"Kau tahu kan, Nur Zafrina ini perempuan tangguh, kau ingat? Saat aku berhasil melewati ujian kenaikan sabuk hitam Dan VI dengan nilai yang bagus, kau bilang aku ini cocok jadi laki -- laki, dengan bangga kau memanggilku Sensei di Dojo sore itu" aku tertawa geli mengingat saat -- saat aku dan Sekar masih akfit berlatih Karate. Sekar langsung berdiri merangkulku, menangis sejadi -- jadinya di pundakku yang rapuh.
"Zaf, apa -- apaan ini? Harusnya aku yang menghiburmu" suara Sekar terputus -- putus di antara sedu -- sedan. Aku tersenyum menahan air mata.
"Kenapa kau tak menangis? Kau benar -- benar sudah siap mati ya?" tanya Sekar parau.
"karena Allah SWT sang penulis skenario kehidupan ini, sudah mengatur segalanya sesuai takaran Kar" jawabku tenang.
***
"Nduk, ayo!!" perempuan paro baya di sampingku menepuk pundakku sambil menunjuk Peron yang mulai ramai, kereta akan segera berangkat. Aku tergeragap dari lamunan. terdengar Getaran mesin diesel lokomotif, terompet klakson tanda kereta siap berangkat melengking. Saat Masinis menekan gas awal, mesin diesel elektronik menderu semakin keras. Aku duduk di samping jendela.
Pulang ke kotamu
Ada setangkup haru dalam rindu
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat, penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgia