Pada akhirnya perjalanan penulis mencari hubungan antara tempat/geografi suatu negara dengan tingkat kebahagiaan warganya menghasilkan kesimpulan bahwa faktor geografi belum tentu dapat menjadikan seseorang lebih bahagia.
Justru sebaliknya, di tempat-tempat yang jauh dari persepsi ideal geografi kebahagiaan (dingin, gelap, suram, sulit dijangkau, terpencil), orang yang tinggal di tempat seperti itu lebih kreatif dalam mencari cara supaya bahagia. Rasa syukur juga dikutip penulis memiliki peran penting disini.
Saya jadi teringat profesor saya waktu kuliah dulu yang bercerita bagaimana orang Jepang selalu mengadakan festival di setiap pergantian musim sebagai wujud rasa gembira dan syukur mereka. Jepang merupakan negara kepulauan dengan empat musim yang ekstrem, rawan bencana, dan tidak terlalu luas dan tidak terlalu subur wilayahnya.Â
Sebaliknya, kata profesor yang sama, orang yang terbiasa hidup di tempat yang indah cenderung lebih kurang bersyukur dan kurang bergembira dengan lingkungan hidupnya jika dibandingkan dengan mereka yang hidup di tempat yang ‘keras’ atau kurang bersahabat. Jadi, jangan lupa untuk mensyukuri tempat dimana kita tinggal.Â
Saya selalu suka membaca catatan perjalanan seseorang. Terutama ke tempat-tempat yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Istilah ‘Buku adalah Jendela Dunia’ sesuai dengan tema buku ini. Tidak harus berada disana untuk punya gambaran seperti apa disana. Mungkin ini salah satu alasan kenapa saya suka sekali baca buku. Saya berharap bisa menemukan dan membaca buku-buku yang seperti ini kedepannya. Any recommendation?
See you at my next review.
Happy reading and lets get inspired!
My Overall Rating : 4/5 stars
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H