang. Hancur ...itu yang dirasakannya.

Dan sekarang dia hanya duduk tercenung di bangku koridor rumah sakit, entah sudah berapa lama. Pikirananya kalut dan tak peduli sekitar nya .
"Ano ..bagaimana ? Cucu mami su lahir ? " tiba tiba sebuah suara  menyadarkannya .  Diangkatnya wajahnya, wanita itu berdiri dihadapan nya. Wajahnya sumringah dan begitu bahagia. Wanita yang telah melahirkannya dan begitu disayanginya. Ano hanya menatapnya tanpa tahu harus berkata apa. Kepalanya mengangguk lemah.
"Hey ..kenapa kau nampak sedih ? Cucu mami baik baikkah ? Menantu mami juga tak apa kan ? Si mami memberondongnya dengan pertanyaan yang membuat tenggorokannya kering dan tercekat. Ingin rasanya dia berteriak "Dia bukan anakku,mami ! " tapi kalimat itu tak keluar dari mulutnya. Hatinya  sakit dan lebih sakit lagi membayangkan reaksi mami saat nanti melihat wajah bayi yang baru di lahirkan Lia. Ano hanya menatap wajah mami dengan kelu, dan itu membuat si mami khawatir . "Ano ...ada apa ? Tanya si mami heran . Ano menggeleng " Mami lihat sana,tanya suster " susah payah kalimat itu akhirnya keluar dari mulutnya . Mami menatapnya bingung, dan bergegas ke arah suster jaga . Dan Ano kembali tenggelam dalam kekosongan jiwanya. Masih samar didengarnya suara mami yang melengking lengking berdebat dengan suster. "Ah ..apa ndak tertukar ?! " Itu kalimat yang didengarnya.

Sementara di ruang perawatan, Sesosok perempuan muda dan cantik masih tergolek lemah di tempat tidur. Terbaring dengan beribu rasa yang campur aduk . Seorang suster menjaganya dan duduk di sofa, siaga menunggu perintah untuk melayani kebutuhannya. Hanya mereka berdua di ruang perawatan VVIP yang cukup luas itu. Tak ada Ano , tak ada Mami dan tak ada siapapun selain suster dan dirinya sendiri. Tubuhnya masih lemah , tapi Lia tahu apa yang terjadi hingga saat ini ruangan itu terasa begitu sunyi. Dia tahu bahwa dia dalam masalah saat detik pertama memeluk bayinya . Bayi mungil yang dilahirkannya itu begitu cantik, sayangnya dia berbeda. Tak sedikitpun mirip Ano yang berkulit gelap dan berambut keriting khas Indonesia Timur,bahkan tak mirip dirinya juga yang berambut hitam ikal berkulit sawo matang. Bayi mungil itu berambut pirang,merah kulitnya pun mengisyaratkan warna nya yang bule. Dan detik itu juga, dia merasa bingung, tak tahu apa yang harus dikatakannya pada Ano, pada Mami dan pada semua orang . Lia tahu Ano begitu mencintainya,dan dia bisa membayangkan apa yang dirasakan Ano saat melihat bayi ini. Mendadak semuanya terasa kacau, Lia tak tahu harus bagaimana. Terbayang reaksi Ano , Mami dan semua orang yang marah dan melemparnya ke jalanan . Dan hari yang seharusnya penuh kebahagiaan itu berubah menjadi kelam penuh petaka.

Di koridor rumah sakit, dua orang duduk berdampingan. Si mami sibuk menyeka matanya yang basah, sementara Ano hanya bersandar lelah memejamkan mata. Mereka sibuk tenggelam dalam pikiran masing masing dan tak saling berkata kata. Hingga suara serak mami berkata lirih menahan isak "Kita pulang Nak " diraihnya tangan Ano " Kau perlu istirahat, berdoa dan bicara dengan Tuhan " bisiknya lirih dan mereka berjalan lelah menuju tempat parkir.

Mami tak mengijinkan Ano mengemudi. Ditinggalkannya mobil di halaman parkir rumah sakit. Mobil alphard putih itu melaju tenang ditengah kemacetan Jakarta.  Sementara didalamnya sang supir dipenuhi tanda tanya melihat ekspresi dua majikannya . Mami masih sesenggukan dan Ano hanya mematung.Tatapannya kosong tak bersemangat.
Heran bercampur khawatir menyelimuti pikiranya. Tapi dia tak berani bertanya, dalam hatinya hanya berdoa semoga tak terjadi apa apa .

Dibunyikan nya klakson mobil dan seorang wanita setengah baya berlari membukakan pintu gerbang . Rumah bercat putih itu nampak asri dan tenang . Dua ekor anjing berlari menyambut tuannya datang . Ano turun dari mobil dan melangkah gontai . Tak dihiraukannya binatang kesayangan yang biasanya langsung dipeluknya saat pulang . Langkahnya lunglai seolah tak melihat orang disekitarnya. Bahkan tak dihiraukannya lelaki tua yang berdiri di teras dan memandangnya heran . Di belakangnya mami pun menunjulkan ekspresi kesedihan " Ada apa Mi? Tanya lelaki itu tak bisa menyembunyikan rasa heranya. "Entahlah pi...aku gak tahu harus cerita apa " sahut mami masih sambil menangis.  "Kenapa ? Lia tak apa apa kan ? Bayinya selamat kan ? Papi memberondongnya dengan pertanyaan.  Mami mengangguk dan membuat papi semakin heran . Bahkan si bibi si amang supir pun ikut heran . "Ati...ambil minum buat mami bawa sini " perintahnya ke si bibi . Bi Ati berjalan cepat dan kembali dengan segelas air .
Kemudian diulurkannya ke mami . Sementara papi masih terheran heran, pikiranya diliputi tanda tanya. Mami berjalan kedalam , mengisyaratkan papi untuk mengikutinya ke dalam kamar .

Sementara di lantai atas, Ano masih duduk mematung di sisi tempat tidurnya. Tempat yang ditinggalkanya beberapa bulan lalu. Ya, semenjak menikah Ano tak lagi tinggal bersama kedua orang tuanya. Dia memboyong Lia dan membeli sebuah appartemen condominium,  melewati masa masa indah bersama istrinya. Istri yang dicintainya dan selalu dibanggakannya. Lalu siapa sangka kalau ternyata selama ini wanita itu membohonginya..? Tak pernah sedikitpun terlintas di benaknya jika bayi yang dikandung Lia itu bukan benihnya. Selama ini Lia begitu penurut dan terlihat sangat mencintainya. Tapi kenyataan hari ini menghancurkan kepercayaanya . Amarahnya bangkit, tangannya mengepal keras dan tembok kamar itu menjadi sasaran pelampiasan. Pikirananya kacau, ingin rasaya dia mencari Piere...lelaki bule yang menitipkan benihnya di rahim Lia. Tapi itu tak mungkin, dia tahu bajingan itu telah pergi beberapa hari setelah Lia sah menjadi istrinya. Tiba tiba rasa sakit makin menjadi di hatinya. Rasa sayangnya pada Lia berubah menjadi kemarahan dan benci...dia merasa dipecundangi. Matanya terasa panas dan memerah. Tiba tiba pintu kamarnya terbuka, Papi, Mami dan Echa adiknya berdiri disana..
Si Papi berjalan dan menepuk pundaknya..
"Sudahlah Ano , tak ada guna kau marah" katanya bijak ."Lebih baik kau pikirkan apa yang ingin kau lakukan" lanjutnya
"Kalau kau mau terima anak itu , terimalah dengan jiwa besar, kalau tidak bisa lakukan tugasmu sebagai lelaki. Selasaikan urusan rumah sakit dan kembalikan Lia pada orang tuanya " Si papi menghela nafas panjang. Matanya menerawang, dia tahu rasa marah putranya tapi sebagai orang tua dia harus memberikan nasehat terbaiknya "Pikirkan baik baik langkah yang kau ambil. Karena pasti akan menjadi berita " lanjutnua kemudian .

Kalimat terakhir papi tiba tiba menyadarkan semua yang ada disitu . Ano memdadak panik, dia berhasil menyembunyikan Lia selama ini dari kejaran media. Mulai dari pernikahan hingga kehamilanya semua tertutup rapat dari endusan media. Dia tak ingin membagi kehidupan pribadinya dengan publik yang seringkali membuatnya merasa di hakimi. Dia ingin melindungi Lia dari berbagai opini liar pembaca berita yang seringkali sok tahu dan selalu ingin tahu . Sebagai publik figure Ano memang kerap kali menjadi buruan para pewarta. Dan selama ini dia berhasil membentengi kehidupan pribadinya dari incaran mereka. Dan dia merasa harus tetap menyembunyikan kenyataan kali ini. Tak bisa dibayangkan apa yang akan tertulis di media media itu jika mereka tahu Lia melahirkan. ..dan anak itu ..bayi itu sama sekali tak mirip dengan mama dan papanya . Bergidik rasanya membayangkan itu semua. Kesadaranya pulih ...dia harus menyembunyikan Lia dari media manapun . Banyak mulut yang harus dibungkamnya agar tak bersuara. Kali ini dia harus melakukannya sekali lagi . Bukan untuk Lia , tapi untuk dirinya sendiri, untuk harga dirinya yang hancur dipecundangi.  Bukan hal mudah menyembunyikan diri dari media media nyinyir itu . "Echa..." katanya pada adiknya. Echa mendekat. Ano menulis sederet angka pada sebuah cek dan memberikan instruksi pada adiknya. Echa hanya mengangguk paham dan siap menjalankan perintah kakaknya .
               ~0~0~0~0~0~0~0~0
Hari ini tiga bulan sudah peristiwa itu berlalu. Selama itu pula Ano mampu menyembunyikan Lia dan bayinya. Meskipun belakangan ini media media itu mulai usil menanyakan keberadaan Lia. Tapi Ano berhasil mengalihkan perhatian mereka dengan karya karyanya. Selama itu pula dia berhasil menyembunyikan amarahnya , rindunya dan juga cintanya pada Lia. Selama tiga bulan, sama sekali tak ada komunikasi dengan Lia. Wanita muda itu menerima hukuman atas apa yang telah dilakukan padanya. Ya ..Itu juga yang dirasakan Lia .

Di sebuah condominium mewah di pinggiran Jakarta seorang wanita muda terduduk tanpa gairah . Tempat dia menerima hukuman atas apa yang dilakukannya . Wanita itu masih cantik , namun terlihat begitu tertekan . Dua lelaki berbadan tegap selaku siaga di depan pintu lift yang menjadi pintu keluar masuk dan menghubungkanya dengan dunia luar. Seorang suster sigap merawat kebutuhan bayinya. Dan seorang pembantu disediakan untuk memgurus kebutuhanya . Sepintas terlihat nyaman dan baik baik saja . Tapi tidak seperti itu yang dirasakannya,  dia merasa hampir gila. Terasing di dunia sunyi tanpa tahu ada dimana . Teringat malam itu ...baru beberapa jam setelah melahirkan , tengah malam tiba2 Dokter membawanya pindah ke tempat ini, seorang suster menjaganya sampai hari ini. Mengurus semua kebutuhannya . Yang menyedihkan adalah, tak ada alat komunikasi yang boleh dipakainya, tak ada televisi yang bisa menjadi jendela informasi untuknya, apalagi handphone dan Internet.  Lia benar benar tak tahu apa yang terjadi di luar sana. Dia terkurung dan terputus dari dunia luar. Hanya di sebuah ruangan mewah dan dingin ini dunianya berada. Lia bahkan tak lagi tahu hari ini hari apa . Kadang dia memohon kepada pembantu yang melayani nya untuk meminjam handphone. Dia ingin menghubungi Ano . Tapi tak pernah bisa .

Untung masih ada Gracie..si bayi mungil yang dilahirkannya itu adalah satu satunya pelipur lara baginya. Bayi itu tumbuh sehat, mata biru dan rambut pirangnya itu mengingatkannya pada Piere, kekasihnya sebelum menikah dengan Ano. Lelaki perancis yang romantis dan periang itu cukup mencuri hatinya. Sayang lelaki itu tak pernah punya uang . Kehadiran Ano di hidupnya pun terjadi tanpa sengaja. Ano adalah selebriti ternama yang banyak diperebutkan para wanita. Tak terkecuali teman temannya. Terkenal dan royal adalah dua hal yang menarik para wanita itu berebut mendekatinya meskipun wajahnya biasa saja. Entah apa yang terjadi saat itu, rupanya Ano tertarik padanya. Berbagai hadiah diterimanya mulai dari bunga sampai kalung permata. Tak perlu waktu lama , hanya dalam waktu dua bulan Lia takluk dan jatuh dalam pelukanya.  Sementara hubungannya dengan Piere tiba tiba terasa hambar dan kehilangan romansa. Lia melupakan kebersamaannya dan menerima pinangan Ano. Meskipun dia belum benar benar berpisah dengan Piere. Mereka masih tinggal bersama di sebuah apartment sederhana. Puncaknya adalah saat Ano mengajaknya liburan ke Eropa, dan saat itu pula Lia meninggalkan Piere begitu saja. Sekembalinya dari Eropa Lia pindah ke Apartment yang disiapkan Ano untuknya. Sampai mereka menikah dan Piere begitu terpukul mengetahui berita yang tiba tiba. Saat itu Lia tak menyadari bahwa dia sedang mengandung anak Piere.

Seminggu setelah menikah, Lia merasa mual dan lemas luar biasa. Sementara Ano ada pekerjaan di luar kota. Lia pergi memeriksakan diri ke dokter, dan sungguh terkejut saat dokter mengatakan Lia hamil . Hampir tiga bulan usia kandungannya. Mendadak pikiranya kacau, baru menikah satu minggu tapi aku hamil tiga bulan.
Bagaimana aku harus menjelaskan pada Ano soal ini , pikirnya panik. Sempat terlintas dalam pikiranya untuk aborsi. Tapi Lia takut . Sampai saat Ano kembali dari luar kota, lia masih berpura pura biasa saja. Ditunggunya saat yang tepat untuk menyampaikan tentang kehamilanya.  Dan tak pernah terbayangkan juka anaknya nanti lahir mirip ayah biologisnya.

Ano begitu bahagia mendengar kehamilannya, dia memperlakukanya bak seorang ratu. Hari hari bahagia bersama Ano adalah saat terindah sepanjang hidupnya. Meski jauh didalam hatinya Lia merasa sangat bersalah.  Ano sangat memanjakanya. Hingga saat kelahiran tiba dan semua berubah menjadi mimpi buruk baginya. Hingga hari ini Ano menghukumnya. Mengurungnya dalam keterasingan , tak ada celah baginya untuk melarikan diri.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun