Mohon tunggu...
alwindo Colling
alwindo Colling Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Sindiran yang elegan adalah sindiran yang dituangkan dalam bentuk tulisan ~ Aku Menulis Maka Aku Ada***

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Opini Hukum: Putusan Banding, Tindak Pidana Korupsi oleh Jaksa Pinangki

5 Juli 2021   14:43 Diperbarui: 5 Juli 2021   15:43 1306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Korupsi adalah Ekstra Ordinary Crime, tetapi tren vonis hakim akhir-akhir  ini memangkas masa tahanan, lihat saja putusan Pengadilan Tinggi Jakarta, pengurangan pidana yang semula 10 tahun denda Rp. 600 juta, di rubah menjadi 4 tahun dan denda Rp. 500 juta.

Penulis mengikuti diskursus-diskursus terkait hal tersebut, banyak pandangan-pandangan yang notabene kontra dengan putusan ini, karena adanya perbedaan  antara putusan PN dengan putusan banding

padahal hakim PN dan PT sesama Judex Factie yang artinya mempunyai kewenangan yang sama yaitu mencari dan menemukan fakta-fakta hukum dan membandingkannya dengan alat-alat bukti  dalam persidangan.

Judex factie yang sama antara PN dan PT, yaitu terdakwa Pinangki terbukti bersalah melakukan tindak pidana, (1)melanggar Pasal 5 atau Pasal 11 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 ancaman pidana maksimum 5 tahun penjara.  (2)Melanggar Pasal 3 Undang-undang No. 8 Tahun 2010 tentang pencucian Uang, ancaman pidana 20 tahun.  (3) melanggar Pasal 15 jo Pasal 5 tentang permufakatan jahat untuk melakukan suap.

Jaksa penuntut umum menuntut terdakwa bersalah melakukan perbuatan melawan hukum sebagaimana didakwa, dengan pidana penjara 4 tahun dan denda 500 juta. Tuntutan tersebut jelas terlalu ringan jika dibandingkan dengan perbuatan si terdakwa. Dalam praktiknya tuntutan jaksa adalah dua pertiga dari ancaman pidana. 

Dalam kasus ini jika di kumulatifkan 30 tahun, maka tuntutan 2/3 adalah 20 tahun. dan hakim memutus lebih dari setengah tuntutan jaksa yaitu hakim PN memutus pidana pada terdakwa selama 10 tahun, tuntutan tersebut sudah sesuai dengan apa yang terjadi dalam praktik peradilan di Indonesia, jadi tidak ada yang salah dari putusan PN tersebut.

Adapun pihak yang kontra terhadap putusan hakim PN, mengatakan bahwa putusan PN sudah melebihi wewenangnya karena ancaman pidana Pasal 5 UU TIPIKOR adalah 5 tahun.

sudah jelas pertimbangan hakim, menyatakan tuntutan jaksa terlalu rendah, dan terdakwa sebagai aparat penegak hukum, jaksa penuntut umum, semestinya ikut memberantas korupsi, bukan sebagai pelaku korupsi dan memberikan keterangan berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya.

Pertanyaan yang timbul kemudian, apakah betul bahwa hakim PN sudah melebihi wewenangnya atas penjatuhan pidana 10 tahun? tentu tidak.  Alasannya sederhana, karena perbuatan terdakwa terdiri dari tiga tindak pidana yang berdiri sendiri, sehingga akumulasi tindak pidana tersebut harus dibuktikan dan di hukum. Dalam kasus ini tidak berlaku consursus realis (ancaman terberat ditambah 1/3 (sepertiga). 

Khusus tindak pidana ke satu dan ketiga dapat di gabungkan sebagai concursus realis yaitu adanya dua tindak pidana berbeda yang dilakukan dalam waktu yang bersamaan, tetapi khusus tindak pidana pencucian uang adalah tindak pidana berbeda dan dilakukan dalam waktu yang berbeda jadi dapat disimpulkan bahwa tindak pinada tersebut berdiri sendiri. 

Dan putusan hakim PN sudah mengakomodir adanya pertanggung jawaban pidana atas tindak pidana pencucian uang oleh terdakwa dalam putusan penjara 10 tahun tersebut.

Jika yang terjadi adalah perbedaan antara tuntutan jaksa penuntut dengan putusan hakim adalah hal yang wajar, dan lumrah, di mana masyarakat tetap mempercayai dan mengharapkan peran pengadilan untuk memberikan terobosan baru sebagai benteng terakhir dari pencari keadilan, melalui putusan Hakim yang adil. 

Sebagai masyarakat Indonesia, penulis menilai putusan hakim ini sangat bagus dan sudah sesuai dengan keadilan masyarakat.

Menjadi persoalan adalah jika terjadi disparitas atau perbedaan putusan pidana yang dijatuhkan oleh Hakim PN dan Hakim PT, kedudukan hakim tersebut sama-sama sebagai Judex Factie, yaitu sebagai pencari dan penilaian fakta hukum, dan dalam kasusu ini mempunyai pandangan yang sama tentang fakta hukum yang diperoleh dalam persidangan. 

Hanya berbeda dalam pertimbangan atas hal-hal yang memberatkan dan meringankan. Menurut hakim PN, hal-hal yang memberatkan lebih berpengaruh dalam memberatkan putusan pidana yang dijatuhkan, yaitu terdakwa sebagai penegak hukum, terdakwa berbelit-belit, dan tidak mengaku perbuatannya, sehingga menjatuhkan pidana penjara 10 tahun. 

sedangkan pertimbangan hakim PT , lebih dipengaruhi oleh hal-hal meringankan yaitu terdakwa seorang wanita yang harus dilindungi, mempunyai tanggungan anak yang masih kecil yang membutuhkan keberadaan terdakwa dan masih muda masih dapat dibina, sehingga menjatuhkan pidana penjara 4 tahun.

jika yang mengurangi pidana tersebut dilakukan oleh Judex Juris atau Hakim Agung karena salah atau keliru dalam menerapkan hukumnya adalah hal wajar, sesuai dengan fungsinya menilai penerapan hukum oleh Judex Factie.

Bandingkan dengan kasus angelina sindakh yang diputus oleh PN dan PT 4,5 tahun penjara tapi dalam putusan Kasasi oleh hakim Artijo Alkoster (Alm) menjadi 12 tahun.

Padahal terdakwa waktu itu sebagai orang tua tunggal mempunyai anak yang masih kecil tentu membutuhkan kehadirannya dan juga masih tergolong usia muda, oleh hakim kasasi tidak menjadikannya sebagai hal yang meringankan tetapi justru memberatkan pidana menjadi 12 tahun. 

Pada putusan pidana terhadap Pinangki, Apakah putusan ini sudah sesuai dengan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun