Mohon tunggu...
Plux Plux
Plux Plux Mohon Tunggu... -

Ex Smoker

Selanjutnya

Tutup

Politik

Usulan Untuk Studi Banding Wakil Rakyat

3 Oktober 2014   12:27 Diperbarui: 17 Juni 2015   22:32 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Penulis tergelitik untuk memberikan saran kepada wakil rakyat yang terhormat yang saat ini baru saja dilantik dan menduduki Gedung Rakyat. Saran penulis kepada wakil rakyat yang terhormat, Hal yang paling utama untuk di lakukan saat ini adalah studi banding. Kok studi banding? Ya, anda tidak salah membaca, segera agendakan studi banding.

Dalam studi banding ini wakil rakyat yang terhormat tidak membutuhkan passport apalagi visa. Tak perlu repot-repot menukarkan rupiah dengan lembaran bergambar George Washington. Dalam studi banding ini wakil rakyat yang sangat dimuliakan tidak perlu mengadakan notebook ataupun gadget yang canggih. Yang perlu dipersiapkan adalah : 'Mata, Mulut dan Telinga'. Hasil studi banding ini tidak perlu diolah dengan prosesor keluaran terakhir, cukup diolah dengan 'Pikiran' serta di simpan di tempat penyimpanan yang bernama 'Hati'

Bapak - ibu wakil rakyat yang sangatttttt saya hormati, studi banding yang saya usulkan ini sangatlah efektif dan efesien. Dijamin anda semua akan senang karena studi banding ini adalah makan - makan. Serius??? Ya 1000% SERIUS!!!!!!!!!

Coba wakil rakyat yang dimuliakan dibagi dalam beberapa kelompok. Satu kelompok menuju ke salah satu kota di Jawa Timur yaitu Bojonegoro. Di kota ini masih banyak dijumpai penjual yang menerapkan prinsip "Nrima Ing Pandhum" atau menerima rejeki yang diberikan. Di salah satu sudut jalan Rajawali ada penjual nasi Rawon yang hanya buka sampai dagangannya habis. Rentang dia berjualan hanya beberapa jam antara jam 5.30 sampai dengan jam 9.00. Padahal rawon ini banyak sekali penggemarnya dan kalau dia mau bisa saja dia menambah jumlah porsi jualannya. Tapi apa kata penjualnya :

"Lha piye mas, wong enthuk-e rejeki yo sakmono, mengko nek aku nggawe rawon luwih akeh, terus sing liyane gak kebagian rejeki, sak-aken lak-an" (lha gimana lagi mas, dapatnya rejeki segitu, nanti kalau akau bikin rawon lebih banyak, terus nanti yang lainnya gak kebagian rejeki, kan kasihan).

Ternyata alasan dia tidak mau menambah jumlah porsi dagangannya adalah agar yang lain kebagian rejeki, atau dengan kata lain tidak kemaruk atau serakah.

Di belahan kota lain di Jawa Tengah, tepatnya di Salatiga, di salah satu sudut di jalan Kesambi ada Mbah Mi'ah penjual Tumpang Koyor. Wakil rakyat yang kita cintai silahkan berkunjung kesini juga. Coba sekali -kali studi bandingnya nongkrong disini. Silahkan datang di pagi hari dan coba lihat dan dengarkan obrolan yang terjadi di sini. Begitu sederhana dan benar - benar bersahaja. Sama seperti penjual rawon di Bojonegoro, di tempat ini Mbah Mi'ah beejualan sampai dagangannya habis, sekitar jam 9 an juga.

Untuk studi banding ini, mohon wakil rakyat yang terhormat membuka mata lebar-lebar. Coba lihat, mereka begitu tertib menunggu untuk dilayani. Tidak ada acara serobot menyerobot merela sadar akan urutannya untuk dilayani. Dan dengan sabar Mbah Mi'ah melayani satu persatu pelanggannya. Pula tidak ada interupsi dari pelanggannya, semua tertib dengan bahasa yang santun, bukan berteriak apalagi nantang berantem.

Kalau wakil rakyat yang sangat terhormat lelah melakukan perjalanan darat ke luar kota, baiklah, tak usah jauh - jauh coba saja meluncur, boleh dengan moda transportasi apapun, cobalah datang di malam hari. Tempatnya tak jauh dari gedung dewan, ada di kawasan Blok M, tepatnya di belakang Blok M Plaza. Di atas trotoar ada beberapa penjual gulai dengan hanya dinaungi oleh payung parasol produk sponsor. Sementara kursi bulat ada di sekitar penjualnya, mengitari pikulan yang digunakan oleh penjualnya mengangkut gulai ini dari rumahnya.

Mohon dimaklumi, anggota dewan yang terhormat mohon berkenan untuk duduk di kursi seadanya dan berpayungkan langit. Jika beruntung anggota dewan yang dimuliakan bisa menyaksikan pesinden jalanan mendendangkan lagu-lagu khas daerah, seperti 'Caping Gunung' dengan diiringi oleh siter. Semua itu bisa didapatkan dengan hanya beberapa lembar kertas bergambar Tuanku Imam Bonjol saja.

Tapi ada satu hal yang perlu ditiru oleh anggota dewan yang dimuliakan. Setiap hari dengan kesadaran dan menimbang azas kesetaraan, mereka bertukar posisi tempat jualan. Hal ini setidaknya bisa dijadikan studi banding oleh anggota dewan yang terhormat bagaimana mereka yang hanya berjualan gulai pikulan menjalani profesinya dengan bahagia dan dengan kesadaran bahu - membahu diantara mereka. Coba luangkan waktu sejenak untuk bertanya jawab dengan mereka, maka anggota dewan yang dimuliakan akan tahu bahwa mereka memperlakukan satu sama lain sebagai keluarga mereka, bukan menganggap sebagai musuh yang harus dibasmi apalagi di caci maki dan terbit tabloid beberapa edisi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun