"Kita kadang berfikir memberi rangsangan fungisida Folicur, Score dan Filia bisa mempercepat panen," katanya, Sabtu (11/7/2020).
Padahal, kondisi demikian tidak baik. Saat  gabah dijual ke pabrik penggilingan atau agen, akan tampak begitu berisi.
Namun, ketika tiba di pabrik penggilingan setelah dijemur, gabah tersebut menyusut karna besarnya bulir pada karna rangsangan air semata.
Akhirnya, agen atau pemilik penggilingan merugi. Diperparah dengan kualitas beras yang kurang baik dan berbahaya dikonsumsi karna mengandung banyak zat kimia.
"Kami imbau rekan petani agar tidak gunakan pestisida berlebih. Ini demi kebaikan semua pihak," imbuh dia.
Tambah Ibrahim, harga gabah di Aceh saat ini Rp 5.200 perkilogram. Jauh berbeda dengan harga di pulau Jawa yang hanya Rp 4.000 perkiloganya.
"Karna harga sudah lebih tinggi di Aceh dari pada pulau Jawa. Petani tidak perlu memberi rangsangan agar mempercepat panen. Biarkan panen alami sehingga kualitas beras terjamin," pungkasnya.
Sementara, dinukil dari AgroIndonesia, Kepala Sub Bidang Pengawasan Pupuk dan Pestisida Direktorat Jenderal Prasarana dan Pertanian Kementerian Pertanian, Endah Susilawati mengatakan, penggunaan pestisida sudah diambang batas berbahaya.
"Akibatnya menjadi resistensi terhadap beberapa hama tanaman dan merusak tanah pertanian," sebutnya.
Menurut dia, penggunaaan pestisida harus dipantau agar tidak berlebihan sehingga berdampak pada kesehatan dan lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H